JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Sidang dengan agenda pembacaan surat dakwaan untuk terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu pada Selasa (18/10) berlangsung sesuai rencana.
Di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Eliezer tampak tenang mendengarkan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
Isi dakwaan tersebut lebih kurang mirip dengan dakwaan Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf.
Melalui dakwaan tersebut, jaksa kembali menyampaikan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Eliezer bersama Ferdy Sambo terhadap Brigadir Polisi Nofriasnyah Yosua Hutabarat. Pemuda yang belakangan lebih sering disebut Bharada E itu menyatakan siap menembak Yosua setelah dirinya mendengar cerita dari Sambo. Yang intinya menyampaikan bahwa Yosua telah melecehkan Putri saat mereka berada di Magelang, Jawa Tengah.
Usai sidang, Bharada E kembali mengutarakan duka cita dan permohonan maaf kepada keluarga Yosua. "Untuk keluarga almarhum Bang Yos, bapak, ibu, Reza, serta seluruh keluarga besar Bang Yos, saya memohon maaf. Semoga permohonan maaf saya ini dapat diterima oleh pihak keluarga," ungkapnya.
Dia mengaku sangat menyesal lantaran telah menembak Yosua hingga meninggal dunia di rumah dinas Kepala Divisi Propam Polri, Komplek Polri Duren Tiga, Jaksel pada 8 Juli lalu. Sebagai seorang personel Polri, Bharada E menyatakan bahwa dirinya tidak bisa menolak perintah dari Sambo yang saat itu masih atasannya dengan pangkat jenderal bintang dua. "Saya hanyalah seorang anggota yang tidak memiliki kemampuan untuk menolak perintah dari seorang jenderal," kata dia.
Sebagaimana dakwaan JPU, Bharada E sempat dipanggil oleh Sambo untuk menanyakan perihal penembakan Yosua. Saat itu dengan tegas dia menjawab. "Siap komandan," ujar jaksa.
Usai mendengar dakwaan, Bharada E menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada kuasa hukumnya. Ronny Talapessy sebagai kuasa hukum Bharada E menyatakan bahwa ada beberapa catatan untuk dakwaan tersebut. Namun, dia dan timnya menilai dakwaan itu sudah cermat dan tepat. "Jadi, kami putuskan untuk tidak mengajukan eksepsi," jelasnya.
Adapun terkait catatan-catatan dalam dakwaan, pihaknya akan menyampaikan dalam proses pembuktian. Ronny tidak membantah tindakan Bharada E yang telah menembak Yosua. Namun, dia menekankan bahwa kliennya bertindak atas perintah atasan dengan latar belakang perwira tinggi bintang dua. "Ada yang namanya relasi kuasa. Bayangkan saja bharada tingkat dua berhadapan dengan jenderal," ujarnya.
Karena itu, dia tidak kaget bila Bharada E menyatakan tidak bisa menolak perintah Sambo untuk menembak Yosua. Selain itu, Ronny menyampaikan bahwa kliennya tidak memiliki mens rea untuk melakukan pembunuhan berencana. Dia menilai, keterlibatan kliennya dalam peristiwa di Duren Tiga atas komando Sambo. "Perlu kami tegaskan bahwa klien saya tidak terlibat dalam perencanaan (pembunuhan Yosua)," kata dia.
Hal itu bakal dia buktikan di persidangan dengan menghadirkan saksi-saksi yang meringankan bagi Bharada E. Dalam persidangan kemarin, Ronny sempat memohon agar majelis hakim lebih dulu memeriksa saksi-saksi atas nama Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf. Namun permintaan itu ditolak.
Ketua Majelis Hakim Wahyu Imam Santosa menyampaikan bahwa sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), saksi-saksi yang lebih dulu diperiksa oleh majelis hakim berasal dari korban, termasuk keluarga korban. Karena itu, Wahyu menyatakan bahwa pemeriksaan terhadap Sambo, Putri, Ricky, dan Kuat sebagai saksi untuk Bharada E tidak dilakukan dalam waktu dekat.(syn/jpg)