JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Penolakan Gubernur Bali I Wayan Koster terhadap tim nasional U-20 Israel untuk gelaran Piala Dunia U-20 berdampak. Satu tahapan penting menuju penyelenggaraan event tersebut, yakni undian grup (drawing), dipastikan batal dilaksanakan di Bali pada 31 Maret.
PSSI membenarkan adanya keputusan dari FIFA tersebut. "Kami sudah mendapat informasi
dari FIFA. Surat resminya memang belum ada, tapi pesannya jelas bahwa drawing yang seharusnya digelar di Bali pada 31 Maret dibatalkan,” kata anggota Exco PSSI Arya Sinulingga di GBK Arena, Jakarta, Ahad (26/3) sore.
Dia memahami keputusan FIFA tersebut. Menurut komisaris PT Indonesia Asahan Aluminium itu, salah satu hal yang mendasari keputusan FIFA tersebut adalah penolakan Gubernur Koster terhadap timnas U-20 Israel.
Melalui surat yang ditujukan kepada menteri pemuda dan olahraga (Menpora) saat masih dijabat Zainudin Amali pada 14 Maret, Koster mengatakan bahwa kebijakan politik Israel terhadap Palestina tidak sesuai dengan kebijakan politik pemerintah Indonesia.
Selain itu, pemerintah Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan pemerintah Israel. ”Sementara itu, Israel adalah peserta drawing. Tidak mungkin drawing dilakukan tanpa keikutsertaan seluruh peserta,” ungkap Arya.
Staf khusus menteri BUMN tersebut sangat menyesalkan penolakan Pemprov Bali. Sebab, awalnya Koster sudah menandatangani government guarantee untuk menjadi salah satu tempat penyelenggara Piala Dunia U-20. ”PSSI maunya penyelenggaraan (drawing) tetap jalan. Tapi, Pemprov Bali tidak bisa menerima dan menjamin. Jadi, yang dilihat FIFA adalah penolakan itu. Kalau penolakan tidak ada, drawing jalan,” terang Arya.
Kini pihaknya harap-harap cemas. Ada dua sebab. Pertama, Arya khawatir Indonesia dikucilkan dari ekosistem sepakbola dunia. Berikutnya, dia khawatir Indonesia kembali di-banned FIFA seperti pada 2015.
Menurut Arya, dua kekhawatiran itu sangat mungkin terjadi. Sebab, Indonesia-lah yang mengajukan diri menjadi tuan rumah. ”Saat mengajukan, kami berkomitmen untuk menjaga peserta dengan baik. Karena itu, saat tidak bisa melakukan hal tersebut, artinya kami melanggar apa yang sudah disepakati bersama FIFA,” kata dia.
Lantas, apa langkah PSSI? Arya mengungkapkan, Ketua Umum PSSI Erick Thohir akan melaporkan kejadian itu kepada Presiden Joko Widodo. Erick juga akan berdiskusi dengan Jokowi untuk menyelamatkan sepakbola Indonesia. ”Kami harap dan mohon kepada semua pencinta sepakbola Indonesia untuk tetap tenang. Kami coba mencari solusi. Dan, dalam waktu dekat, kami juga berbicara dengan FIFA,” katanya.
Dalam pertemuan dengan FIFA, lanjut dia, Erick juga akan melakukan berbagai upaya diplomasi agar menyelamatkan Piala Dunia U-20 2023. Juga menyelamatkan Indonesia dari sanksi FIFA dan dikucilkan dari ekosistem sepakbola dunia. ”Kalau sampai di-banned lagi, kita tidak bisa mengikuti pertandingan internasional. Kompetisi dalam negeri tidak ada lagi. Saat di-banned FIFA pada 2015, ranking Indonesia di peringkat FIFA juga jatuh,” ungkapnya.
Terkait agenda penjadwalan ulang drawing, Arya belum bisa berspekulasi. Sampai kemarin belum ada informasi dari FIFA. ”Saat ini Pak Erick sedang berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri sebagai penanggung jawab diplomasi. Pak Erick juga sedang berkoordinasi dengan Menpora sebagai penanggung jawab Piala Dunia U-20,” paparnya.
Sementara itu, pengamat sepakbola nasional M Kusnaeni menilai, pembatalan drawing Piala Dunia U-20 berpotensi memunculkan sanksi lebih berat daripada yang dialami Indonesia pada 2015 silam. ”Pembatalan drawing merupakan warning awal. Jika event Piala Dunia U-20 gagal, itu menodai kepercayaan yang diberikan FIFA. FIFA dirugikan secara materiil dan imateriil. Sebab, pelaksanaan event mereka kacau balau,” tuturnya.
Kusnaeni berharap pemerintah, PSSI, dan LOC Piala Dunia U-20 berkonsolidasi menyelesaikan persoalan tersebut.
Dia berharap FIFA tidak membatalkan penunjukan Indonesia sebagai tuan rumah event itu. ”Jangan main-main dengan kesepakatan yang sudah dibuat FIFA. Kita jadi host karena mengajukan diri. Bukan ujug-ujug FIFA yang minta. Jadi, taati kesepakatan yang ada,” tegasnya.
Terpisah, Kemenlu tidak banyak merespons soal polemik partisipasi timnas U-20 Israel di Piala Dunia U-20 Indonesia. Menurut Juru Bicara Kemenlu Teuku Faizasyah, posisi Ppemerintah Indonesia masih sama seperti yang pernah disampaikan sebelumnya. Yakni, keketuaan Indonesia di FIFA U-20 World Cup 2023 tidak memengaruhi konsistensi dukungan Indonesia bagi kemerdekaan Palestina.
”Saya hanya ulangi pernyataan yang pernah disampaikan sebelumnya, ketuanrumahan Indonesia di FIFA U-20 World Cup 2023 tidak akan menggoyahkan konsistensi Indonesia dalam mendukung terwujudnya kemerdekaan Palestina,” tegasnya.
Dia tak merespons lebih lanjut soal kewenangan pemberian izin masuknya timnas Israel. Termasuk perihal gelombang penolakan yang terus bergulir.Sebelumnya, Faiza pernah menegaskan, kehadiran timnas Israel tidak akan mengubah sikap yang selama ini diambil Indonesia terhadap Palestina.
Bahkan, Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi selalu secara khusus membawa isu Palestina di berbagai forum. Mulai G20, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, hingga Dewan Hak Asasi Manusia. ”Kami tegaskan kembali posisi Indonesia konsisten dan akan tetap konsisten. Adapun partisipasi semua tim dan aturan main (timnas) U-20 itu ditetapkan FIFA,” jelasnya.
Indonesia Tidak Punya Kendali Pilih Tim yang Berlaga
Indonesia tidak bisa menolak kehadiran tim nasional U-20 Israel. Menurut Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana, opsinya hanya dua: menerima atau meminta FIFA memilih negara lain. Namun, opsi kedua jelas penuh konsekuensi bagi Indonesia.
”Konsekuensi Indonesia adalah Indonesia akan masuk dalam daftar hitam event-event olahraga dunia seperti Olimpiade mengingat keberadaan Israel sebagai peserta diakui,” katanya, Ahad (26/3).
Tekad Indonesia untuk memperjuangkan tanah rakyat Palestina yang saat ini diduduki Israel, lanjut Hikmahanto, tidak seharusnya dihubungkan dengan hadirnya timnas U-20 Israel yang telah lolos kualifikasi Piala Dunia U-20. Menurut dia, Indonesia bisa tetap konsisten dengan tekad tersebut meski menerima kehadiran timnas Israel untuk berlaga.
Hikmahanto menambahkan, sedikitnya ada empat alasan Indonesia tidak bisa menolak kehadiran timnas Israel. Pertama, Indonesia tidak bisa mengintervensi event yang diselenggarakan event organizer seperti FIFA. ”Pemerintah Indonesia tidak memiliki kendali tim mana yang boleh dan tidak boleh berlaga di Indonesia. Sekali menyediakan diri sebagai tuan rumah, maka Indonesia harus menerima siapa pun negara yang dinyatakan lolos kualifikasi,” jelasnya.
Alasan kedua, tidak memiliki hubungan diplomatik tidak berarti hubungan dagang, sosial, budaya, maupun olahraga tidak bisa dilakukan antara Indonesia dan Israel. ”Indonesia dengan Taiwan tidak memiliki hubungan diplomatik, namun investasi Taiwan di Indonesia termasuk yang terbesar,” ungkapnya.
Ketiga, tidak memiliki hubungan diplomatik juga tidak berarti warga dari negara tersebut tidak dapat saling berkunjung. Warga Indonesia, misalnya, kerap berkunjung ke Israel untuk dapat berziarah di Masjidilaqsa. Pun, warga Israel berkunjung ke Indonesia untuk menjalin bisnis dengan mitra mereka. ”Visa untuk berkunjung biasanya didapat dari masing-masing kedubes negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik di negara ketiga. Seperti warga Indonesia mendapatkan visa berkunjung ke Israel dari Kedubes Israel di Mesir atau Jordania,” bebernya.
Lalu, alasan keempat, lanjut Hikmahanto, dalam memperjuangkan nasib rakyat Palestina, pihak yang dihadapi pemerintah Indonesia adalah pemerintah zionis Israel berikut kebijakannya untuk menduduki tanah Palestina. Menurut dia, pemerintah Indonesia sama sekali tidak sedang berhadapan dengan warga atau rakyat Israel yang di dalamnya tidak hanya beragama Yahudi, tetapi ada juga muslim dan kristiani.
Bukan hanya itu, dia menyampaikan, terdapat perbedaan besar saat timnas Indonesia memilih mundur ketika harus melawan timnas Israel di era kepemimpinan Soekarno. Saat itu, mundurnya Indonesia tidak memengaruhi keseluruhan perhelatan Piala Dunia. Tapi, bila saat ini Indonesia menolak timnas U-20 Israel dan mengundurkan diri sebagai tuan rumah, secara langsung akan mengganggu event reguler yang diselenggarakan FIFA.
Selain itu, Hikmahanto menegaskan, untuk PD U-20 kali ini, pemerintah Indonesia sama sekali tidak memiliki kendali. ”Karena pemerintah bukan event organizer dari Piala Dunia U-20 sehingga tidak dapat menentukan siapa timnas yang dapat berlaga,” imbuh pria yang juga bertugas sebagai rektor Universitas Jenderal A. Yani tersebut.
Sementara itu, pakar hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran Teuku Rezasyah mengatakan, Indonesia harus segera menyatakan sikap dan memastikan tidak ada lagi pihak yang menolak kedatangan timnas U-20 Israel. Di dalam negeri, pemerintah perlu secepatnya berkomunikasi dengan semua pihak yang menolak. ”Kerugian besar untuk Indonesia kalau Piala Dunia U-20 tidak jadi dilaksanakan di Indonesia,” katanya. Pasalnya, Indonesia yang mengajukan diri.
Selain itu, Indonesia sudah memproyeksikan beberapa event olahraga kelas dunia. Proyeksi tersebut bisa berantakan bila PD U-20 batal terselenggara di Indonesia.(syn/c17/fal/fiq/mia/c19/das)
Laporan JPG, Jakarta