JAYAPURA (RIAUPOS.CO) – Seorang anggota marinir yang terluka parah akibat serangan kelompok separatis teroris (KST) akhirnya meninggal dunia kemarin. Prajurit yang gugur itu bernama Pratu Mar Wilson Here.
Dengan demikian, anggota TNI yang menjadi korban jiwa dalam baku tembak Sabtu lalu (26/3) itu berjumlah dua orang. Satu orang lain adalah Letda Mar Mohammad Iqbal, komandan pos (danpos) Marinir Perikanan Kuari Bawah di Distrik Kenyam Kabupaten Nduga. Selain dua orang tersebut, delapan prajurit yang bertugas di pos marinir tersebut mengalami luka-luka. Dua orang di antaranya dalam kondisi kritis.
Informasi yang dihimpun Cenderawasih Pos (JPG) dari berbagai sumber, penyerangan itu berlangsung sekira pukul 17.50 WIT. Anggota TNI yang berjaga di pos tiba-tiba diserang tembakan beruntun dari dua arah. Belakangan, para penyerang diketahui merupakan anggota KST pimpinan Egianus Kogeya. Dibanding aksi-aksi sebelumnya, serangan kali ini terbilang lebih dahsyat. Sebab, KST menggunakan senjata grenade launcher module (GLM) atau pelontar granat. Tembakan GLM itu lantas disusul dengan berondongan tembakan ke arah markas pos marinir.
Dalam baku tembak itulah Letda Mar Mohammad Iqbal gugur. Dia terkena tembakan di lengan atas bagian kanan. Sedangkan Pratu Wilson terluka di perut sebelah kiri, kepala sebelah kiri bagian belakang, dan luka lecet di kaki sebelah kiri. Kala itu, kondisi Pratu Wilson sudah kritis. Dia meninggal dunia dalam proses evakuasi.
"Keduanya sudah dievakuasi ke Timika, Minggu pagi pukul 08.25 WIT menggunakan helikopter. 8 anggota yang luka masih dirawat," ungkap Kapolres Nduga AKBP I Komang Budiartha melalui ponselnya, kemarin (27/3) pagi.
Dia mengatakan, setelah menyerang pos marinir, masih terdengar suara tembakan kelompok Egianus sekitar pukul 05.00 WIT. Namun, tembakan itu berasal dari arah gunung. Biasanya ini hanya penanda bahwa mereka mulai menjauh. “Bukan menembak ke pos lagi, melainkan diarahkan ke atas," tambahnya.
Dari data Pindad, GLM memiliki jarak lontar mencapai 350 meter dengan kecepatan 75 meter/detik. Mekanisme penembakan dilakukan satu persatu dengan cara pengisian manual. Kapolres menduga, senjata GLM itu diperoleh kelompok Egianus pada 2020. Namun, baru kali ini senjata itu dipergunakan. Sebab, Egianus dan kelompoknya tidak bisa mengoperasikan senjata tersebut. Senjata itu baru dimanfaatkan setelah seorang oknum prajurit TNI membelot dan bergabung dengan KST. "Oknum itulah yang kemungkinan mengajarkan bagaimana menggunakan GLM," katanya.
Kelompok Egianus terbilang paling kuat di daerah pegunungan Papua. Dia memiliki anggota sekitar 30 orang dan menguasai 27 pucuk senjata api. Ada sejumlah senjata berat yang dikuasai kelompok ini, salah satunya GLM itu. "Yang kami tahu mereka juga miliki senjata sniper 2 unit, senjata serbu yang diperkirakan ada 15 unit, dan senjata rakitan," beber Kapolres Budiartha.
Penjelasan Kadispenal
Dari Jakarta, Kepala Dinas Penerangan TNI-AL (Kadispenal) Laksamana Pertama TNI Julius Widjojono kepada JPG kemarin mengungkapkan, kelompok Egianus menyerang dari dua arah. "Yaitu dari arah belakang pasar dan dari arah Sungai Alguru," terangnya. Saat itu, 35 personel Korps Marinir di pos tersebut tengah bertugas seperti biasa. Menjelang petang, KST beraksi. Persisnya pukul 17.40 WIT. Pelontar granat yang mereka luncurkan mengagetkan pasukan di pos tersebut.
Merespons serangan itu, pasukan marinir melakukan serangan balasan. Kontak tembak berlangsung sekitar 20 menit. Komandan satgas lantas memerintahkan dua Tim Trisula membantu pasukan di Pos Kuari Bawah. Pasukan bantuan tersebut langsung memburu kelompok Egianus. Menurut Julius, satgas Korps Marinir itu tidak pernah bermasalah dengan siapapun di Nduga. Tugas mereka sehari-hari lebih banyak dihabiskan untuk kegiatan sosial. Misalnya, mengerahkan mobil sehat untuk membantu masyarakat yang sakit, mobil pintar untuk mengajar anak-anak sekolah di sana, dan membantu kegiatan adat maupun kegiatan keagamaan masyarakat. Karena itu, TNI-AL belum mengetahui motif KST menyerang mereka.
Mengenai senjata pelontar granat yang dipakai KST, dia menduga senjata itu hasil rampasan. "Diduga diambil dari Satgas Yonif 700, sedangkan amunisinya adalah rampasan dari Satgas Yonif 330," beber Julius. Beberapa kali KST memang dilaporkan menyerang dan merampas senjata milik prajurit TNI.
Pos Kuari Bawah hanya berjarak 1 kilometer dari Polres Nduga. Sedangkan jarak pos tersebut dengan Koramil Nduga kurang lebih 2 kilometer. Karena itu, lokasi tersebut sebenarnya relatif aman.
Bendera Setengah Tiang
TNI-AL memerintahkan jajarannya mengibarkan bendera setengah tiang sebagai tanda duka cita atas gugurnya dua prajurit mereka. Bendera setengah tiang itu berkibar di seluruh kantor, markas, dan pangkalan yang berada di bawah AL. "Selama tiga hari berturut-turut. Mulai Senin, 28 Maret 2022," imbuhnya. Selain itu, TNI-AL juga akan melaksanakan doa bersama.
Terpisah, Wakil Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih Letkol Infanteri Candra Kurniawan menyatakan bahwa evakuasi korban langsung dilakukan oleh TNI. Dari Nduga, para korban diterbangkan menggunakan helikopter milik TNI-AU ke Timika, Kabupaten Mimika. "Kedua korban yang meninggal dunia telah berada di RSUD Mimika," imbuhnya. Bersama dua jenazah tersebut, enam korban luka juga dievakuasi. Sementara itu, dua prajurit Korps Marinir yang luka ringan masih bertahan di Nduga.
Candra mengungkapkan, hari ini (28/3) korban meninggal dunia akan dipulangkan ke daerah asal masing-masing. Jenazah Iqbal akan diterbangkan ke Kendari melalui makassar. Sedangkan jenazah wilson akan dibawa ke Kupang melalui Surabaya. Upacara pelepasan kedua jenazah tersebut akan dilakukan sebelum pesawat lepas landas dari Papua. "Mohon doanya dari semua pihak, agar prajurit TNI korban kekejaman KST segera tertolong dan dapat bertugas kembali mengemban tugas negara," kata dia.
Respons KST
KST mengakui bertanggung jawab atas penyerangan terhadap pos marinir di Papua. Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat - Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) Sebby Sambom menuturkan, dalam serangan tersebut, pasukan TPNPB-OPM memprediksi telah menembak tiga anggota TNI. “Penyerangan ini bertepatan dengan terbentuknya TPNPB-OPM pada 26 Maret," jelasnya.
Sebelum melakukan penyerangan, TPNPB-OPM mengaku telah melakukan pemantauan selama satu minggu. Selanjutnya diserang menggunakan senjata sniper dan senjata pelontar granat. “Tiga orang menjadi korban," tuturnya dalam keterangan tertulis yang diterima kemarin.
Egianus Kogoya juga membenarkan bahwa serangan itu dilakukan kelompoknya. “Saya yang bertanggung jawab dalam penyerangan di ujung bandara dan belakang kantor perikanan," kata Egianus yang menjabat sebagai Panglima Kodap III Ndugama TPNPB-OPM itu.
Dalam keterangan tertulisnya, Egianus juga mengungkit soal pendekatan pemerintah Indonesia terhadap keluarganya. Menurutnya, pihaknya tidak akan kompromi dengan keluarga. “Baik adik, kakak, mama, atau papa. Saya tidak kompromi dengan semua yang membawa program pembangunan pemerintah Indonesia," ujarnya. TPNPB-OPM menolak adanya dialog damai. Yang harus ditempuh adalah perundingan dengan keberadaan Persatuan Bangsa Bangsa. “Kami minta PBB mengintervensi," tuturnya.
Saat diwawancarai mengenai operasi TNI di Papua dan upaya pemerintah menyelesaikan masalah di sana, Direktur Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menyatakan bahwa sejauh ini belum tampak akselerasi yang dilakukan pemerintah. Terus bergugurannya prajurit TNI di Papua, kata dia, bukan hanya tanggung jawab Mabes TNI dan jajaran. "Yang harus mengevaluasi itu justru pemerintah," kata dia.
Masalah Papua, lanjut dia, tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada TNI. Bahkan, dia menilai bahwa porsi TNI mestinya tidak lebih banyak dari tugas pemerintah. Perubahan pendekatan yang sudah berulang kali disampaikan oleh pemerintah, lanjut Fahmi, belum tampak. (syn/idr/ade/fia/nat/oni/jpg)