JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Rapat antara Menteri Agama Fachrul Razi bersama Komisi VIII malam tadi (18/6) menyoroti keputusan pembatalan penyelenggaraan haji 2020. Parlemen meminta Kemenag untuk merevisi payung hukum pembatalan penyelenggaraan rukun Islam kelima itu.
Wakil Ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzily menuturkan dalam rapat-rapat sebelumnya menyebutkan poin krusial dalam penyelenggaraan haji adalah landasan hukum. Dia mengatakan tidak tepat bahwa pembatalan haji hanya menggunakan payung hukum keputusan menteri agama (KMA). Sebab penyelenggaraan haji dilandasi oleh undang-undang. Kemudian biaya haji diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres).
"Bahkan harus ada Perppu (pembatalan haji, red)," jelas politikus Partai Golkar itu.
Selain itu, Ace juga keberatan untuk melanjutkan pembahasan realokasi anggaran haji di Kemenag sekitar Rp235 miliar. Dia menjelaskan realokasi anggaran itu baru bisa dibahas ketika landasan hukum pembatalan haji sudah tepat.
Anggota Komisi VIII John Kenedy Azis menuturkan ada daerah yang akan mengajukan kuota haji sendiri ke Pemerintah Arab Saudi. Dia menjelaskan tidak menutup kemungkinan juga ada travel atau biro penyelenggara haji yang mendapatkan kuota haji dari Arab Saudi. Apalagi sampai saat ini Arab Saudi belum memutuskan apakah menyelenggarakan haji 2020 atau tidak.
Menag Fachrul Razi menerima bahwa dirinya dianggap salah atas keluarnya keputusan pembatalan haji itu.
"Tapi kami tidak mengabaikan DPR," katanya. Dia bahkan mengatakan sampai akhir menjelang putusan pembatalan haji, telah mengutus Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) untuk komunikasi dengan DPR.
"Yang bersalah itu saya, bukan Kemenag. Tapi jangan dianggap saya meremehkan teman-teman di DPR," tuturnya. Fachrul juga mengatakan keputusan pembatalan haji 2020 tidak diambil secara tergesa-gesa. Dia bahkan mengatakan sudah berkonsultasi dengan Kementerian Hukum dan HAM terkait payung hukum pembatalan haji.(wan/jpg)