WABAH CORONA

Berada di Garis Depan, 6 Dokter Meninggal

Nasional | Senin, 23 Maret 2020 - 08:52 WIB

Berada di Garis Depan, 6 Dokter Meninggal
dr. Moh Adib Khumaidi Sp.OT (Wakil Ketua Umum Pengurus Besar IDI)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Tenaga medis salah satu elemen yang berada di garis depan menyelamatkan pasien suspect corona. Mulai dari dokter, perawat, dan tenaga medis lainnya. Mereka menyadari tugas yang menyelamatkan para pasien itu bertaruh nyawa. Risiko terbesarnya adalah kematian.

Risiko itu ternyata benar adanya. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyatakan ada enam dokter meninggal dunia saat bertugas dalam memberantas Covid-19. Para dokter tersebut tertular dari pasien yang mereka tangani.


"Iya (benar ada 6 dokter) sudah di-publish oleh PB IDI," kata Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr. Moh Adib Khumaidi Sp.OT kepada JawaPos.com (JPG), Ahad (22/3).

Keenam pahlawan yang meninggal saat berjuang menyelamatkan pasien yang terinfeksi corona itu adalah dr Hadio Ali, SpS, dr Joko Judodjoko, SpB, dr Laurentius P, SpKj, dr Adi Mirsaputra, SpTHT, dr Ucok Martin, SpP, dan dr Toni D Silitonga. Moh Adib Khumaidi menyatakan, salah satu catatan dalam penanggulangan pasien korona adalah keterbatasan alat pelindung diri (APD) bagi dokter dan tenaga medis lainnya.

Juru Bicara Pemerintah Untuk Covid-19 Achmad Yurianto ikut angkat bicara atas meninggalnya para dokter. Atas nama pemerintah, Yurianto mengucapkan rasa berduka kepada rekan sejawatnya itu.

"Pemerintah prihatin dan berduka cita yang mendalam, sedalam-dalamnya atas beberapa tenaga kesehatan yang terpaksa menjadi korban Covid-19. Kami semua bersedih ini menimpa kita, namun juga menghargai kerja luar biasa dan dedikasi para tenaga kesehatan yang sudah memberikan sumbangsih kepada bangsa dan negara," kata Yurianto.

"Pemerintah bersedih untuk ini dan belasungkawa. Yakinlah kita dalam pengabdian dan profesional, memberikan yang terbaik untuk rakyat Indonesia," tambahnya.

Salah satu dari 6 dokter yang meninggal dunia adalah dr Hadio Ali, SpS. Selama hidupnya, Hadio dikenal sebagai dokter yang bertugas di RS Premier Bintaro. Hadio sempat dirujuk ke RS Persahabatan setelah mengalami perburukan dengan kondisi menggunakan ventilator. Hadio meninggal pada usia 34 tahun.

"Benar (confirmed almarhum bertugas di RS Premier Bintaro). Sudah di-publish di Instagram kami," tutup Corporate Marketing Communication Aviv Ready kepada JPG.

Avigan-Chloroquine Tetap Diburu
Presiden Joko Widodo menyatakan telah memesan Avigan dan Chloroquine untuk mengatasi coronavirus disease-2019 (Covid-19). Bersamaan dengan pengumuman itu, dua obat tersebut kini menjadi buruan masyarakat. Jawa Pos (JPG) kemarin menelusuri apotek-apotek yang menyediakan dua obat itu.

Seorang apoteker perempuan di Kelurahan Pondok Petir, Kota Depok, mengatakan bahwa beberapa hari terakhir banyak pembeli yang menanyakan obat itu. Khususnya Chloroquine. Seperti diketahui, Kota Depok ditetapkan menjadi salah satu kota merah kasus korona oleh Pemprov Jawa Barat. Namun, apotek tersebut tidak menjual obat Chloroquine maupun Avigan. Dia menegaskan, kalaupun menjual obat itu, pembelinya wajib menunjukkan resep dokter. Dia tidak melayani pembelian tanpa resep dokter.

Berapa harga Chloroquine? Ternyata sangat murah. Hanya Rp 10 ribu untuk satu setrip berisi 10 butir. Harga itu dijelaskan apoteker yang bekerja di Apotek RX dan Apotek KW di Pamulang, Tangerang Selatan. Apoteker di dua apotek itu kompak mengatakan bahwa tempatnya bekerja tidak punya stok obat Chloroquine. Apoteker di Apotek KW mengatakan sejak beberapa hari terakhir tidak mendapatkan stok. "Mungkin sudah disetop (pendistribusiannya, red) sama pemerintah. Kami tidak dikirimi distributornya," katanya.

Harga yang sangat murah itu berbanding terbalik dengan harga di aplikasi online. Di Tokopedia, misalnya. Ada yang menjual 10 tablet Chloroquine 250 mg seharga Rp 200 ribu. Di aplikasi Shopee, ada pelapak yang menjual Chloroquine 150 mg dengan harga Rp 350 ribu untuk satu setrip berisi 10 butir.

Dekan Fakultas Kedokteran Ari Fahrial Syam mengatakan, ada Chloroquine dalam kemasan botol dan setrip. "Avigan dan Chloroquine harus resep dokter. Pasien tidak boleh mengonsumsi secara mandiri," katanya.

Guru Besar Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Zullies Ikawati Apt menyatakan bahwa obat untuk Covid-19 itu belum teruji secara klinis. Sebab, penyakit tersebut merupakan jenis baru. Dengan demikian, pengobatannya menggunakan obat-obat yang sebelumnya dipakai untuk mengatasi penyakit sejenis.

"Mereka belajar dari flu unta, SARS, dan yang lainnya," ucap dia kemarin (22/3) saat dihubungi JPG.

Uji klinis diperlukan untuk melihat reaksi obat terhadap penyakit. Termasuk efek samping yang ditimbulkan. Untuk bisa disebut efektif menyembuhkan, uji klinis harus melibatkan subjek setidaknya 1.000 orang.

Sementara itu, pemerintah Cina dan AS menyebut bahwa Avigan dan Chloroquine cukup efektif mengatasi korona. Meski demikian, menurut Zullies, ada catatan mengenai penggunaan obat tersebut pada kasus Covid. Pemerintah Jepang sudah menyatakan bahwa Avigan tidak cocok digunakan bagi kasus Covid-19 yang parah. Sebab, ditengarai tidak memberikan dampak.

Di sisi lain, obat itu juga memiliki sejarah keberhasilan. Misalnya, pada kasus flu burung beberapa waktu lalu, Avigan digunakan untuk mengatasinya. Sementara itu, Chloroquine memiliki fungsi untuk mengatasi Covid-19 karena kandungan yang dimilikinya mampu mempersempit ruang gerak virus. Virus tersebut masuk ke tubuh melalui angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2). "Obat ini bisa mengikat enzim tersebut," tutur Zullies.

Selanjutnya, sifat basa pada Chloroquine juga memengaruhi virus tersebut. Zullies mengatakan, sifat basa bisa masuk ke sel dan membuat sel menjadi basa. Dengan begitu, replikasi virus atau pembentukan virus biologis selama proses infeksi di sel yang akan menjadi inangnya akan terhambat.  Meski demikian, Zullies melarang masyarakat membeli tanpa resep dokter. Sebab, obat tersebut tergolong obat keras. Takaran dan dosisnya harus terpantau.

"Ada efek samping. Misalnya, detak jantung tidak beraturan. Bisa juga menyebabkan gangguan penglihatan," ungkapnya.

Juru Bicara Pemerintah untuk Covid-19 Achmad Yurianto menegaskan bahwa masyarakat dilarang menyimpan Chloroquine. "Tidak dibenarkan kita simpan sendiri atau kita minum dengan konteks pencegahan. Sebab, secara keilmuan, tidak ada upaya pencegahan dengan meminum obat tertentu," jelasnya. Mengurangi dan menghindari kontak, kata Yuri, adalah pencegahan terbaik, selain menjaga imunitas tubuh.

"Agar tetap sehat, perlu melakukan aktivitas ringan di rumah. Bukan berarti sama sekali tidak melakukan aktivitas fisik. Ini juga bisa menurunkan imunitas tubuh," katanya.

Di pihak lain, Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga mengatakan, pihaknya bakal memasok Chloroquine dan Avigan untuk didistribusikan ke rumah sakit-rumah sakit rujukan. Chloroquine bahkan bisa diproduksi sendiri oleh BUMN melalui PT Kimia Farma.

"Sehingga pemerintah tidak perlu impor. Kalau untuk Avigan, memang belum diproduksi di Indonesia," ujar Arya kemarin.

Menurut Arya, mulai Sabtu (21/3) lalu Chloroquine mulai disebarkan ke rumah sakit-rumah sakit yang menjadi rujukan pemerintah.

"Pasokan akan diberikan terus sesuai kebutuhan dan permintaan," tambahnya.

Secara simbolis, Kementerian BUMN juga sudah menyerahkan obat Chloroquine kepada Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianto Saroso pada Sabtu lalu. "Ini hanya simbolis. Selain RSPI, obat diserahkan ke rumah sakit lain yang menjadi rujukan pasien korona," tegas Arya.

TNI Bawa Pulang 12 Ton Obat
Skuadron Udara 32 Wing 2 Pangkalan Udara TNI-AU Abdulrachman Saleh, Malang, Jawa Timur, menuntaskan tugas dari Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto. Mereka akan membawa obat-obatan dan logistik terkait penanganan wabah korona. Pesawat dijadwalkan mendarat dari Cina di Pangkalan TNI-AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, pagi ini.

Kemarin (22/3) pesawat Hercules C-130 nomor registrasi A-1333 sudah mendarat di Pangkalan Udara TNI-AU Raden Sadjad, Natuna, Kepulauan Riau. Lengkap dengan muatan peralatan kesehatan yang akan dipakai tenaga medis dari TNI dan Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengungkapkan, pesawat terbang membawa obat-obatan dari Shanghai menuju Jakarta. Pesawat melakukan sekali transit untuk mengisi bahan bakar di Ranai. "Besok (hari ini, red) landing di Halim sekitar pukul 9.30 WIB. Barang-barangnya menjadi tanggung jawab kepala gugus tugas sehingga akan digudangkan di Halim. Besok (hari ini, red) akan diterima Wamenhan dan Kasum TNI," jelas Hadi, kemarin (22/3).

Komandan Pangkalan Udara TNI-AU Raden Sadjad Kolonel Pnb Fairlyanto menyampaikan bahwa pesawat tersebut mendarat di Natuna pukul 09.25 WIB. Tidak ada kendala sepanjang perjalanan. "Pesawat landing dengan aman dan lancar," ungkap dia. Sebagaimana diperintahkan Menhan, pesawat yang bertolak dari Malang dua hari lalu (21/3) itu memuat beragam peralatan kesehatan. Ada juga tambahan 150 ribu test kit Covid-19. Dengan demikian, total muatan yang sebelumnya 9 ton bertambah menjadi 12 ton.(mia/wan/syn/c6/noe/jpg)

Laporan: JPG (Jakarta)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook