WAPRES SEBUTKAN KRITERIA PEMIMPIN NU

Presiden Buka Muktamar NU

Nasional | Kamis, 23 Desember 2021 - 11:23 WIB

Presiden Buka Muktamar NU
Presiden Joko Widodo bersama Wakil Presiden Maruf Amin bersiap memainkan rebana pada Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama di Pondok Pesantren Darus Sa’adah, Lampung, Rabu (22/12/2021). (JPG)

"Indonesia sekarang juga memimpin G20, menjadi keketuaan G20 juga ingin mempengaruhi kebijakan-kebijakan dunia yang berpihak pada negara-negara miskin, berkembang, kecil, dan kepulauan dalam utamanya dalam digitalisasi, perubahan iklim, dan ekonomi hijau," imbuhnya. 

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu juga menyampaikan rasa terima kasih kepada NU yang terus mengawal jalannya pemerintahan mulai dari kebangsaan dan toleransi."Kita harapkan dengan itu kita harus bisa menjaga dan merawat bangsa dan negara kita yang kita cintai," tegasnya. 


Sementara itu Wakil Presiden Ma’ruf Amin yang juga Mustasyar PBNU menyampaikan, siapa yang akan memimpin PBNU dari hasil Muktamar ke-34 NU di Lampung merupakan wewenang Muktamirin. Ma’ruf berada di Lampung sampai penutupan Muktamar yang dijadwalkan besok (24/12) pagi.

Ma’ruf lantas menyampaikan kriteria untuk posisi Rais Aam atau dewan syuro PBNU. "Minimal saya ada empat kriteria. Semua orang tahu," katanya. 

Kriteria Rais Aam pertama menurut Ma’ruf adalah faqih atau mendalami ilmu keagamaan, terutama soal fiqih. Ma’ruf yang juga pernah menjadi Rais Aam PBNU mengatakan, jika tidak faqih bagaimana bisa menyelesaikan persoalan.

Kriteria yang kedua adalah munaddim atau memiliki kemampuan dan pemahaman dalam mengelola organisasi atau organisatoris. Dia menegaskan NU adalah organisasi, sehingga Rais Aam selaku pemimpin tertinggi itu harus mengerti organisasi.

Ma’ruf lantas menyampaikan kriteria berikutnya untuk Rais Aam adalah muharrik atau penggerak. Dia mengatakan NU itu adalah gerakan. Sehingga pemimpinnya harus bisa menggerakkan. "Menggerakkan gerakan ulama dalam memperbaiki umat. Harus menjadi seorang penggerak, kalau nggak nanti dia digerakkan," jelasnya.

Ma’ruf menegaskan posisi Rais Aam adalah sangat sentral. Rais Aam bukan sekadar posisi dalam struktur organisasi. Untuk itu yang duduk sebagai Rais Aam harus Sohibul Maqam. Dia bahkan mengatakan saat menjadi Rais Aam PBNU, statusnya adalah darurat.

Sedangkan untuk sosok ketua Tanfidziah atau pengurus harian PBNU, Ma’ruf mengatakan harus memiliki kriteria mampu mengelola organisasi. Kemudian ketua Tanfidziah PBNU juga harus memiliki kemampuan melaksanakan program-program organisasi.

"Nanti yang menentukan (ketua Tanfidziah PBNU, red) itu Muktamirin, peserta muktamar," katanya. Ma’ruf tidak menyebut nama yang cocok menjadi Ketua Umum PBNU.

Rais ‘Aam PBNU KH. Miftahul Akhyar banyak berbicara soal respon NU terhadap Revousi Industri dan peran NU. Menurut Miftah, sudah seharusnya NU mulai berperan soal hal ini.  Ia mengajak masyarakat, khususnya warga NU, untuk merenungkan dan merekontekstualisasi apa yang salah dan apa yang benar dari perjalanan kita selama ini. Menurut Kiai Miftah, sapaan akrabnya, nilai-nilai itu bisa menjadi cerminan moral yang prima, agar dampak negatif pergeseran tatanan dunia tidak begitu berpengaruh dalam perjalanan anak bangsa di era Revolusi Industri 4.0 dan dalam rangka meraih manfaat bonus demografi. Ia berharap, bonus demografi bukan justru menjadi musibah demografi.

"Kalau era Revolusi Industri 4.0 dianggap menjadi tanda meningkatnya peradaban kemanusiaan, maka kita harus mengimbanginya dengan 4G," ujarnya.

Maksud dari 4G itu adalah (1) grand idea, yaitu, visi-misi Nahdlatul Ulama sebagai instrumen untuk menyatukan langkah, baik ulama struktural maupun kultural; (2) grand design. Berupa program-program unggulan yang terukur; (3) grand strategy dengan mengintensifkan penyebaran inovasi yang terencana, terarah dan dikelola dengan baik, serta distribusi kader-kader terbaik NU ke ruang-ruang publik yang tersedia; dan (4) grand control, yaitu sistem dan gerakan Nahdlatul Ulama harus bisa melahirkan garis komando secara organisatoris dari PBNU sampai kepengurusan di tingkat anak ranting. 

Menurut Kiai Miftah, men-jam’iyah-kan jamaah dengan segala potensinya yang berkekuatan raksasa ini, menjadi pekerjaan rumah terpenting dari sekian pekerjaan rumah yang lain. 

"Sebab, potensi raksasa ini, kalau tidak dikelola dengan baik dan benar, justru akan menjadi beban dan terpecah belah. Menjadi bulan-bulanan dan diperebutkan oleh kelompok-kelompok lain," ujarnya.(lyn/wan/tau/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook