JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Sejumlah mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) diintimidasi karena berniat menyelenggarakan diskusi bertajuk ‘Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan’.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi III DPR, Didik Mukrianto mengatakan konsekuensi Indonesia sebagai negara hukum sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, tidak ada seorangpun dan tidak ada satu lembaga manapun di Indonesia ini yang boleh melanggar konstitusi.
“Konstitusi adalah hukum dasar tertulis dalam pengelolaan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat,” ujar Didik kepada wartawan, Sabtu (30/5).
Dalam konteks kebebasan, pasal 28E ayat (3) UUD 1945, setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Berdasarkan hal tersebut di atas, tidak dibenarkan siapapun yang mengganggu, mengekang, mengancam, apalagi merenggut kebebasan tersebut.
“Karena itu adalah bagian dari hak asasi manusia. Negara harus hadir, pemerintah dan aparatnya harus memberikan perlindungan terhadap setiap ancaman terhadap hak asasi manusia tersebut,” katanya.
Lebih jauh dalam pasal 28G ayat (1) UUD 1945 menegaskan, setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Standing negara clear, kewajiban pemerintah jelas, dan hak warga negara sangat gamblang.
Oleh sebab itu, Didik menyayangkan dan prihatin masih muncul ancaman dan teror di era demokrasi seperti sekarang ini, apalagi forumnya adalah forum ilmiah yang dilakukan oleh kampus.
“Ke mana hadirnya negara? Ke mana pemerintah? Apa tugas aparat keamanan untuk melindungi rakyatnya? Hanya negara yang anti demokrasi dan pemimpin yang otoriter yang menggunakan pendekatan keamanan dan membiarkan terjadinya ancaman dan teror,” tegasnya.
“Sungguh memprihatinkan kalau di negara demokrasi ini, pemikiran, diskursus, diskusi, forum ilmiah, forum kampus dianggap sebagai sebuah ancaman,” tambahnya.
Didik menilai ini sama saja mematikan pemikiran kritis di era demokrasi sungguh melukai dan mengingkari semangat reformasi. Kalau hal demikian dibiarkan, maka tidak heran seandainya ada anggapan bahwa pemimpin sudah tidak mau mendengar rakyatnya. “Pemimpin yang anti kritik dan takut bayangannya sendiri,” ungkapnya.
Didik berharap Presiden Jokowi, pemerintah dan aparat pemerintah untuk terus melindungi rakyatnya, dan segera menangkap serta menindak pelaku-pelaku teror ini. Jangan pernah ditoleransi sedikitpun teror terhadap demokrasi ini.
Diketahui, sejumlah mahasiswa Fakultas Hukum UGM Jogjakarta selaku penyelenggara diskusi publik bertajuk ‘Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan’ dikabarkan mendapat intimidasi dan peretasan akun Whatsapp. Selain itu, Guru Besar Hukum Tata Negara UII Nimatul Huda yang diundang sebagai narasumber juga mendapat perlakuan sama.
Kabar ini dibenarkan oleh Direktur Advokasi Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) UGM, Oce Madril. “Iya betul,” kata, Jumat (29/5).(jpg)