JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Raden Adjeng Kartini Djojo Adhiningrat adalah nama lengkap dari Pahlawan Nasional R.A. Kartini. Kartini atau yang mempunyai nama panggilan istimewa dari keluarganya Trinil ini merupakan sosok perempuan pencetus emansipasi wanita di Indonesia.
Presiden Soekarno pada tahun 1964 tepatnya pada tanggal 2 Mei, menetapkan sosok Kartini sebagai Pahlawan Nasional Indonesia. Kartini yang merupakan anak dari bangsawan Jepara, termasuk orang yang berani, aktif dan cerdas, sehingga memiliki pemikiran yang maju pada saat itu.
Walaupun sekolah yang ditempuh hanya sampai umur 12 tahun, tapi sosok perempuan yang lahir di Jepara ini memiliki pandangan yang luas terhadap wanita pada zamannya. Kondisi patriarki pada saat itu, membuat Kartini merasa kebebasan dan hak perempuan zaman dulu sangatlah terbatas.
Seperti kisahnya yang dilansir dan dirangkum dari Budaya Jogja dan BPM Riau Kemendikbud, Kartini yang harus dipingit atau dikurung di dalam rumah pada saat umur 12 tahun dan tidak dapat meneruskan sekolahnya. Berkat rasa penasaran dan kegigihannya terhadapt hak dan kebebasan wanita yang terbatas inilah yang mebuat dia tidak hanya duduk diam.
Selama dipingit, Kartini banyak mengirim surat untuk teman-teman dan gurunya di Belanda. Dengan kemampuan bahasa belanda yang dia pelajari di sekolahnya dulu. Kartini juga banyak membaca koran-koran dan tulisan dari media Belanda yang dikirimkan oleh De Locomotief, surat kabar dari Semarang yang ada di bawah asuhan Pieter Brooshoof.
Buku-buku dan surat kabar yang dikirimkan berisi tentang gagasan-gagasan, roman beraliran feminisme dan Kebebasan wanita-wanita di Belanda.
Selain itu, pada waktu masih kecil Perempuan muda itu juga pernah mengirimkan tulisan kepada salah satu majalah Belanda yaitu De Hollandsche Lelie. Tentang pengetahuan yang dia rangkum dan dituliskan dalam berbagai catatan kecil. Hal ini membukktikan bahwa sang pahlawan Nasional orang yang sangat pemerhati ilmu pengetahuan.
Putri Jepara itu juga pernah menuliskan sebuah surat kepada temannya Estelle atau Stella yang berisi harapan untuk mendapatkan pertolongan dari luar tentang hak dan emansipasi wanita di Indonesia. Bukan hanya tentang emansipasi terhadap wanita, Kartini juga seorang yang peduli terhadap keadaan sosial di sekitarnya.
Pahlawan Nasional perempuan Indonesia ini juga pernah mendapatkan beasiswa dari Belanda bersama adiknya Rukmini, namun tidak jadi diambil karena adiknya menikah. Dan akhirnya beasiswa itu dia usulkan untuk diberikan kepada pemuda pintar yang lulus nomor satu bernama Agus Salim yang sekarang dikenal dengan K.H. Agus Salim.
Kemudian ingin meneruskan sekolah kedokteran di Betawi yang sekarang menjadi Jakarta, namun tidak juga diambil. karena pada saat itu, Kartini sedang disunting oleh Bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat.
Saat itu, Bupati Rembang adalah orang yang mengerti cita-cita Kartini dan membantu Kartini membangun sekolah khusus perempuan. Pernikahannya tidak berlangsung lama, setelah anak pertamanya lahir, kartini meninggal dunia pada tanggal 17 September 1904. Setelah meninggal barulah surat-surat yang Kartini kirim dan barang-barang peninggalannya tentang ilmu pengetahuan dikumpulkan.
Semuanya dijadikan satu dalam buku Door Duisternis tot Licht yang kini dikenal dengan nama Habis Gelap Terbitlah Terang. Buku ini disusun oleh temannya yang merupakan seorang Meteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia-Belanda yaitu Mr. J.H. Abendanon. Yang bukunya pada zaman itu banyak menjadi inspirasi dan pembukaan pikiran banyak tokoh laki-laki seperti W.R Soepratman.
Dan Presiden Soekarno pun pada tahun 1964 akhirnya mencetuskan bahwa R.A. Kartini sebagai Pahlawan Nasional.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman