Wacanakan Presiden Tiga Periode

Nasional | Sabtu, 23 November 2019 - 09:44 WIB

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Amendemen terbatas UUD 1945 ternyata tidak hanya membentuk Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Agenda prioritas MPR itu merembet pada wacana perubahan masa jabatan presiden dan wakil presiden. Fraksi di MPR terbelah. Ada yang tetap mendorong dua periode seperti saat ini. Ada pula yang satu periode, tetapi ditambah 7–8 tahun. Bahkan, ada fraksi yang menginginkan tiga periode.

 


Ketua MPR Bambang Soesatyo menyatakan, wacana tersebut merupakan bagian dari aspirasi masyarakat. MPR pun berkewajiban menjaring aspirasi publik tersebut.

"Kami menyiapkan wadah bagi seluruh aspirasi itu," katanya di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (22/11).

Dia menyampaikan, berubah atau tidaknya masa jabatan presiden sangat bergantung pada aspirasi masyarakat. Selama aspirasi muncul dari publik, MPR tidak boleh memberangus pendapat tersebut.

"Bahwa ada wacana jabatan presiden jadi tiga periode, tidak boleh dibunuh. Biarkan saja berkembang," tutur Bamsoet, sapaan Bambang Soesatyo.

Meski demikian, secara pribadi, dia berharap masa jabatan presiden tidak sampai direvisi. Tetap dua periode seperti saat ini. Itu juga menjadi pandangan Fraksi Golkar. Pandangan tersebut juga sejalan dengan pendapat Presiden Joko Widodo. Pendapat itu pernah disampaikan presiden saat 10 pimpinan MPR berkunjung ke istana pada Oktober lalu.

"Presiden lebih sepakat tetap dua periode. Juga tata cara pemilihannya harus langsung sama seperti sekarang," jelasnya.

Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid tidak menampik munculnya aspirasi lain dalam amandemen terbatas UUD 1945. Termasuk soal perubahan masa jabatan presiden.

"Aspirasi ini memang beragam," ujarnya.

Terkait dengan penambahan masa jabatan menjadi tiga periode, wacana itu muncul dari internal koalisi pemerintahan Jokowi. Pertimbangannya, presiden membutuhkan waktu yang lama untuk menjalankan visi-misinya hingga tuntas. Ada yang meminta masa jabatan presiden cukup satu periode saja, tetapi waktunya diperpanjang menjadi 7–8 tahun.

"Pertimbanganya agar presiden tidak sibuk berkampanye untuk periode berikutnya," katanya.

Pendapat lain meminta masa jabatan presiden tidak diubah. Artinya, sama dengan saat ini. Cukup dua periode dengan durasi lima tahun per periode. Menurut dia, semua pandangan tersebut masih sebatas wacana. "Kami tidak bisa melarang orang untuk berwacana," papar mantan ketua MPR itu.

Bagaimana sikap istana? Kepala Staf Kepresidenan Jenderal Purnawirawan Moeldoko meminta publik tidak terlalu reaktif dalam menanggapi usul perpanjangan masa jabatan presiden tersebut. Dia menyampaikan, hal itu baru sebatas usul yang wajar dalam konteks demokrasi. "Itu kan baru wacana ya. Wacana boleh saja. Negara demokrasi semua pandangan, pendapat terwadahi ya," ujarnya.(mar/far/syn/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook