DUA PROVINSI MASIH KESULITAN COLD CHAIN

Hari Ini Vaksinasi, Masih Ada Penolakan

Nasional | Rabu, 13 Januari 2021 - 09:09 WIB

Hari Ini Vaksinasi, Masih Ada Penolakan
Budi Gunadi Sadikin (Menteri Kesehatan)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- HARI ini (13/1) Presiden Joko Widodo dijadwalkan menerima vaksin Covid-19 dari Sinovac. Dorongan untuk melakukan vaksinasi Covid-19 di seluruh daerah terus dilakukan oleh berbagai pihak. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa tak hanya vaksinasi saja yang menjadi fokusnya.

"Saya ditugasi Bapak Presiden untuk mengatasi vaksinasi dan pandemi ini," kata Budi, Selasa (12/1) saat rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, kemarin (12/1).


Dia menyatakan vaksin menjadi rebutan bagi seluruh negara. Sebab ada 7,8 miliar dan ditargetkan 70 persen divaksinasi. Jika harus divaksin dengan dua dosis, maka dibutuhkan 11 miliar vaksin. Padahal produksi vaksin di dunia hanya 6,2 juta dosis vaksin. Itu pun bukan hanya vaksin Covid-19 namun juga vaksin lainnya.

Pemerintah Indonesia berhasil mengamankan 270 juta dosis. Sementara kebutuhannya adalah 426 juta dosis. "Kami tengah finalisasi dengan Pfizer," bebernya. Sementara penjadwalan vaksinasi menurut Budi akan dinamis. Dikarenakan ada beberapa negara lockdown.

Yang menjadi persoalan saat ini adalah cold chain atau rantai dingin. Budi mengatakan saat ini baru 1,2 juta vaksin yang didistribusikan. Dari jumlah itu ada delapan provinsi yang masih kewalahan dalam menyimpan dan mendistribusikan ke kabupaten/kota. "Ini merupakan hambatan. Baru 1,2 juta saja tidak mampu," ungkapnya.

Untuk itu pihaknya terus berkomunikasi dengan pemerintah daerah. Hingga kemarin tinggal dua daerah yang belum selesai distribusi vaksinnya. Kapasitas penyimpanan rantai dingin mereka belum cukup. Dalam vaksinasi ini, pemerintah mempersiapkan infrastruktur satu data penerima vaksinasi. Tujuannya agar menghasilkan data yang akurat. Untuk mendukung kerja tersebut, pemerintah menunjuk dua BUMN, yakni PT Telekomunisasi Indonesia dan PT Bio Farma. Sistem integrasi data ini akan menghasilkan data dalam bentuk by name by address dari berbagai sumber guna menghindari data sasaran ganda. Dari data tersebut, selanjutnya pemerintah memetakan dan mendistribusikan vaksin berdasarkan kebutuhan vaksin per kabupaten/kota.

Kemarin Surat Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Penyelenggaraan Sistem Informasi Satu Data Vaksinasi Sistem Informasi Satu Data Vaksinasi Covid-19 ditandatangani di Kemenkes. Budi menjabarkan bahwa data yang akurat sangatlah penting. Dirinya berharap melalui kolaborasi integrasi data, bisa digunakan untuk mengatasi ketidaksinkronan data.

Menteri Komunikasi dan Informatika, Jhony G Plate menuturkan penandatanaganan SKB ini sebagai landasan hukum untuk menjamin dan memastikan perlindungan data pribadi penerima vaksinasi.  Program vaksinasi tahap pertama rencananya akan mulai disuntikkan pada hari ini. Sebagai tahap awal persiapan vaksinasi, pemerintah telah melakukan validasi data dengan mengirimkan SMS Blast undangan vaksinasi kepada 1,3 juta kelompok prioritas penerima vaksinasi.

"Mulai hari ini (kemarin, red) dan bahkan sampai besok (hari ini, red) akan dilakukan SMS Blast untuk menjangkau para nakes yang akan segera mengikuti proses vaksinasi," imbuhnya.

Setelah menerima pemberitahuan, sasaran selanjutnya diminta untuk registasi ulang dan melakukan verifikasi guna memastikan kesesuaian data. Sasaran juga dapat mengecek ulang data mereka melalui aplikasi PeduliLindungi.

Di kesempatan lain, Deputi Protokol Pers dan Media Sekretaris Negara Bey Machmudin menyatakan bahwa penyuntikan vaksin untuk Presiden Jokowi akan dilakukan pagi hari ini.

"Kami sedang mempersiapkan dan berkoordinasi dengan Kemenkes untuk pengaturan tata cara vaksinasi," katanya kemarin.

Dia enggan untuk membeberkan lebih lanjut rencana vaksinasi perdana yang dilakukan hari ini. Sementara itu pakar epidemologi Universitas Indonesia (UI) Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan sampai saat ini bisa dipastikan masa aktif vaksin Sinovac di dalam tubuh manusia. Apakah enam bulan, sembilan bulan, satu tahun, bahkan 18 bulan. Sebab menurut dia perlu untuk melakukan kajian soal masa aktif vaksin tersebut di dalam tubuh manusia. Untuk itu dia berharap jarak vaksinasinya tidak sampai panjang-panjang. Misalnya jarak antara vaksinasi periode Maret atau April, tidak perlu sampai menunggu Desember untuk melakukan vaksinasi kembali.

Dia mengakui bahwa pengadaan vaksin tergantung dengan ketersediaan di pasar internasional. Tetapi dia berharap dengan tingkat efikasi mencapai 65 persen lebih, vaksin Covid-19 produksi Sinovac bisa melindungi masyarakat Indonesia.

"Kalau efikasinya kurang dari 50 persen itu tidak efektif," jelasnya.

Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian mengingatkan kepala daerah untuk tetap mengawasi penegakkan protokol kesehatan di wilayahnya. Untuk itu, dia meminta agar evaluasi pelaksanaan prokes di lapangan tetap terus dilakukan.  "Daerah-daerah tersebut harus lebih mengintensifkan kembali penerapannya," ujarnya.

Di samping, lanjut dia, pemda juga harus memastikan sistem dan manajemen penanganan kasus positif seperti  tracing tetap diperketat. Termasuk perbaikan fasilitas kesehatan seperti menambah ruang ICU, tempat tidur dan tempat karatina. Apalagi, saat ini pelaksanaan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) masih berlangsung hingga 25 Januari mendatang. Dia berpesan agar PPKM dapat dievaluasi secara harian hingga mingguan dengan melibatkan stakeholder terkait.

Tito juga mengingatkan kepala daerah yang wilayahnya tidak termasuk dalam pemberlakuan PPKM tidak lantas lengah. Sebaliknya, pengaturan pembatasan untuk meningkatkan sosialisasi dan penegakan hukum terhadap pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 tetap dilakukan.

"Optimalkan kembali posko satgas Covid-19 di tingkat Provinsi hingga Desa," tuturnya. Khusus untuk desa, dia menyebut pemerintah desa dapat mengalokasikan dana desa untuk pencegahan Covid-19 selama penggunaan dapat dipertanggungjawabkan.

Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas meminta kepada seluruh umat beragama untuk tidak ragu mengikuti program vaksinasi Covid-19. Khususnya kepada umat beragama yang ditetapkan sesuai dengan kriteria dan persyaratan aspek kesehatan untuk divaksin.

"Terutama untuk umat Islam. Sudah ada fatwa halal dan suci dari MUI (Majelis Ulama Indonesia, red). Sudah disampaikan oleh Komisi Fatwa MUI," katanya di kompleks Bandara Soekarno Hatta kemarin.

Yaqut menjelaskan hasil kajian Komisi Fatwa MUI di antaranya menyebutkan pembuatan vaksin Covid-19 oleh Sinovac tidak memanfaatkan atau tercemar babi atau turunannya. Kemudian pembuatan vaksin Covid-19 itu juga tidak memanfaatkan bagian tubuh manusia.

"Yang ketiga bersentuhan dengan najis mutawasitah (najis tingkat sedang, red) tetapi sudah dilakukan penyucian. Sehingga produk vaksin tersebut dinyatakan suci," kata Yaqut.

Selain itu MUI juga menyatakan fasilitas produksi yang digunakan untuk pembuatan vaksin Covid-19 oleh Sinovac, tidak digunakan untuk produk vaksin-vaksin lainnya. Sehingga lebih terjamin kesuciannya. Menyambut pelaksanaan vaksinasi Covid-19, MUI mengeluarkan tausiyah kemarin (12/1). Ketua Umum MUI Miftachul Akhyar menyampaikan sejumlah pesan. Di antaranya MUI mendukung program vaksinasi Covid-19 yang menggunakan vaksin halal. Pertimbangannya sebagai salah satu upaya mencegah terjadinya penularan Covid-19.

"MUI mengapresiasi atas konsens pemerintah dalam upaya menyediakan vaksin yang halal dan thayyib. Kemudian MUI mendorong seluruh elemen masyarakat, khususnya umat Islam, untuk mengikuti program vaksinasi. Dengan menggunakan vaksin yang halal dan thayyib atau baik," ujarnya.

Selain itu MUI juga meminta pemerintah melakukan sosialisasi serta edukasi kepada masyarakat. Khususnya soal manfaat dan pentingnya vaksinasi untuk memutus mata rantai penularan Covid-19.

"Sosialisasi dan edukasi perlu dilakukan secara persuasif, melibatkan seluruh elemen dari berbagai latar belakang," kata Miftachul.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) juga tengah memantau proses vaksinasi di semua negara lokasi WNI berada. Hal ini untuk memastikan kebijakan yang diterapkan oleh negara tersebut terkait vaksinasi Covid-19.

Juru Bicara Kemenlu Teuku Faizazsyah  mengungkapkan, vaksinasi bagi WNI luar negeri (LN) lazimnya menyesuaikan kebijakan di negara setempat. Bila negara terebut memiliki kebijakan vaksinasi gratis, maka WNI dipastikan akan mendapatkan vaksin di sana.

"Bila residence atau tercover dengan asuransi lazimnya divaksin," tuturnya, kemarin (12/1).

Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Kemenlu Andy Rachmianto menambahkan, pemberian vaksin bagi WNI di luar negeri akan tergantung pada kebijakan vaksininasi di negara-negara di mana mereka tinggal. Selain itu juga akan mempertimbangkan asas resiprositas. Artinya, jika negara tersebut memberikan vaksin gratis bagi WNI di sana, maka Indonesia juga akan melakukan hal serupa untuk warga negaranya di Tanah Air.

Saat ini dari pantauan Kemenlu, belum banyak negara yang menyelenggarakan vaksinasi. Dari 193 negara anggota PBB, baru sekitar 10-15 persen negara yang sudah mulai program vaksinasi Covid-19-nya.  Lalu, bagaimana bila negara tersebut tidak menerapkan kebijakan vaksinasi gratis bagi WN asing? Andy memastikan, bahwa WNI akan tetap mendapatkan vaksin sesuai dengan instruksi Presiden Jokowi soal vaksin gratis untuk semua. Namun, menurutnya, saat ini, program vaksinasi pemerintah akan difokuskan untuk di dalam negeri dengan timeline yang pernah dibeberkan oleh menkes pada periode 12 bulan ke depan.

"Untuk WNI di luar negeri belum masuk dalam timeline tersebut. Mungkin pada periode berikutnya," paparnya.

Pemberian vaksin ini pun tak hanya akan menyasar WNI legal. Bagi mereka yang non procedural juga bakal memperolehnya, seperti bantuan logistik yang disalurkan Kemenlu di awal-awal pandemic Covid-19.  "Bantuan logistik kita berikan kepada seluruh WNI tanpa membedakan status mereka. Demikian pula nanti untuk program vaksinasi," tegasnya.

Pemerintah sendiri sudah menyiapkan dana sekitar Rp156 miliar untuk perlindungan WNI di luar negeri. Dana ini yang nantinya akan digunakan pula dalam membantu fasilitasi program vaksinasi bagi WNI jika diperlukan.  Dihubungi terpisah, Konjen RI di Jeddah Eko Hartono mengungkapkan, bahwa Arab Saudi telah mengumumkan program vaksinasi gratis bagi masyarakat Saudi dan para expats di sana. Dirinya pun telah divaksin 2 hari lalu.  "Tidak ada (kejadian ikutan pascaimunisasi, red) Ahamdulillah hehe," ujarnya.

Ditemui di tempat terpisah, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menegaskan agar pemerintah juga memperhatikan batasan-batasan pemberian vaksin. Yang dia maksud adalah masyarakat atau calon penerima vaksin yang mungkin memiliki kriteria atau kondisi tertentu, sehingga dosis vaksin yang bakal diberikan harus disesuaikan.

Politikus Gerindra itu menilai bahwa setiap orang punya kondisi atau rekam jejak kesehatan yang berbeda-beda. Selain itu, kondisi fisik juga dipengaruhi umur atau lingkungan. Karena itu dia meminta pemerintah memperhatikan latar belakang dari penerima vaksin tersebut sebelum menyuntikkan vaksin agar cairan yang diberikan tidak membahayakan.

"Dalam vaksin tersebut juga ada batasan-batasan yang secara medis (membedakan) mana yang boleh, mana yang tidak boleh. Kita minta dipantau ke seluruh daerah bahwa parameter itu harus dipatuhi," tegasnya di Gedung Nusantara III DPR kemarin.(lyn/far/wan/mia/deb/ted)

Laporan: JPG (Jakarta)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook