JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) membahas tentang antisipasi pelonjakan kasus Covid-19 setelah adanya libur panjang dalam rapat terbatas di Jakarta, Senin (19/10).
Seperti diketahui, Rabu 28 Oktober pekan depan, tanggal merah libur Maulid Nabi Muhammad SAW. Kemudian disusul cuti bersama pada 29-30 Oktober (Kamis-Jumat). Sehingga ada kemungkinan masyarakat menjalani libur panjang mulai Rabu sampai Ahad dan mulai bekerja lagi Senin 2 November.
"Antisipasi libur panjang akhir Oktober 2020. Mengingat kita memiliki pengalaman libur panjang pada satu setengah bulan yang lalu," tuturnya.
Dalam libur panjang satu setengah bulan yang lalu, diikuti dengan kenaikan kasus baru Covid-19. Untuk itu Jokowi mengatakan perlu dibahas antisipasi supaya libur panjang tidak berdampak pada kasus Covid-19 di Indonesia. Apalagi saat ini sudah ada catatan positif kasus Covid-19. Misalnya kasus aktif di angka 17,69 persen, di bawah rata-rata dunia di angka 22,54 persen. Kemudian kasus sembuh 78,84 persen, naik dibandingkan bulan lalu yang tercatat 74,47 persen. Lalu angka kematian turun dari 3,94 persen di bulan lalu, menjadi 3,45 persen.
Usai rapat sejumlah menteri memberikan paparan hasil rapat tentang antisipasi libur panjang itu. Menko PMK Muhadjir Effendy mengatakan libur dan cuti bersama dalam rangka Maulid Nabi tetap berjalan.
"Jadi tidak ada perubahan," katanya. Dia menyampaikan pesan Presiden Jokowi supaya libur panjang tidak menjadi penyebab naiknya kasus Covid-19 di Indonesia.
Sementara itu Mendagri Tito Karnavian mengatakan dalam libur Maulid Nabi dan cuti bersama itu ada hari kejepit. Yaitu Senin dan Selasa (26-27 Oktober). Bisa jadi masyarakat mulai mengambil libur sejak hari Seninnya. Mantan Kapolri itu mengatakan lazimnya saat libur panjang masyarakat pulang ke kampung halaman. Selain itu juga ke tempat-tempat rekreasi. Yang di Jakarta dan sekitarnya liburan ke puncak Bogor atau sampai ke Bandung.
Tito mengingatkan masyarakat yang kampung halamannya masuk dalam zona merah Covid-19 sebaiknya tidak pulang kampung. "Lebih baik mungkin mengisi waktu di tempat (rumah, red) masing-masing. Beres-beres rumah atau tempat tinggal," katanya.
Selain itu Tito meminta masyarakat bisa menahan diri untuk tidak mendatangi kawasan atau tempat wisata yang berpotensi menyebabkan kerumunan. Kemudian untuk pengelola tempat wisata, bisa mulai mengatur kapasitas. Misalnya dibatasi hanya 30 persen atau 50 persen dari kapasitas.
Lalu untuk kepolisian diharapkan tidak mengeluarkan izin keramaian untuk kegiatan-kegiatan di tempat wisata yang berpotensi mengundang banyak orang. Seperti pentas musik atau sejenisnya. Dia menuturkan akan menggelar rapat khusus bersama kepala daerah membahas teknis antisipasi libur supaya tidak jadi pemicu Covid-19.
Tito juga mengatakan pada momen Maulid Nabi di sejumlah daerah biasanya menggelar ritual atau tradisi. Dia mengatakan sebaiknya tradisi itu digelar dengan tanpa mengundang keramaian.
"Bukan berarti tidak menghargai tradisi. Tetapi sekarang masih dalam kondisi pandemi," tuturnya.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengatakan dari pengalaman sebelumnya, libur panjang memicu peningkatan kasus Covid-19. Terutama pada saat libur panjang akhir Juli dan minggu ketiga Agustus lalu. Dia mengatakan kasus aktif Covid-19 yang sudah mulai turun, harus terus dipertahankan.
Terpisah, Epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengungkapkan, ada risiko kenaikan kasus pada masa long weekend. Sebab, ada potensi mobilisasi yang dilakukan oleh masyarakat. Merespons hal tersebut, kata dia, pemerintah harusnya lebih inovatif dan masif dalam sosialisasi protokol kesehatan.
"Karena ada ataupun tidak larangan bepergian, masyarakat pasti tetap akan pergi," ujarnya.
Dia mencontohkan, pemerintah dapat memberikan insentif bagi pengusaha tempat wisata. Misalnya, memberikan diskon keringanan pembayaran pajak bila protokol kesehatan berhasil diterapkan secara baik di lokasi wisatanya. Dengan begitu, pengusaha juga bisa lebih inovatif terhadap area wisata yang dikelola. Mereka juga tidak setengah-setengah dalam upaya mendisiplinkan protokol kesehatan di lokasi wisata.
"Pengusaha bisa berinovasi, dengan memberikan feedback tiket gratis bagi pengunjung yang selalu pakai masker, jaga jarak, dan cuci tangan misalnya," papar Pandu.
Menurutnya, upaya pencegahan penularan hanya dengan mengandalkan pelarangan bepergian kurang pas. Cara tersebut dinilai hanya ingin cari gampangnya saja. Padahal, harusnya pemerintah lebih inovatif untuk kurangi risiko.
Di samping itu, upaya ini juga bakal membuat sektor ekonomi dan kesehatan jalan bersamaan. "Jadi jangan hanya nyuruh liburan, ayo-ayo liburan tapi upaya agar 3M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan) tidak terlaksana di tempat wisata," keluhnya.
Sementara bagi masyarakat, ia berpesan agar protokol kesehatan wajib dipenuhi ketika berada di tempat wisata. Dia merekomendasikan agar masyarakat memilih ruang terbuka. Kemudian, hindari lokasi ramai dan banyak orang bermerumun.
"Kalau penuh ya cari tempat lain," tegasnya.
Dia menyadari, orang-orang mungkin sudah mulai burn out di rumah selama beberapa bulan. Karenanya, jika ingin bepergian maka pastikan selalu menggunakan masker, menjaga jarak, hindari keramaian, dan upayakan tidak banyak berbicara.
"Kalau itu dilakukan risiko rendah. Kalau gak diperhatikan ya risikonya tinggi," paparmya.
Pasalnya, penularan bukan hanya disebabkan oleh mobilitas tapi juga tidak dipatuhinya protokol kesehatan dengan baik dan benar. Dia mencontohkan kenaikan kasus di Bali. Meski sudah tidak ada liburan dari turis luar Bali, penularan tetap terjadi antarwarga setempat.
Aturan penerapan 3M ini juga wajib dipatuhi bagi yang masih suka jajan di luar. Pilih lokasi yang menyediakan ruang terbuka, sebab lokasi tertutup cenderung lebih berisiko terhadap penularan Covid-19. Selalu gunakan masker dan menjaga jarak antarmeja. Selesai makan dan minum, baiknya masker digunakan kembali. Obrolan pun disarankan untuk diminimalisasi.
"Di Eropa juga sudah diterapkan seperti itu," pungkasnya.(wan/mia/jpg)