JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Polri menetapkan Mohamad Agung Hidayatulloh (MAH) sebagai tersangka. Polisi mengklaim pemuda 21 tahun yang sehari-hari berjualan es ciduk di Pasar Pintu, Dagangan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, tersebut berperan sebagai penyedia kanal di Telegram dengan nama akun Bjorkanism.
Juru Bicara Humas Polri Kombespol Ade Yaya menjelaskan, atas perbuatan MAH itu, pihaknya menduga bahwa pemuda asal Desa Banjarsari Kulon, Kabupaten Madiun, itu adalah bagian dari kelompok Bjorka. Melalui kanal di Telegram tersebut, polisi menduga MAH telah mengunggah sejumlah informasi yang berasal dari forum Breached. "Tersangka (MAH) pernah melakukan postingan (unggahan) di channel @Bjorkanism sebanyak tiga kali," kata Ade dalam konferensi pers, Jumat (16/9).
Postingan pertama diduga diunggah MAH pada 8 September 2022. Dalam postingan itu, ada kalimat "Stop being idiot (berhentilah menjadi idiot)". Kemudian, postingan kedua dilakukan pada 9 September 2022 dengan narasi "The next leaks will come from the President of Indonesia (Bocoran berikutnya datang dari Presiden Indonesia)".
Lalu, di unggahan ketiga pada 10 September 2022, MAH diduga mem-posting informasi Breached dengan narasi "To support people who are struggling by holding demonstration in Indonesia regarding the price fuel oil. I will publish MyPertamina database soon (Untuk mendukung mereka yang berjuang menghelat demonstrasi terkait kenaikan harga BBM. Saya akan membeberkan database saya terkait Pertamina segera)".
"Jadi, itu yang di-publish oleh tersangka tersebut (MAH)," ucap Ade.
Ade mengatakan, motif MAH yang oleh keluarga disebut tak punya komputer atau laptop itu menyediakan kanal berisi informasi tersebut adalah untuk membantu Bjorka menjadi terkenal. Selain itu, ada motif untuk mendapatkan uang. Dalam kasus tersebut, Polri mengamankan beberapa barang bukti. Di antaranya, satu buah SIM card seluler, dua unit handphone milik tersangka, dan satu lembar KTP atas nama MAH.
Di sisi lain, Kepala Divisi Hukum Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Andi M Rezaldi menyebut Ombudsman RI (ORI) dan Komnas HAM harus betul-betul mengawasi proses hukum yang dilakukan timsus terhadap MAH.
Sebab, tidak menutup kemungkinan jika timsus tidak bekerja secara profesional. "Karena ada desakan publik, jadi saya khawatir timsus ini bekerja secara terburu-buru dan tidak hati-hati," ujarnya.
KontraS pun siap mendampingi MAH untuk menjalani proses hukum tersebut. Andi menyatakan, pihaknya khawatir MAH menjadi korban salah tangkap atau korban rekayasa kasus seperti yang banyak terjadi di sejumlah daerah. "Karena kalau merujuk keterangan pihak keluarga (MAH, red), rasa-rasanya mustahil kalau MAH ini memiliki peranan dalam peretasan yang dilakukan Bjorka selama ini," ucap Andi.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Abdul Wachid Habibullah sepakat jika polisi terkesan tergesa-gesa dalam menangani kasus tersebut. Menurut dia, Polri seharusnya melakukan analisis mendalam sebelum melakukan tindakan pengamanan atau penetapan tersangka.
"Jangan-jangan mereka (polisi, red) langsung mengamankan orang tanpa ada bukti permulaan yang kuat," kata Wachid.
Pagi Pulang, Ditelepon Polisi Ambil HP, lalu Jadi Tersangka
Bukan main bingung dan cemasnya keluarga Mohamad Agung Hidayatulloh. Betapa tidak, polisi sempat memulangkan pemuda 21 tahun asal Desa Banjarsari Kulon, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, itu Jumat (16/9) pagi. Namun, sore harinya Agung ditetapkan sebagai tersangka kasus Bjorka.
Kini keluarga tak tahu persis keberadaan Agung. "Setelah Jumatan dia (Agung, red) pamit keluar, mungkin ke rumah teman," kata Jumanto, 54, ayah Agung, kepada Jawa Pos Radar Madiun (JPG).
Kemarin pagi Jumanto senang mendengar kabar anaknya pulang. Dia mendapat telepon dari Polsek Dagangan untuk menjemput. Sekitar pukul 09.30 WIB, dalam kondisi sehat Agung sampai di rumah bersama sejumlah polisi.
Hati Jumanto pun plong. Anaknya yang sehari-hari berjualan es ciduk dan ditangkap pada Rabu (14/9) petang serta diboyong ke Mabes Polri, Jakarta, pada Kamis (15/9) dini hari itu telah kembali. Tapi, rasa plong tersebut berubah menjadi kecemasan saat Agung yang pamit sekitar pukul 13.00 WIB tak kunjung pulang. Sekitar 1,5 jam kemudian, Polri mengumumkan Agung sebagai tersangka.
Kendati demikian, Jumanto mencoba berpikir positif. Dia yakin anaknya tidak mungkin ditangkap polisi lagi. "Ada surat pernyataan pembebasan," ujar Jumanto kendati enggan menunjukkan surat itu kepada wartawan.
Noviani, kakak Agung, mengatakan bahwa kemarin siang adiknya kembali dihubungi polisi. Tidak lama berselang, Agung pamit hendak mengambil handphone (HP) di kantor polisi. Namun, Noviani tidak tahu persis kantor polisi yang dimaksud. "HP-nya yang lama diminta polisi, kemudian diberi uang Rp5 juta untuk beli HP baru," ungkapnya.
Sejumlah awak media nyaris seharian kemarin berada di rumah Agung. Hingga malam, pihak keluarga belum mengetahui pasti keberadaannya.
"Kami sekeluarga mohon maaf jika Agung salah. Semoga semua cepat selesai dan adik saya bisa beraktivitas lagi seperti biasa," harap Noviani. (mg3/den/c1/isd/c9/tyo/c17/ttg/jpg)
Laporan JPG, Jakarta