PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Beberapa Pengurus Provinsi (Pengprov) Persatuan Sepaktakraw Indonesia (PSTI) protes atas syarat yang dikeluarkan Panitia Musyawarah Nasional (Munas) PB PSTI soal kriteria pencalonan ketua umum.
Mereka menganggap panitia dan PB PSTI sangat diskriminatif karena banyak peraturan dan syaratyang memberatkan para calon, terutama mereka yang dari daerah. Beberapa syarat yang memberatkan itu antara lain calon ketua umum harus berdomisili di Jakarta, membayar kontribusi sebesar Rp500 juta saat mendaftarkan diri, dan minimal didukung 14 pengprov.
Sekretaris Pengprov PSTI Riau, Amrisal Amir, menganggap aturan itu sangat memberatkan dan upaya untuk menjegal calon dari daerah yang ingin ikut menaikkan prestasi olahraga khas Melayu tersebut.
"Itu jelas diskriminasi dan upaya petahana untuk mempertahankan dirinya agar tetap terpilih dalam Munas nanti," ujar Amrisal kepada Riaupos.co, Senin (21/12/2020).
Menurutnya, semestinya PB PSTI memberikan ruang seluas-luasnya untuk para calon yang ingin ikut dalam pemilihan. Semakin banyak calon, kata dia, akan memperlihatkan bahwa PSTI memiliki banyak sumber daya manusia (SDM) yang cakap untuk memimpin PB PSTI di masa datang. Hal ini tentu dalam upaya menaikkan prestasi sepaktakraw ke dunia internasional.
Ketua Harian Pengrprov PSTI Jawa Tengah (Jateng), Musthakim, juga mencium diskriminasi tersebut. Selain soal domisili calon, juga soal banyaknya dukungan yang menjadi syarat minimal, yakni 14 pengusung.
"Dengan syarat minimal dukungan dari 14 daerah, berarti panitia hanya membatasi dua calon yang akan maju head to head. Padahal hanya ada 34 Pengprov PSTI di Indonesia. Pola ini akan memecah-belah, karena hanya ada dua kubu yang akan saling berhadapan," jelas Musthakim.
Dia juga menyoroti calon harus membayar kontribusi Rp500 juta. Menurutnya syarat ini melanggar hak asasi manusia (HAM) karena banyak orang yang pintar dan cakap berorganisasi tetapi tak memiliki kemampuan finansial. Dengan begitu, dia tak bisa mendaftar.
"Dua syarat itu menurut saya sudah menyalahi aturan umum. Dan persyaratan itu tak pernah diplenokan dalam rapat kerja nasional (Rakernas, red) PSTI," jelas lelaki asal Jepara tersebut.
Seperti diketahui, baik PSTI Riau maupun PSTI Jateng mendukung pencalonan diri Ketua PSTI Sumatra Barat (Sumbar) yang juga pengurus Federasi Sepaktaraw Asia (Astaf) dan Federasi Sepaktakraw Dunia (Istaf), Syafrizal Bachtiar, untuk maju dalam Munas pada 27-28 Desember 2020 mendatang di Jakarta.
Menurut Amrisal Amir, saat ini sudah ada 15 Pengprov PSTI yang mendukung pengusaha perhotelan asal Padang tersebut. Hingga kini, tim sukses Syafrizal terus melakukan gerilya dan lobi Pengprov PSTI daerah lainnya untuk melawan petahana, yakni Asnawi Abdul Rachman.
Menurut Amrisal dan Musthakim, Syafrizal ingin menghidupkan kompetisi sepaktakraw nasional secara semi maupun profesional agar para pemain sepaktakraw bisa hidup dari olahraga yang mereka geluti. Tidak seperti selama ini, mereka hanya bermain di beberapa turnamen dan tak bisa hidup dari sepaktakraw. Banyak pemain sepaktakraw selevel provinsi atau malah timnas yang secara ekonomi hidupnya pas-pasan, kalau tak bisa disebut kekurangan.
Kata Amrisal, roll model yang dilakukan Malaysia dan Thailand akan diadopsi jika Syafrizal terpilih. Kedua negara tersebut berhasil membangun iklim kompetisi (liga) sepaktakraw nasional.
"Selain memberi ruang para pemain untuk hidup di sepaktakraw, juga akan melahirkan pemain-pemain tangguh yang lahir dari kompetisi tersebut," ujar Amrisal.
Syafrizal sendiri kepada Riaupos.co mengatakan siap untuk maju dan akan membangun sepaktakraw Indonesia ke level dunia jika terpilih. Manajer Sepaktakraw Indonesia di SEA Games 2017 Kuala Lumpur ini sudah punya banyak rancangan kerja jika dirinya terpilih nanti.
"Saya ingin sepaktakraw Indonesia berprestasi tinggi dan memiliki kompetisi yang baik," jelasnya.
Laporan/Editor: Hary B Koriun