Mendag Minta Doa, RI Bisa Menang Gugat WTO soal Kelapa Sawit

Nasional | Jumat, 13 Oktober 2023 - 16:05 WIB

Mendag Minta Doa, RI Bisa Menang Gugat WTO soal Kelapa Sawit
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau Zulhas (tengah) usai peluncuran Bursa CPO di Hotel Mulia Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (13/10). (NURUL FITRIANA/JAWAPOS.COM)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan atau Zulhas meminta doa dan dukungan agar RI bisa menang dalam gugatan terhadap Uni Eropa (UE) di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) soal diskriminasi produk kelapa sawit Indonesia.

Zulhas menyebut, pengumuman hasil gugatan WTO akan bisa diketahui pada akhir tahun ini atau Desember mendatang. Menurutnya, gugatan WTO tersebut dilakukan pemerintah guna membela seluruh pelaku usaha dan kepentingan negara.


"Kita menggugat WTO, dukung dan doakan biar kita menang. Pemerintah harus hadir dan all out, bukan membela bapak satu-satu, tapi ini membela kepentingan merah putih, kepentingan kita," kata Zulhas dalam peluncuran Bursa CPO di Hotel Mulia Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (13/10).

"Doakan saja mudah-mudahan nanti Desember, kan hasilnya, mudah-mudahan kita menang," sambungnya.

Mengutip laman resmi Kemendag, pada tahun 2019, Pemerintah Indonesia melalui Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa, Swiss resmi mengajukan gugatan terhadap Uni Eropa (UE) di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO), pada 9 Desember 2019.

Gugatan diajukan terhadap kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) dan Delegated egulation UE. Kebijakan-kebijakan tersebut dianggap mendiskriminasikan produk kelapa sawit Indonesia.

Keputusan ini dilakukan setelah melakukan pertemuan di dalam negeri dengan asosiasi/pelaku usaha produk kelapa sawit dan setelah melalui kajian ilmiah, serta konsultasi ke semua pemangku kepentingan sektor kelapa sawit dan turunannya.

Gugatan ini dilakukan sebagai keseriusan Pemerintah Indonesia dalam melawan diskriminasi yang dilakukan UE melalui kebijakan RED II dan Delegated Regulation.

Kebijakan-kebijakan tersebut dianggap mendiskriminasi produk kelapa sawit karena membatasi akses pasar minyak kelapa sawit dan biofuel berbasis minyak kelapa sawit. Diskriminasi dimaksud berdampak negatif terhadap ekspor produk kelapa sawit Indonesia di pasar UE.

Melalui kebijakan RED II, UE mewajibkan mulai tahun 2020 hingga tahun 2030 penggunaan bahan bakar di UE berasal dari energi yang dapat diperbarui. Selanjutnya, Delegated Regulation yang merupakan aturan pelaksana RED II mengategorikan minyak kelapa sawit ke dalam kategori komoditas yang memiliki Indirect Land Use Change (ILUC) berisiko tinggi.

Akibatnya, biofuel berbahan baku minyak kelapa sawit tidak termasuk dalam target energi terbarukan UE, termasuk minyak kelapa sawit Indonesia. Pemerintah Indonesia keberatan dengan dihapuskannya penggunaan biofuel dari minyak kelapa sawit oleh UE.

Selain akan berdampak negatif pada ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke UE, juga akan memberikan citra yang buruk untuk produk kelapa sawit di perdagangan global. Dalam hal itu, Pemerintah Indonesia telah menyampaikan keberatan atas kebijakan UE ini di berbagai forum bilateral, baik dalam Working Group on Trade and Investment Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) dan pertemuan Technical Barriers to Trade Committee di WTO.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi

 

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook