BUKITTINGGI (RIAUPOS.CO) — Zulhendra, salah satu kandidat calon Wali Nagari di Kabupaten Agam mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Bukittinggi karena didiskualifikasi oleh Panitia Pemilihan Wali Nagari (Pilwana). Ia dinyatakan tidak memenuhi syarat karena terganjal surat Kerapatan Adat Nagari (KAN) Panampuang yang menyebut dirinya sedang menjalani sanksi adat.
Zulhendra lalu menggugat KAN Panampuang dan Panitia Pilwana ke PN Bukittinggi. Bahkan, Zulhendra bersama kuasa hukumnya meminta PN menghukum para tergugat untuk membayar ganti rugi materil sebesar Rp325.880.000, dan ganti rugi moril sebesar Rp1.000.005.500 (satu miliar rupiah lebih).
Tidak hanya KAN dan Panitia Pilwana, Zulhendra yang pernah menjabat Wali Nagari Panampuang periode 2014-2020 juga mengajukan gugatan perdata terhadap Niniak Mamak serta Ketua BAMUS Nagari Panampuang periode 2020-2026. Iskandar Khalil, selaku Kuasa Hukum Zulhendra sebagai penggugat menjelaskan, gugatan perdata ini diajukan dengan alasan menyebabkan hilangnya hak konstitusi untuk maju sebagai calon Wali Nagari Panampuang periode 2021-2027.
Dalam gugatan perdata dengan perkara nomor 39/Pdt.G/2021/PN.Bkt yang dibacakan pada sidang Selasa (9/11) dijelaskan bahwa pada tahun 2018 Niniak Mamak dan Ketua KAN Panampuang mengeluarkan surat keputusan yang menyatakan bahwa penggugat melanggar adat. Lalu, pada tahun 2021 Niniak Mamak kembali mengeluarkan hasil musyawarah yang menyatakan bahwa penggugat tidak boleh menjadi calon Wali Nagari.
"Surat itu dijadikan sebagai dasar oleh Panitia Pilwana untuk menyatakan Zulhendra tidak memenuhi persyaratan sebagai calon Wali Nagari," ujar Iskandar.
Lebih lanjut Iskandar Khalil menyatakan kliennya tidak pernah merasa melakukan pelanggaran adat dan tidak pernah disidangkan secara adat oleh KAN.
"Keputusan tersebut bersifat sepihak, apalagi hasil musyawarah yang dikeluarkan oleh Niniak mamak tanggal 7 Juni 2021 bersifat tendensius dan bermuatan politis untuk menjegal klien kami untuk maju sebagai calon Wali Nagari," tegasnya.
"Ini namanya menghilangkan hak politik, padahal pengadilan negeri telah mengeluarkan surat keterangan tidak dicabut hak pilihnya, dan secara aturan klien kami sudah melengkapi persyaratan yang diatur, apalagi klien kami merupakan calon petahana, jelas ini bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi dan UUD 1945," tambah Ketua Cabang Peradi Kota Bukittinggi ini.
Saat dikonfirmasi kepada Zulhendra, dia mengatakan dirinya merasa dizalimi oleh perbuatan para tergugat.
"Saya dituduh melanggar adat secara sepihak oleh KAN, saya tidak melakukannya. Sebenarnya ini pun telah diselesaikan oleh salah seorang Niniak Mamak Nagari Panampuang yang ketika itu menjabat sebagai Pj Bupati Agam pada tahun 2020, serta menyerahkan sejumlah uang kepada Ketua KAN, dan saya pun sudah bersalaman dan berpelukan dengan Ketua KAN di hadapan Kepala DPMN Kabupaten Agam serta Camat Ampek Angkek dan Pj Wali Nagari Panampuang," katanya.
"Entah mengapa saat proses tahapan Piliwana Panampuang 2021 ini, Niniak Mamak dan KAN kembali mengeluarkan surat yang menyatakan saya tidak boleh menjadi calon Wali Nagari. Lucunya kenapa baru sekarang dipermasalahkan setelah satu tahun saya mengakhiri masa jabatan, jelas ini penjegalan saya untuk maju lagi sebagai calon Wali Nagari. Saya mengajukan gugatan ini untuk membersihkan nama baik saya,"ungkap Zulhendra.
Menanggapi hal itu, Pj Sekrektaris Kabupaten (Sekkab) Agam, Jetson dihubungi via telepom, Rabu (10/11) mengatakan Panitia Pilwana hanya menerima berkas dan menyatakan memenuhi syarat atau tidaknya pendaftar berdasarkan kelengkapan berkas pendaftaran.
"Panitia tentu hanya memproses sesuai dengan persyaratan. Jika ada suatu persyaratan yang tidak dipenuhi oleh peserta tentu dinyatakan tidak memenuhi syarat," katanya.
Dijelaskan Jetson, salah satu persyaratan menjadi Calon Wali Nagari adalah pendaftar tidak terkait dengan sanksi adat.
"Persyaratan ini yang tidak dipenuhi oleh salah satu peserta itu (penggugat, red). Bahkan ada surat masuk dari KAN yang menyatakan calon ini sedang dalam menjalani sanksi adat. Tentu Panitia Pilwana berpatokan kepada surat tersebut," kata Jetson. "Tidak mungkin panitia meloloskan karena ada persyaratan yang tidak terpenuhi," tambahnya.
Ditanyakan apakah Pemda Agam akan memberikan bantuan hukum untuk Panitia Pilwana, Jetson menyebut tergantung dengan jalannya proses hukum.
"Saat ini kan masih dalam tahap mediasi, sampai saat ini belum ada pendampingan hukum, karena yang tergugat utama adalah KAN, dan Panitia Pilwana hanya menerima berkas pendaftaran artinya turut tergugat saja," jelasnya.
Kata Jetson, masalah hukum dan jalannya tahapan Pilwana adalah dua sisi yang sama-sama berproses.
"Kalaupun nanti hakim menyatakan penggugat menang, atau katakan misalnya hakim memerintahkan dilakukan Pelaksanaan Pilwana Ulang, sebagai negara Hukum, Pemda Agam siap menjalankan putusan pengadilan. Tetapi tentu proses peradilan tidak menghambat jalannya proses Pilwana. Semua para calon yang sudah memenuhi syarat, tidak boleh terabaikan oleh calon yang tidak memenuhi syarat," ujarnya.
"Pemda pun tidak bisa mengintervensi adat. Ada istilah Adat Salingka Nagari, jadi Pemda tidak bisa masuk terlalu jauh. Seharusnya dari awal perselisihan ini bisa diselesaikan antara mamak dan kemenakan," tutupnya.
Sidang di Pengadilan Negeri Bukittinggi bakal dilanjutkan pada 16 November 2021 untuk mendengarkan jawaban para tergugat.(ryp/rpg)