JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- DPR telah mengesahkan rancangan perubahan Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) menjadi undang-undang. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H Laoly mengatakan, dengan disahkannya rancangan tersebut menjadi undang-undang, maka KPK perlu mendapat izin dari Dewan Pengawas untuk melakukan penyadapan.
“Kalau merujuk di semua negara yang menghargai HAM itu harus melalui keputusan pengadilan,” ujar Yasonna di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (17/9).
Menurut Yasonna, peraturan di Indonesia sedikit berbeda. Jika di negara lain kegiatan penyadapan harus mengantongi izin dari pengadilan, maka di Indonesia lembaga antirasuah cukup meminta izin ke Dewan Pengawas.
“Misalnya harus izin ke pengadilan. KPK cukup memperloleh izin dari Dewan Pengawas untuk menjaga kerahasiaan,” katanya.
Namun, kendati telah disahkan menjadi undang-undang, salah seorang pimpinan KPK terpilih yakni Alexander Marwata menilai, meminta izin ke Dewan Pengawas sebelum penyadapan terlalu berbelit-belit. “Misalnya dalam setiap melakukan penyadapan harus izin, itu malah ribet. Penggeledahan harus izin, itu ribet,” ujar Alexander.
Alexander berpendapat, harusnya tugas dan fungsi Dewan Pengawas hanyalah mengawasi agar KPK berjalan sebagaimana mestinya. Pengawasan semacam ini tidak termasuk otoritas untuk memberikan izin penyadapan.
“Tetapi kalau Dewan Pengawas itu ingin melihat atau memastikan apakah penyadapan, apakah penggeledahan, apakah penyitaan itu proper, sudah tepat, silakan dilakukan pengawasan,” katanya.
Berikut ketentuan soal penyadapan yang diatur UU KPK perubahan.
Pasal 12B
(1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Ayat (1) dilaksanakan setelah mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas.
(2) Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilaksanakan berdasarkan permintaan secara tertulis dari Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.
(3) Dewan Pengawas dapat memberikan izin tertulis terhadap permintaan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) paling lama 1×24 jam terhitung sejak permintaan diajukan.
(4) Dalam hal pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada Ayat (3), penyadapan dilakukan paling lama 6 bulan terhitung sejak izin tertulis diterima dan dapat diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu yang sama.
Pasal 12C
(1) Penyelidik dan penyidik melaporkan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Ayat (1) yang sedang berlangsung kepada Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi secara berkala.
(2) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Ayat (1) yang telah selesai dilaksanakan harus dipertanggungjawabkan kepada Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Dewan Pengawas paling lambat 14 hari kerja terhitung sejak penyadapan selesai dilaksanakan.
Pasal 12D
(1) Hasil penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Ayat (1) bersifat rahasia dan hanya untuk kepentingan peradilan dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(2) Hasil penyadapan yang tidak terkait dengan tindak pidana korupsi yang sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi wajib dimusnahkan seketika.
(3) Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) tidak dilaksanakan, pejabat dan/atau orang yang menyimpan hasil penyadapan dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal