Pertumbuhan Ekonomi Bisa 5 Persen

Nasional | Selasa, 31 Januari 2023 - 10:12 WIB

Pertumbuhan Ekonomi Bisa 5 Persen
Grafis (DOK: RIAUPOS.CO)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - BANK Indonesia (BI) mengimbau untuk tetap waspada di tahun 2023. Hal ini sejalan dengan kondisi global yang masih belum bersahabat. Meski demikian, tren prospek perekonomian nasional yang positif diperkirakan masih terus berlanjut.

''BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2023 berkisar 4,5 sampai 5,3 persen. Kemungkinan 4,9 persen. Jika konsumsi tetap tinggi bisa saja mengarah 5 persen,'' kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Laporan Transparansi dan Akuntabilitas BI di Jakarta, Senin (30/1).


Sedangkan, pertumbuhan dunia 2022, BI merevisi menjelang kuartal IV tahun lalu dari semula 4,4 persen menjadi 3,0 persen. Kemudian berlanjut menurun menjadi 2,3 persen pada 2023. Koreksi tajam terjadi di AS, Eropa, dan Amerika Latin yang dipengaruhi oleh penurunan sisi penawaran dan permintaan.

''Sisi penawaran menurun akibat pasokan energi yang terbatas. Sedangkan dari sisi permintaan sebagai dampak pengetatan moneter dan penurunan daya beli konsumsi akibat inflasi yang tinggi'', terang alumnus Iowa State University itu.

Bauran kebijakan BI pada 2023 akan terus diarahkan untuk memperkuat ketahanan, pemulihan, dan kebangkitan perekonomian. Oleh karena itu, sektor moneter diarahkan untuk menjaga stabilitas (pro-stability). Difokuskan pada stabilisasi nilai tukar rupiah dan pengendalian inflasi. Agar kembali ke sasaran lebih awal sebagai bagian langkah mitigasi terhadap dampak rambatan gejolak global.

Hal ini mengingat gejolak global telah dan akan berdampak pada kinerja perekonomian nasional. Termasuk inflasi, nilai tukar, dan aliran modal asing. ''Kenaikan harga energi dan pangan global memberikan tekanan pada tingginya inflasi dan kemampuan mendorong pertumbuhan ekonomi domestik di berbagai negara'', jelasnya.

Pada saat yang sama, lanjut Perry, kenaikan suku bunga The Fed dan dominasi dolar AS memberikan tekanan pelemahan berbagai mata uang dunia, termasuk Indonesia. Tekanan makin besar dengan arus keluar investasi portofolio. Khususnya dari surat berharga negara (SBN). ''Karena, tingginya persepsi risiko dan perilaku cash is the king investor global'', ungkapnya.

Untuk memitigasi trilemma kebijakan moneter terhadap dampak rambatan gejolak global, BI akan terus mengoptimalkan tiga instrumen kebijakan moneter. Yaitu kebijakan suku bunga, stabilisasi nilai tukar rupiah, dan memperkuat kecukupan cadangan devisa.

Untuk meningkatkan devisa negara, pemerintah gencar mendorong hilirisasi industri. Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo menilai, langkah tersebut memunculkan tantangan.

Meliputi masalah ketahanan cadangan dan sumber daya alam, keperluan investasi, dan kebijakan yang muncul dari mitra dagang.

Dari sisi ketahanan, cadangan hilirisasi produk dalam negeri belum kuat. Data Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) menunjukkan cadangan nikel jika di 2021 mencapai 45,46 juta ton, maka di 2030 hanya akan mencapai 10,56 juta ton.

Lalu, cadangan bauksit pada 2030 akan mencapai 29,26 juta ton dari 32 juta ton di 2021. Begitu pula, batu bara yang akan menjadi 32,35 juta ton dari 38,21 juta ton dengan periode yang sama. Cadangan timah lebih tipis lagi. Dari 2,23 juta ton menjadi 1,46 juta ton di 2030.

Selain itu, Indonesia harus menghadapi gugatan mitra dagang di World Trade Organization (WTO) atas penyetopan ekspor mineral mentah.

''Sebenarnya banyak negara melakukan ini. Menyetop ekspor komoditasnya. Tapi kenapa Indonesia digugat? That’s the point'', ujar Dody.(han/dio/das)

Laporan JPG, Jakarta

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook