JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Badan Kehormatan (BK) DPD RI menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara terhadap dua orang anggotanya. Yakni senator asal Riau, Hj Maimanah Umar dan GKR Hemas dari Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ). Keduanya dijatuhi sanksi itu karena dinilai malas dan telah melanggar UU MD3, Tata Tertib DPD RI dan Kode Etik yang berlaku di DPD RI. Pemberhentian keduanya telah disampaikan dalam sidang peripurna, Kamis (20/12) lalu.
Mengutip keterangan Ketua BK DPD RI Mervin S Komber, Jumat (21/12), Hemas diberhentikan karena sudah lebih 6 kali tidak pernah menghadiri sidang paripurna DPD RI serta sudah melewati tahapan sanksi lainnya. “Berdasarkan hasil sidang etik dan juga keputusan pleno Badan Kehormatan DPD RI, telah ditemukan data 12 kali secara berturut-turut tidak menghadiri sidang paripurna,” kata Mervin.
Sanksi seperti Hemas juga diterima Maimanah. Ada juga senator lain yang menerima sanksi berupa teguran lisan maupun tertulis. Sanksi berbeda-beda sesuai tingkat kesalahannya. Menurut Mervin, BK DPD RI menjatuhkan saksi pemberhentian sementara kepada kedua senator itu karena terbukti telah melanggar UU MD3, Tata Tertib dan Kode Etik yang berlaku di DPD RI. Sebelumnya, BK sudah pernah memberikan sanksi peringatan lisan dan tertulis namun tidak ada perubahan.
Dijatuhinya hukuman untuk Maimanah dan Hemas ini diikuti dengan persyaratan pemulihan status sebagai anggota DPD RI. Yaitu berupa permintaan maaf secara lisan dan tertulis di sidang paripurna DPD RI dan juga wajib meminta maaf di media massa lokal dan nasional kepada masyarakat yang diwakilinya.
“Sanksi pemberhentian sementara tidak berlaku untuk Bu Hemas dan Bu Maimana hsaja. Sebelumnya senator Bali Arya Wedakarna juga sudah kena sanksi sama, dan beliau menjalani semuanya dan dipulihkan. Jadi berlaku sementara untuk semua,” tegas Mervin.
Langkah BK ini seiring dengan upaya penertiban anggota DPD agar bisa bekerja maksimal mewakili daerah pemilihannya memperjuangkan aspirasi daerah. BK tidak ingin uang rakyat dan amanah rakyat disia-siakan sehingga bisa menurunkan kepercayaan masyarakat kepada DPD secara kelembagaan.(fat)