JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengusulkan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Yudo Margono sebagai calon Panglima TNI. Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno tak memungkiri, salah satu pertimbangan dasar Jokowi adalah rotasi antara matra di tubuh TNI.
“Ya, bisa jadi salah satu pertimbangannya (rotasi matra di tubuh TNI). Saya kira itu salah satu lah pertimbangannya,” kata Pratikno usai menyerahkan Surpres pengganti Panglima TNI ke pimpinan DPR di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/11/2022).
Sebab, Panglima TNI saat ini adalah Jenderal Andika Perkasa yang berasal dari matra Angkatan Darat. Sebelumnya merupakan Marsekal Hadi Tjahjanto yang berasal dari matra Angkutan Udara. Kini, calon Panglima TNI berasal dari matra Angkutan Laut.
Pratikno menegaskan, semua kepala staf TNI layak menjadi Penglima TNI untuk menggantikan Jenderal Andika Perkasa. Apalagi, Panglima TNI selalu berasal dari kepala staf angkatan.
“Jadi, kalau calon Panglima TNI itu selalu dari kepala staf yang masih aktif sebagai anggota TNI. Nah, dalam hal ini, yang memenuhi syarat ya hanya tiga saja, apakah KSAU, KSAD, atau KSAL. Semuanya kan sudah memenuhi syarat sebenarnya,” ucap Pratikno.
Meski demikian, penentuan Panglima TNI berada di tangan Presiden. Sebab, hal tersebut merupakan hak prerogatif presiden.
“Dalam hal ini, Pak Presiden memilih calon itu dari KasaL. Itu aja,” tegas Pratikno.
Sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani mengatakan KSAL Laksamana TNI Yudo Margono ditunjuk menjadi Panglima TNI baru mengantikan Jenderal Andika Perkasa yang memasuki masa pensiun pada 21 Desember 2022 mendatang.
“Nama yang diusulkan Bapak Presiden Jokowi untuk menggantikan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa adalah Laksamana TNI Yudo Margono yang saat ini menjabat sebagai KSAL,” ucap Puan.
Puan mengatakan, pihaknya akan menugaskan komisi terkait dalam hal ini Komisi I DPR RI untuk melakukan mekanisme dan prosedur sesuai dengan Undang Undang.
“Dengan diterimanya surpres, Bapak Yudo bisa segera mengikuti proses dan mekanisme yang ada di DPR untuk kemudian melaksanakan fit and proper test (uji kelayakan dan kepatutan),” pungkas Puan.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman