JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Revisi Undang-Undang Nomor 12/1995 tentang Pemasyarakatan (RUU PAS) akan segera diketok. Sejumlah pasal dianggap meringankan dan melonggarkan sanksi bagi narapidana dalam menjalankan masa tahanannya. Di antaranya, pasal 9 dan 10 yang memberi hak rekreasi dan cuti bersyarat kepada napi.
Anggota Panitia Kerja (Panja) dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Muslim Ayub mengatakan, hak cuti bersyarat yang dilakukan narapidana bisa digunakan untuk keluar lapas dan pulang ke rumah hingga jalan-jalan ke mall. Namun itu dapat dilakukan dengan sejumlah syarat. Yakni harus diikuti oleh petugas lapas.
“Terserah kalau dia mau cuti di situ, mau dalam arti dia ke mall juga bisa. Namanya cuti. Namun, apapun yang napi lakukan itu didampingi oleh petugas lapas,” kata Muslim saat dikonfirmasi, Jumat (20/9).
Namun, dalam aturan penjelasan revisi UU PAS itu tidak dijelaskan secara rinci berapa lama waktu cuti dan masa rekreasi untuk para napi. Namun Muslim menyebut, akan ada turunan yakni peraturan pemerintah atau PP terkait teknis tersebut.
“Nanti diatur di peraturan pemerintahnya. Kita tidak bisa memastikan. Peraturan pemerintah ini akan keluar nanti dalam bentuk apa cuti itu, berapa lama, akan diatur nanti,” jelas Muslim.
Kendati demikian, aturan Revisi Undang-Undang Nomor 12/1995 tentang PAS ini disesalkan oleh beberapa elemen masyarakat. Salah satunya Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz yang menyayangkan aturan baru dalam RUU Pemasyarakatan.
Pasalnya, RUU Pemasyarakatan dan UU KPK yang baru aturan itu sangat menguntungkan napi korupsi. “Sangat jelas dan terang benderang, UU KPK dan UU Pemasyarakatan membawa masa kelam pemberantasan korupsi,” sesal Donal.
Oleh karena itu, Donal menilai produk hukum tersebut akan membawa dampak buruk kinerja pemberantasan korupsi. Koruptor dinilai akan semakin cepat keluar dari masa hukumannya.
“Dua produk hukum ini membuat koruptor semakin susah diproses, sementara yang terjerat semakin cepat untuk keluar,” pungkasnya.(jpg)