RAMAI-RAMAI DORONG BENTUK TIM INDEPENDEN

Jenazah Laskar FPI Diserahkan kepada Keluarga

Nasional | Rabu, 09 Desember 2020 - 10:28 WIB

Jenazah Laskar FPI Diserahkan kepada Keluarga
Polisi menunjukan barang bukti senjata tajam yang diduga milik laskar khusus simpatisan FPI. (INTERNET)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Polda Metro Jaya telah memberikan izin kepada pihak keluarga mengambil enam jenazah Laskar Khusus Front Pembela Islam (FPI) yang tewas tertembak di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek, Senin (7/12) dini hari. Aparat kepolisian juga akan mengawal keenam jenazah tersebut hingga ke tempat tujuan yang diinginkan keluarga. Di sisi lain berbagai pihak mendorong pemerintah membentuk tim independen untuk mencari fakta sebenarnya. Sebagaimana diketahui informasi pihak Polri dan PI sangat bertolak belakang.

Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan pihak keluarga enam Laskar Khusus FPI. Jenazah keenam Laskar Khusus FPI diambil keluarga di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur.  "Kami sudah berkoordinasi dengan keluarga maupun pihak pengacaranya, mudah-mudahan setelah Magrib nanti akan diambil keenamnya, setelah dilakukan autopsi," kata Yusri, Selasa (8/12).


Yusri menuturkan, kepolisian akan melakukan pengawalan ke mana tujuan yang diharapkan pihak keluarga. "Semuanya nanti akan kita lakukan pengawalan sampai dengan ke mana tujuan yang memang diarahkan oleh keluarga," ujarnya. Dia mengungkapkan, peluru yang ditembakkan oleh anggota Laskar Khusus FPI terhadap anggota kepolisian. Saat ini peluru tersebut tengah dilakukan uji balistik di Puslabfor Mabes Polri.

"Jadi itu (peluru, red) yang sempat ditembakan, untuk memastikannya kembali kita lakukan uji balistik bersama Puslabfor Mabes Polri," terangnya.

Yusri menegaskan, penyidik memiliki bukti jika senjata tersebut milik Laskar Khusus FPI. Bukti tersebut nantinya akan dipublikasi setelah dinyatakan lengkap seluruhnya. Selain itu, penyidik juga masih mengumpulkan barang bukti lainnya seperti CCTV, termasuk keterangan saksi. Petugas saat ini tengah melakukan pengejaran terhadap empat pelaku yang kabur.

"Ada rangkaian server, ada tiga rangkaian server, kemudian yang sampai jalan ke Cikampek ini masih dilakukan penyidik secara ekstra. Nanti akan kita jelaskan lagi, ini sedang dikumpulkan investigasi. Nanti akan disampaikan kalau sudah lengkap semuanya," ungkapnya.

Jasa Marga mengkonfirmasi bahwa memang terdapat beberapa kamera CCTV di dekat lokasi insiden bentrok berdarah antara polisi dan anggota Front Pembela Islam (FPI) sekitar KM 50 Jalan Tol Jakarta-Cikampek arah Cikampek. Namun, satu unit CCTV terdekat yakni unit pemantauan median Km 49+000 Karawang Barat tersebut mengalami kerusakan pada jaringannya sehingga tidak berfungsi sejak Ahad (6/12) pukul 04.40 WIB.

Direktur Utama PT PT Jasamarga Tollroad Operator (JMTO), Raddy R. Lukman mengungkapkan bahwa terjadi gangguan pada link jaringan backbone Fibre Optic di CCTV Km 48+600. Hal ini menyebabkan beberapa CCTV mulai dari Km 49+000 hingga Km 72+000 di Cikampek menjadi offline atau mati.

"Kerusakan terjadi sejak hari Ahad (6/12) pukul 04.40 WIB," kata Raddy kemarin (8/12).

Raddy mengatakan, begitu mendapat laporan adanya gangguan CCTV offline, petugas di ruas Jalan Tol Jakarta-Cikampek melaporkan hal tersebut pada hari Ahad pukul 06.00 WIB kepada tim inspeksi.

"Tim pun segera melakukan penyisiran untuk mencari lokasi penyebab masalah tersebut," jelas Raddy.

Namun saat itu kata Raddy, petugas tidak jadi melakukan perbaikan karena kondisi saat itu hujan dan pertimbangan kondisi lalu lintas. Selain itu, perbaikan tidak dapat dilakukan sampai tuntas karena lokasi gangguan jaringan backbone tersebut berada di tengah median jalan. "Perbaikan baru dapat diselesaikan pada hari Senin (7/12) sekitar pukul 16.00 WIB," tutut Raddy.

Berdasarkan pantauan JPG pada laman Mobile CCTV Jasa Marga, hingga kemarin (8/12) pukul 18.20 WIB, kamera CCTV pada Km 49+000 belum mengeluarkan gambar. Sementara 2 CCTV terdekat yakni Km 47+000 dan Km 54+000 berfungsi normal dan menampilkan kondisi lalu lintas secara real time.

Sementara itu, Wakil Sekretaris Umum FPI Aziz Yanuar menyampaikan bahwa Komnas HAM sudah mendatangi FPI. Mereka meminta keterangan dan informasi dari organisasi yang dipimpin oleh Habib Rizieq Syihab tersebut. Dia tidak menjelaskan siapa saja perwakilan Komnas HAM yang datang. Yang pasti kedatangan mereka diterima dengan baik oleh FPI. "Fakta dari keluarga (kami sampaikan)," ungkap dia kemarin. Selain itu data-data menyangkut identitas enam anggota Laskar FPI yang meninggal dunia dalam insiden di Jalan Tol Jakarta-Cikampek juga sudah diserahkan kepada Komnas HAM.

Insiden berdarah di Jalan Tol Jakarta-Cikampek yang menyebabkan enam anggota Laskar FPI meninggal dunia turut mendapat sorotan dari sejumlah aktivis HAM. Beberapa organisasi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil sudah menyuarakan pandangan mereka. Ketua Divisi Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nelson Nikodemus Simamora menyampaikan bahwa banyak kejanggalan dalam peristiwa tersebut.

"Yang harus diusut karena diduga kuat terdapat pelanggaran HAM, khususnya hak atas peradilan yang adil dan hak hidup warga negara," ungkap dia.

Nelson pun membeber beberapa kejanggalan yang ditemukan oleh Koalisi Masyarakat Sipil. Di antaranya alasan Polri membuntuti Habib Rizieq, kemudian alasan penembakan yang dinilai bersifat umum. Yakni Laskar FPI disebut menyerang lebih dulu. Selain itu, matinya CCTV di lokasi kejadian saat peristiwa berlangsung juga dianggap janggal oleh Koalisi Masyarakat Sipil. Lebih lanjut dia menyatakan, perbedaan kronologi kejadian antara Polri dengan data dari FPI juga patut dipertanyakan. Dia menilai kronologi yang disampaikan oleh Polri maupun FPI harus diuji. Tidak bisa ditelan mentah-mentah.

Dalam insiden yang melibatkan personel Polda Metro Jaya dan anggota Laskar FPI, sambung Nelson, pihaknya tidak menampik bahwa aparat kepolisian juga punya hak untuk melindungi diri. Namun demikian, tindakan-tindakan yang mereka lakukan juga tidak boleh serampangan. Semua harus taat dan tunduk pada aturan. Tidak terkecuali penggunaan senjata api. Apalagi Polri juga memiliki protokol yang ketat terkait dengan hal itu.

"Penggunaan senjata api oleh kepolisian seharusnya merupakan upaya terakhir yang sifatnya untuk melumpuhkan dan hanya dapat dilakukan oleh anggota Polri ketika tidak memiliki alternatif lain yang beralasan dan masuk akal untuk menghentikan tindakan atau perbuatan pelaku kejahatan," bebernya.

Untuk itu, dalam insiden di Jalan Tol Jakarta-Cikampek, mereka meminta supaya dilakukan penyelidikan independen. “Yang serius terhadap penembakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian, peristiwa ini harus diusut secara transparan dan akuntabel,” ungkap Nelson. Tidak hanya itu, koalisi juga meminta supaya pemerintah segera membentuk tim independen yang melibatkan Komnas HAM dan Ombudsman Republik Indonesia. “Untuk menyelidiki dengan serius tindakan penembakan dari aparat kepolisian dalam peristiwa tersebut,” tegasnya.

Apapun temuan tim itu, harus dibuka kepada publik. Nelson menekankan lagi, tindakan yang dilakulan aparat penegak hukum harus pula berpedoman pada aturan yang berlaku. Dia menambahkan, peran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam penyelidikan kasus tersebut juga dibutuhkan. Koalisi menilai perlu ada perlindungan terhadap saksi yang keterangannya sangat diperlukan untuk membuat terang kasus tersebut.

Terpisah LPSK menyatakan bahwa informasi yang disampaikan Polri dua hari lalu (7/12) cukup mengejutkan. Tidak heran, publik ikut menyoroti insiden tersebut. Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menyatakan bahwa instansinya mendorong supaya proses hukum insiden tersebut dilaksanakan profesional dan akuntabel. "Agar tidak menjadi opini publik yang sulit dikontrol," kata dia. Apalagi FPI sudah menyampaikan keterangan yang berbeda dengan informasi dari Polri.

Selain profesional dan akuntabel, LPSK berharap proses hukum insiden itu dilakukan segera. Sebagai mitra penegak hukum di Tanah Air, Edwin menyatakan bahwa LPSK bersedia membantu pengungkapan kasus tersebut. Dia memastikan, pihaknya siap memberikan perlindungan kepada saksi-saksi yang mengetahui kejadian di Jalan Tol Jakarta-Cikampek. "Korban maupun saksi yang memiliki keterangan penting dan khawatir adanya ancaman, LPSK siap beri perlindungan," ungkapnya.

Lantaran insiden itu terjadi di ruang terbuka atau ruang publik, Edwin menyatakan, sangat mungkin ada saksi-saksi yang mengetahui bagaimana insiden tersebut terjadi. Untuk itu, pihak-pihak yang akan menjadi saksi dan merasa perlu perlindungan bisa meminta bantuan LPSK. "Faktor keamanan dan bebas dari ancaman, menjadi hal penting bagi mereka untuk berikan keterangan," tegas dia. Sehingga mereka tidak perlu khawatir, ragu, apalagi takut untuk bersaksi.

Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM Busyro Muqoddas mengatakan, kasus meninggalnya enam anggota FPI akibat tembakan polisi seolah pengulangan dari peristiwa sebelumnya. “Warga negara yang meninggal akibat kekerasan dengan senjata api oleh petugas negara,” terang dia dalam konferensi pers secara virtual kemarin.

Busyro menyatakan, kematian warga negara yang terjadi tanpa melalui proses hukum yang lengkap itu bisa dilakukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) atau tim independen. Menurut dia, tim independen sebaiknya dibentuk oleh presiden untuk mengungkap secara jelas duduk perkara kejadian sebenarnya.

Dia menjelaskan, pembentukan tim independen seyogyanya diberikan mandat untuk menguak semua peristiwa di Indonesia, yaitu dengan melakukan investigasi dan pengungkapan seluruh penggunaan kekerasan dengan senjata api oleh aparat penegak hukum, polisi, dan tentara. "Bukan hanya untuk kasus meninggalnya enam anggota FPI," papar dia. Hasil investigasi bisa menjadi evaluasi terhadap kepatutan penggunaan senjata api oleh petugas keamanan terhadap warga negara di luar ketentuan hukum yang berlaku.  

Mantan Wakil Ketua KPK itu mengatakan, tim independen bisa berasal dari beberapa lembaga. Misalnya, dari unsur lembaga negara, seperti Komnas HAM dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, unsur masyarakat, serta unsur profesi dalam hal ini Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Menurut dia, polisi harus segera me­lakukan penetapan TKP, barang bukti, dan melakukan pemeriksaan saksi-saksi. Proses itu bisa dilakukan divisi lain atau diambil alih Mabes Polri. Jika penggunaan kekerasan dengan senjata api dilakukan di luar prosedur yang telah ditetapkan. "Maka pertanggungjawaban hukum harus dilakukan secara etik dan hukum pidana untuk disidangkan di pengadilan secara terbuka," papar dia.

Selanjutnya, kata Busyro, perlu dilakukan otopsi dan olah TKP oleh tim forensik independen untuk mendapatkan keterangan ilmiah tentang penyebab kematian, waktu kematian dan arah peluru atau benda yang menyebabkan kematian. Dia berharap masyarakat mendapatkan semua informasi sebagai bentuk keterbukaan informasi terhadap segala proses yang dilakukan pihak kepolisian dalam menangani perkara tersebut.(idr/lum/syn/tau/ygi/jpg)

 

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook