JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Indonesia dan Jepang terus menjalin kerja sama dalam pengembangan industri otomotif, termasuk mobil listrik (moblis). Kerja sama yang dijalin, antara lain, sharing kebijakan kendaraan listrik dan pengembangan industri baterai.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Harjanto menjelaskan bahwa kerja sama tersebut diwujudkan melalui sinergi antara Kementerian Perindustrian serta Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Perindustrian Jepang.
Harjanto menuturkan, dua negara saling berbagi mengenai standardisasi dan regulasi teknis yang diimplementasikan di dua negara. Salah satunya adalah pemanfaatan energi baru terbarukan (biofuel).
"Kami juga mendapatkan input dari mereka, khususnya untuk implementasi B30. Misalnya, mereka memberikan masukan tentang bagaimana mendapatkan fuel yang berkualitas lebih baik," ujarnya akhir pekan lalu.
Menurut Harjanto, dua pihak juga membicarakan investasi dan insentif untuk pengembangan industri kendaraan listrik. Apalagi, Indonesia dan Jepang telah lama menjadi mitra strategis dalam menjalin kerja sama ekonomi. Di sektor alat transportasi, Jepang merupakan investor terbesar di Indonesia sampai triwulan III 2019 dengan nilai Rp 7,46 triliun.
Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara menyatakan bahwa Indonesia memang perlu bekerja sama dengan pihak lain yang sudah berhasil memasalkan kendaraan listrik di negaranya.
Selain itu, kerja sama dengan Jepang disebut positif karena Jepang merupakan negara yang memiliki minat tinggi untuk berinvestasi di sektor otomotif Indonesia.
Kukuh menyebutkan bahwa Indonesia memiliki isu yang tak kalah penting untuk mengomersialkan kendaraan listrik, yaitu tingginya harga mobil listrik. "LCGC (mobil murah ramah lingkungan)," ujarnya.(agf/c20/oki/das)
Laporan JPG, Jakarta