RP600 M APBD DIPANGKAS

DBH Migas Turun Rp2,6 T

Nasional | Rabu, 20 November 2019 - 10:02 WIB

DBH Migas Turun Rp2,6 T

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- BENARKAH produksi sumber daya alam (SDA) Riau dari sektor minyak dan gas (migas) terus merosot? Yang jelas, salah satu dampaknya dirasakan pada 2020 mendatang, di mana APBD Riau yang masih dalam pembahasan terus dikurangi. Dalam pekan ini sampai Rp600-an miliar harus dipangkas.

Memang Provinsi Riau pada tahun ini merasakan dampak berkurangnya pendapatan dari dana bagi hasil (DBH) migas. Tak tanggung-tanggung,angkanya sampai Rp2,6 triliun. Dari tahun 2019, Rp10,8 triliun menjadi Rp8,3 triliun tahun depan. Sehingga berpengaruh secara menyeluruh pada Daftar Isian Penggunaan Anggaran (DIPA) Riau 2020 sebesar Rp1,6 triliun menjadi Rp25,2 triliun tahun depan dari angka tahun ini Rp26,9 triliun.


Benarkah anjloknya DBH Migas berpengaruh karena penurunan produksi? Ketergantungan SDA memang sudah jauh hari Riau di-warning. Agar tidak lagi menggantungkan pendapatan dari migas. Bahkan sejak 2016 silam, H Arsyadjuliandi Rachman, Gubernur Riau saat itu, sengaja melirik sektor pariwisata. Sebagai langkah antisipasi sektor hulu migas yang memang membuat Riau terombang-ambing sejak harga minyak dunia yang tak karu-karuan sejak pengujung 2014.

"Memang sektor lain harus dikembangkan. Karena kalau bergantung pada minyak terus, akan berdampak pada struktur keuangan daerah," kata mantan Gubernur yang kini anggota DPR RI tersebut.

Menurutnya, menggerakkan seluruh sektor, selain migas harus menjadi sebuah hal yang dioptimalkan secara bersama-sama. Bukan saja Provinsi Riau, namun juga seluruh kabupaten/kota serta pelaku usaha di setiap sektor.

"Memulai sektor ekonomi kecil, harus dioptimalkan terus. Minyak dan gas tetap kita optimalkan, tapi jangan terpaku pada satu sektor itu saja. Pariwisata sudah dimulai, ekonomi kerakyatan harus digerakkan," paparnya.

Sebelumnya, pihak  Kemendagri RI dalam sebuah kegiatan di Pekanbaru pada April lalu juga mengingatkan hal serupa. Pusat menilai, Riau masih bergantung pada migas. Padahal, SDA itu akan habis dalam lima sampai sepuluh tahun ke depan. Apabila Pemprov tidak berupaya membuat inovasi lainnya ini akan jadi persoalan lain kemudian hari.

Hal ini disampaikan Inspektorat Jenderal Kemendagri RI Tumonggi Siregar dalam acara rapat koordinasi pembinaan otonomi daerah tahun 2019 dengan mengusung tema evaluasi dan pembinaan penyelenggaraan urusan pemerintah daerah dalam rangka mewujudkan otonomi daerah di Pekanbaru ketika itu.

"Pertumbuhan ekonomi tanpa migas masih kurang, pemprov masih bergantung dengan itu. Jadi jangan hanya bicara minyak atas dan bawah banyak. Kalau minyak jadi dibatasi oleh Eropa, mau ke mana lagi," katanya.

Disebutkan Tumonggi ketika itu kepada Riau Pos, ada beberapa faktor yang harus menjadi perhatian Riau dengan 12 kabupaten/ kota, karena pertumbuhan tanpa migas, aspek kesejahteraan, aspek pelayanan umum dan aspek daya saing daerah. Pasalnya, sudah banyak daerah yang kini berinovasi dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah, salah satunya Sumatera Utara berinovasi melalui pariwisata Danau Toba.

"Berpikir aspek nilai dikembangkan pariwisata. Tak bisa dipungkiri, kesejahteraan masyarakat dan ekonomi Riau selalu berhubungan dengan migas. Oleh karena itu, sebelum benar-benar habis SDA nya, pemerintah harus berpikir jauh ke depan.  Suatu saat habis minyak dan gas, nanti bingung. Sebelum bingung segera buat inovasi," bebernya.

Kaitan dengan sektor migas di mana Riau dengan seluruh kabupaten/kota menerima DBH yang sangat besar sebagai daerah penghasil, memang harus berbenah ketika kekuatan APBN harus dicicil sebagai dana transfer. Ditambah kabarnya muncul regulasi-regulasi baru dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI perihal perhitungan dana bagi hasil khususnya, sektor migas. Pihak Kemenkeu RI di Riau melalui Ditjen Perbendaharaan (DJPb) mengakui salah satu penyebab turunnya dana transfer di Riau antara lain DBH yang turun. Di mana secara umum DBH migas tahun 2020 turun dibanding 2019.

Hal ini disampaikan Kepala Kanwil DJPb Riau Bakhtaruddin melalui Kabid Pelaksana Anggaran DPJb Riau Zainal Abidin. "Memang pendapatan Riau berpengaruh besar dari transfer dana pusat, sampai angka 60-70 persen. DIPA transfer daerah untuk Riau memang tahun 2020 turun. Dari Rp26,9 triliun menjadi Rp25,2 triliun. Tapi turun naik itu biasa," ungkapnya.

Dijelaskan Zainal Abidin, turunnya DBH khususnya sektor migas disebabkan karena pada tahun 2020 ada kebijakan pengendalian alokasi DBH yang besarnya variatif. Di mana pengendalian ini dilakukan sebagai regulasi yang mendasari perhitungan dana bagi hasil, bukan saja ke Riau namun seluruh daerah di tanah air sebagai penerima.

"Jadi pengendalian dilakukan dengan membandingkan angka hitungan based on rencana penerimaan vs angka realisasi DBH 5 tahun terakhir. Kemudian sisa kebijakan pengendalian alokasi tadi menjadi selisih lebih yang akan di-adjusted based on realisasi penerimaan negara yang dibagihasilkan semester pertama (via APBNP atau PMK Perubahan alokasi) dan realisasi sampai dengan triwulan tiga based on PMK Perubahan alokasi," bebernya.(egp/rir/nda/ted)

>>> Selengkapnya Baca Koran Riau Pos









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook