MILAN (RIAUPOS.CO) – Kembali ke Stadio San Siro bagi bek tengah Chelsea, Kalidou Koulibaly seperti mengingat momen memperkuat SSC Napoli. Terutama ketika bersama Napoli melawat ke AC Milan maupun Inter Milan.
Dalam memori Koulibaly, menghadapi AC Milan di San Siro lebih ”menyenangkan” ketimbang melawan Inter. Bukan semata meraih hasil positif lebih baik saat bersua Rossoneri (2 kali menang dan 3 kali seri) ketimbang Nerazzurri (1 kali menang dan 2 kali seri).
Melainkan karena ada memori kelam yang pernah dirasakan Koulibaly saat menghadapi Inter. Dalam Boxing Day di Serie A musim 2018–2019, Koulibaly mendapat serangan rasialis dari Interisti. Yaitu, suara-suara monyet ketika Koulibaly menguasai bola.
Puncaknya ketika bek timnas Senegal itu diusir ke luar karena kartu kuning kedua pada menit ke-81 gara-gara tindakan sarkas bertepuk tangan kepada wasit Paolo Mazzoleni.
Koulibaly mendapat serangan suara monyet nyaris seisi stadion.Di akhir laga, Koulibaly mengaku yang dilakukannya lebih karena frustrasi dengan perilaku rasialis Interisti. Insiden yang dialami Koulibaly sekaligus membuat Wali Kota Milan Beppe Sala meminta maaf kepada bek 31 tahun tersebut.
Sebagai perbandingan, ketika menghadapi AC Milan di San Siro, perlakuan yang diterima Koulibaly dari Milanisti masih wajar. Berbicara kepada Sky Sport Italia, Koulibaly berharap memori positif saat menghadapi AC Milan di San Siro bisa berulang bersama Chelsea dini hari nanti (12/10) WIB.
”Berlaga di San Siro berarti memainkan laga yang hebat di stadion yang luar biasa. Kami (Chelsea, red) mengerti bahwa AC Milan adalah klub yang sangat sulit ditaklukkan di kandangnya meski saya pernah melakukannya (menaklukkan AC Milan di San Siro, red),” tutur Koulibaly.
”Mengalahkan mereka bisa jadi parameter bahwa kami bisa mengalahkan klub terbaik di ajang ini (Liga Champions, red),” imbuh Bek Terbaik Serie A 2018–2019 tersebut.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman