SAKSI KORUPSI PEMBERIAN IZIN EKSPOR CPO

Pemeriksaan Airlangga Murni Hukum, Bukan Politik

Nasional | Minggu, 23 Juli 2023 - 10:42 WIB

Pemeriksaan Airlangga Murni Hukum, Bukan Politik
Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana melaksanakan konferensi pers, beberapa waktu lalu. Kejagung menjadwalkan pemanggilan ulang pada 24 Juli 2023 mendatang terhadap Airlangga Hartarto sebagai saksi kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah. (DERY RIDWANSAH/JPG)

RIAUPOS.CO - Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Prof Hibnu Nugroho menilai, pemanggilan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto untuk diperiksa Kejaksaan Agung (Kejagung) murni penegakan hukum, bukan politik. Pada Selasa (18/7/2023), Airlangga seharusnya diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus korupsi pemberian izin ekspor minyak mentah kelapa sawit (CPO), tapi tak hadir. “Pemanggilan itu murni penegakan hukum,” ujar Hibnu Nugroho.

Menurut Hibnu Nugroho, pihak Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung memanggil Airlangga adalah kaitannya untuk kepentingan pembuktian. Sehingga, pemeriksaan terhadap yang bersangkutan dapat memperkuat pembuktian atas dugaan siapa yang jadi tersangka, pertanggungjawabannya siapa, dan juga hubungannya seperti apa.


“Jadi enggak ada kepentingan politik, kalau kepentingan politik bisa rusak nanti. Karena bicara hukum bicara bukti bagi siapa yang menuduh harus membuktikan, itu kan asasnya begitu,” ungkap Hibnu Nugroho.

Oleh karena itu, menurut Hibnu Nugroho, Jaksa harus membuktikan dengan mencari bukti-bukti semaksimal mungkin. Termasuk melakukan pemeriksaan terhadap seorang menteri sekaligus ketua partai politik. Mengingat ekspor minyak mentah kelapa sawit (CPO) masuk dalam kualifikasi kerugian negara. Namun demikian, dia mengaku belum mengetahui apakah ada indikasi yang bersangkutan bakal menjadi tersangka. “Kita tidak tahu apakah ada indikasi (tersangka). Karena namanya pemanggilan saksi itu kan untuk mengurai pengetahuan kesaksian, nanti kita lihat hasil pembuktian, siapa yang paling bertanggung jawab,” kata Hibnu Nugroho.

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana membantah kesan politis atas pemanggilan Menko Perekonomian Airlangga  Hartarto sebagai saksi dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah. Menurutnya, alasan pemanggilan yang baru dilakukan Selasa kemarin, karena berdasarkan putusan MA atas beban kerugian yang diberikan kepada tiga korporasi.

“Memang karena ini tahun politis, kami juga begini adanya, sekaligus kami menyampaikan apa yang kita lakukan transparan, tentunya kita profesional,” kata Ketut.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memanggil Menteri Koordinator Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto sebagai saksi kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah crude palm oil (CPO) dan turunannya. Alasannya, Korps Adhyaksa akan menggali perizinan hingga pelaksanaan pada ekspor CPO.

 “Tentu terkait dengan, pertama perbuatan melawan hukum yang sudah terbukti dari beberapa terpidana sebelumnya. Yang kedua, justru juga terkait dengan proses prosedur perizinan, kebijakan, terkait juga pelaksanaan kegiatan ekspor impor, ekspor CPO. Nah ini, ini yang kita dalami dari beliau selaku Menko,” kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana di Kompleks Kejagung, Jakarta, Selasa (18/7). 

Ketut menjelaskan, dalam perjalanan penanganan kasus korupsi ekspor minyak goreng, penyidik Kejagung merasa perlu untuk meminta keterangan Airlangga. Sebab, kasus itu telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 4 triliun.

“Tentu semua terkait dengan ada kebijakan, terkait dengam pelaksanaan di lapangan, yang pada akhirnya menimbulkan satu putusan menyebabkan kerugian negara lebih dari Rp4 triliun. Negara juga rugi dalam hal pemberian BLT sampai Rp4,1 triliun. Kalau ndak salah putusan Mahkamah Agung juga merugikan sampai Rp4,6 triliun. Nah dasar-dasar inilah kita memanggil beliau, dari sisi kebijakan, pelaksanaan, tentu beliau lebih tahu, monitor soal itu,” ucap Ketut.

Menurut Ketut, penyidik Kejagung juga tengah melakukan pemberkasan terhadap tersangka korporasi di kasus mafia minyak goreng. Bahkan, telah dilakukan pembekuan demi kepentingan pengusutan perkara. “Enggak, kita melakukan penyidikan, penyitaan, tidak langsung membekukan. Kenapa, karena kita lihat kalau perusahaan kita bekukan kita lihat dampaknya, justru bisa merugikan negara. Kenapa, karena tidak bayar pajak, tidak bayar pegawai, bisa di-PHK semua,” tegas Ketut.
Dalam kasus ini, Korps Adhyaksa telah menetapkan tiga perusahaan sebagai tersangka.(jpg/muh)
Laporan JPG, Jakarta
 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook