LEMBAGA PENDIDIKAN MULAI GELAR MPLS

Kompak Awali Tahun Ajaran Baru Secara Virtual

Nasional | Selasa, 13 Juli 2021 - 10:06 WIB

Kompak Awali Tahun Ajaran Baru Secara Virtual
Zainut Tauhid Saadi (INTERNET)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Lembaga pendidikan di wilayah pemberlakuan PPKM darurat kompak mengawali tahun pelajaran baru kemarin (12/7) secara virtual. Tidak ditemukan adanya laporan sekolah maupun madrasah yang nekat menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) khususnya di Jawa dan Bali.

Dibanding rekannya, M Nor Prayoga, Praswad menerima hukuman lebih berat. Yakni potong gaji 10 persen selama enam bulan. Sementara Prayoga hanya dijatuhi hukuman ringan berupa teguran tertulis I dengan masa berlaku 3 bulan.


Praswad dan Prayoga merupakan penyidik yang menangani perkara suap terkait pengadaan sembako bantuan sosial (bansos) Covid-19 di wilayah Jabodetabek tahun lalu. Keduanya dilaporkan oleh Agustri Yogasmara alias Yogas, salah satu saksi perkara bansos yang menjadi operator anggota DPR Ihsan Yunus. Yogas melaporkan dugaan perundungan dan pelecehan yang dilakukan kedua penyidik itu.

Dalam putusan sidang etik yang dibacakan ketua majelis Harjono menyebutkan bahwa kedua penyidik tersebut bersalah melakukan perundungan dan pelecehan terhadap pihak lain di dalam dan di luar lingkungan kerja. Perundungan itu melanggar kode etik dan pedoman perilaku pasal 6 ayat 2 huruf b Peraturan Dewas Nomor 2/2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.

Dalam membuat keputusan, dewas menimbang bahwa hal yang memberatkan para terperiksa adalah keduanya merupakan penyidik dan telah menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan oleh pimpinan. Sedangkan hal yang meringankan adalah keduanya mengakui terus terang akan perbuatan mereka.

"Terperiksa 2 menyatakan sangat menyesal atas perbuatannya dan mengaku tidak akan mengulangi lagi," kata Harjono.

Terlepas dari putusan tersebut, sosok Praswad yang dihukum potong gaji itu cukup menarik perhatian publik. Pasalnya, penyidik asal Lampung tersebut masuk dalam daftar 75 pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK). Artinya, per 1 November nanti pria yang akrab disapa Abung itu resmi hengkang dari KPK. Sementara hukuman etik dari dewas berlaku selama 6 bulan atau berlaku sampai Desember

"Memang agak aneh putusan dewas ini," kata Praswad saat dikonfirmasi terkait putusan potong gaji yang berlaku melebihi masa aktifnya di KPK.

Praswad menyebut laporan dugaan etik yang dituduhkan kepada dirinya sudah menjadi risiko membongkar kasus suap bansos. Hukuman etik itu, kata dia, tidak sebanding dengan penderitaan korban korupsi bansos Covid-19. "Kami menilai ini (laporan dugaan pelanggaran etik, red) adalah serangan balik (dari koruptor, red)," paparnya.

Mengenai putusan, Praswad menilai dewas tidak menangkap secara utuh konteks kejadian yang menjadi dasar pelaporan. Khususnya berkaitan dengan suasana dan intonasi saat komunikasi dengan saksi Yogas dilakukan. Dan kejadian 3-4 jam sebelum komunikasi tersebut dilakukan.

"Kami memberikan peringatan (kepada Yogas) agar tidak melanggar pasal pemidanaan karena memberikan keterangan yang tidak sesuai barang bukti," jelasnya.

Peringatan itu, kata Praswad, merupakan teknik interogasi penyidikan untuk mendapatkan keterangan saksi. Sekaligus langkah untuk menghentikan ancaman yang dilakukan Yogas terhadap saksi-saksi lain.

"Kami berharap agar tidak ada lagi rekan-rekan kami lainnya, baik pegawai maupun para penyidik KPK yang menjadi korban atas upaya dan perjuangannya membongkar perkara megakorupsi," tuturnya.(tyo/jpg)

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook