JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Gerak 'lincah' Pinangki Sirna Malasari melobi buron kakap Djoko Tjandra terkuak dalam sidang dakwaan, Rabu (23/9). Lewat poin demi poin dalam Action Plan, Pinangki menebar janji untuk membebaskan terpidana kasus cessie Bank Bali dari jerat hukum. Dalam proposal itu pula, Pinangki membawa-bawa nama Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dan mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) M Hatta Ali.
Berdasar surat dakwaan yang dibacakan oleh jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung (Kejagung) kemarin, Pinangki memulai komunikasi untuk menemui Djoko Tjandra sejak September tahun lalu. Pertemuan itu diatur via Rahmat. Setelah dua bulan berproses, ketiganya bertemu di The Exchange 106, Kuala Lumpur Malaysia. "Pada 12 November 2019," ungkap jaksa penuntut umum.
Dalam pertemuan itu, Pinangki mengenalkan diri sebagai jaksa. Dia juga menawarkan bantuan kepada Djoko Tjandra untuk mengurus upaya hukum peninjauan kembali (PK) di MA. "Serta membahas rencana mendapatkan fatwa dari MA melalui Kejagung untuk mengembalikan Djoko Tjandra ke Indonesia," lanjut jaksa. Usul mengajukan fatwa kepada MA langsung diterima oleh Djoko Tjandra. Termasuk urusan biaya yang diminta.
Lantaran tidak bersedia transaksi langsung, oknum jaksa tersebut menghadirkan Andi Irfan Jaya sebagai perantara. Dia juga sempat menyampaikan akan mengenalkan Djoko Tjandra dengan seorang pengacara yang belakangan diketahui adalah Anita Kolopaking. Dalam pertemuan kedua di Kuala Lumpur pada 19 November 2019, Anita turut serta bertemu dengan Djoko Tjandra.
Pembahasan mengenai Action Plan muncul di pertemuan tersebut. Termasuk penawaran awal yang disampaikan oleh Pinangki sebesar 100 juta dolar AS guna mengurus fatwa MA. "Saat itu Joko Soegiarto Tjandra hanya menyetujui dan menjanjikan sebesar 10 juta dolar AS," imbuh jaksa. Masih berdasar dakwaan, pertemuan ketiga Pinangki dengan Djoko Tjandra melibatkan Anita Kolopaking dan Andi Irfan Jaya.
Pertemuan itu terjadi pada 25 November 2019 di Kuala Lumpur. Dalam pertemuan tersebut, trio Pinangki, Anita, dan Andi Irfan Jaya menawarkan Action Plan kepada Djoko Tjandra. Total ada sepuluh poin dalam Action Plan tersebut. Dalam Action Plan itulah muncul nama Burhanuddin dan Hatta Ali. Burhanuddin disingkat BR sedangkan Hatta Ali disingkat HA. Nama pejabat dan mantan pejabat itu diduga dicatut oleh Pinangki.
Berdasar Action Plan yang dibeber oleh jaksa, eksekusi poin pertama dijadwalkan pada 13 Februari 2020. Berlanjut ke poin kedua, ketiga, dan seterusnya yang direncanakan berakhir pada Juni tahun ini. Dalam Action Plan itu pula dibahas fee untuk Pinangki sebanyak 1 juta dolar AS. Action Plan itu disetujui oleh Djoko Tjandra. Tiga hari kemudian, buronan itu memberikan 500 ribu dolar AS kepada Pinangki.
Uang diberikan melalui adik ipar Djoko Tjandra bernama Herriyadi Angga Kusuma dan Andi Irfan Jaya. Melalui Herriyadi pula, Djoko Tjandra berpesan agar 100 ribu dolar AS dari total 500 ribu dolar AS diberikan kepada Anita Kolopaking. Uang untuk Anita Kolopaking merupakan pembayaran untuk peran yang bersangkutan sebagai pengacara. Namun demikian, Pinangki hanya memberikan 50 ribu dolar AS kepada Anita.
Lebih lanjut, jaksa menyampaikan, Action Plan tidak berjalan walau Pinangki sudah mendapat uang muka. Sehingga Djoko Tjandra memilih mundur serta membatalkan Action Plan yang sudah disepakati. Selain itu, dalam dakwaan yang sama, jaksa membeber ke mana saja Pinangki mengalirkan uang dari Djoko Tjandra. Di antaranya untuk membeli satu unit BMW X-5, operasi kecantikan di Amerika Serikat (AS), dan membayar sewa apartemen.
Menurut Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Hari Setiyono, atas perbuatan-perbuatan tersebut, Pinangki didakwa sudah melanggar pasal 5 ayat 2 juncto pasal 5 ayat 1 huruf a undang-undang (UU) pemberantasan tipikor subsidair pasal 11 UU pemberantasan tipikor dan juga pasal 3 UU pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Selain itu, Pinangki didakwa melanggar pasal 15 juncto pasal 5 ayat 1 huruf a UU pemberantasan tipikor juncto pasal 88 KUHP subsidair pasal 15 juncto pasal 13 UU pemberantasan tipikor juncto pasal 88 KUHP. Setelah sidang perdana kemarin, sidang selanjutnya dijadwalkan berlangsung Rabu pekan depan (30/9).
"Dengan acara penyampaian atau pembacaan keberatan dan eksepsi dari terdakwa dan atau penasihat hukum," jelas Hari.
Usai sidang kemarin, Pinangki yang mengenakan gamis dan jilbab berbalut rompi tahanan Kejagung enggan berkomentar. Hanya penasihat hukum yang berkomentar. Jefri Moses, penasihat hukum Pinangki, menyatakan bahwa pihaknya akan membacakan eksepsi pekan depan. "Yang pasti kami keberatan dengan isi dakwaan itu," jelasnya. Rincinya, lanjut Jefri, disampaikan dalam sidang berikutnya.
Aldrus Napitupulu yang satu tim dengan Jefri menyatakan hal serupa. Dia bahkan mempertanyakan Action Plan yang dibacakan jaksa dalam sidang kemarin.
"Itu bukan dari terdakwa (Pinangki), bukan dari Pinangki. Itu tidak jelas dari mana," bebernya. Lagi pula, lanjut Aldrus, jaksa sendiri sudah menyatakan bahwa Action Plan itu tidak terlaksana. Sehingga pihaknya merasa heran. Semua itu bakal dijawab dalam eksepsi.(syn/jpg)