JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- BWF selaku induk olahraga bulu tangkis dunia dan Asosiasi Bulu Tangkis Singapura (SBA) membatalkan Singapore Open Rabu lalu (12/5).
Ajang yang sedianya digelar pada 1–6 Juni itu dibatalkan lantaran pandemi corona yang masih terjadi. Selain karena mengancam kesehatan, lonjakan kasus Covid-19 membuat akses masuk Singapura diperketat.
BWF menegaskan tidak akan membuat jadwal ulang untuk Singapore Open 2021. Artinya, ajang super 500 itu resmi batal. Situasi tersebut membuat tim Indonesia ketir-ketir. Sebab, Singapore Open menjadi satu-satunya kesempatan tersisa untuk mengumpulkan poin ke Olimpiade Tokyo.
Saat ini, Indonesia baru memastikan satu wakil ganda campuran untuk Olimpiade Tokyo melalui Praveen Jordan/Melati Daeva. Sedangkan satu pasangan lainnya, ganda nomor dua Indonesia Hafiz Faizal/Gloria Emmanuelle Widjaja, masih berada di peringkat kesembilan dengan 65.941 poin.
Posisi mereka digeser pasangan Inggris Marcus Ellis/Lauren Smith dengan 69.490 poin. Marcus/Lauren menyodok ke peringkat kedelapan setelah menjadi finalis Kejuaraan Eropa pada 27 April–2 Mei lalu.
Kabidbinpres PP PBSI Rionny Mainaky mengungkapkan,dirinya sudah memiliki keyakinan bahwa Singapore Open bakal batal. Itu tak lepas dari pembatalan Malaysia Open.
“Apalagi melihat aturan pemerintah Singapura dengan protokol kesehatannya yang ketat, sangat tidak memungkinkan bagi atlet untuk bisa tampil maksimal,” katanya dalam keterangan resmi.
Pelatih ganda campuran Richard Mainaky juga menyayangkan batalnya turnamen Malaysia dan Singapura Terbuka. Termasuk India Terbuka dan Kejuaraan Asia.
“Pembatalan turnamen ini cukup merugikan posisi Hafiz/Gloria yang tengah berjuang dan mengamankan ranking untuk bisa tampil di Olimpiade Tokyo,” katanya.
Karena itu, Icad –sapaan akrabnya– menganggap BWF tidak adil. “Seharusnya Kejuaraan Eropa tetap berjalan, tapi jangan dimasukkan sebagai kualifikasi yang menyediakan poin ke Olimpiade Tokyo,” kecamnya.
Karena itu, Icad mendorong PBSI segera melakukan diskusi dengan BWF. Tujuannya, ada perubahan atau penyesuaian kembali. “Semoga dengan protes atau diskusi ini, BWF bisa mengambil kebijakan dan keputusan yang adil bagi semua pemain, terutama Hafiz/Gloria,” harapnya.
Lantas, akankah PP PBSI melayangkan protes ke BWF? Perihal ini, Rionny menyebut butuh kajian lebih dalam. ’’Kalau memang perlu, PBSI akan layangkan surat kepada BWF untuk peninjauan. Atau, kalau memang layak untuk protes, akan kita lakukan,” tegasnya.
Selain harus mendapat persetujuan Badminton Asia Confederation (BAC), Indonesia juga harus bisa mengajak negara-negara Asia lain yang merasa dirugikan akan pembatalan kejuaraan untuk mendukung dan mau mengajukan protes ke BWF. “Ini akan lebih bagus,” katanya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi