JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Kabar baik bagi Anda para karyawan. Sebab, pemerintah mewajibkan pelaku usaha untuk membayarkan tunjangan hari raya (THR) pada momen Idulfitri tahun ini. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan, kewajiban itu disebabkan karena pemerintah telah memberikan stimulus bagi sektor usaha. Sehingga, sudah semestinya pengusaha menjalankan kewajibannya untuk membayarkan THR kepada para karyawan.
"Setelah memberikan berbagai dukungan dan insentif kepada dunia usaha, pemerintah menetapkan kebijakan untuk mewajibkan pembayaran THR kepada karyawan," ujarnya, kemarin (8/4). Airlangga menjelaskan, pemerintah telah menyusun beberapa kebijakan guna mengoptimalkan peningkatan konsumsi pada Ramadan dan Idulfitri 2021. Kebijakan tersebut antara lain dengan mewajibkan pemberian THR kepada karyawan swasta dan gaji ke-13 dan THR untuk ASN/TNI/Polri. Kebijakan itu dirilis bukan tanpa sebab. Dengan pemberian THR dan gaji ke-13 tersebut, diperkirakan bisa menghasilkan potensi untuk konsumsi sebesar Rp215 triliun.
Ketum Partai Golkar itu melanjutkan, Presiden Joko Widodo menginginkan untuk memanfaatkan momentum Ramadan dan Idulfitri 2021 guna mengejar target pertumbuhan ekonomi. Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2021 yang masih negatif, untuk bisa kembali ke level pra-Covid atau sekitar 5 persen di 2021, dibutuhkan pertumbuhan minimal 6,7 persen pada kuartal II-2021. Apabila pertumbuhan di kuartal II-2021 tidak mencapai 6,7 persen, maka target pertumbuhan ekonomi 5 persen di tahun 2021 tidak tercapai.
Pemerintah pun telah agresif menebar berbagai stimulus bagi dunia usaha. Dia mencontohkan beberapa stimulus seperti insentif pengurangan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) pada awal tahun ini. Dengan stimulus PPnBM dari pemerintah, penjualan kendaraan bermotor pada Maret 2021 naik hingga 143 persen.
Selain itu, pemerintah juga telah menanggung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk pembelian properti, yang mengakibatkan penjualan rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) naik 10 persen, penjualan rumah untuk masyarakat menengah naik 20 persen dan untuk masyarakat berpenghasilan tinggi naik 10 persen.
Tekanan ekonomi yang dirasakan berbagai sektor membuat pelaku usaha mendapatkan kelonggaran dalam pembayaran THR tahun 2020. Akibat pandemi Covid-19 membuat pelaku usaha dapat mencicil pembayaran THR tahun lalu. Namun, tahun ini, pemerintah meminta agar pengusaha membayarkan THR secara penuh.
"Tahun lalu THR dicicil, saya minta tahun ini dibayar secara penuh," jelasnya dalam kesempatan terpisah.
Selain THR dan gaji ke-13, menjelang Idulfitri, pemerintah juga akan mempercepat penyaluran target output perlindungan sosial (PKH, kartu sembako, bansos tunai dll) yang belum terpenuhi pada kuartal I, untuk direalisasikan pada April sampai dengan awal Mei. Pemerintah juga memajukan pencairan kartu sembako dari Juni ke awal Mei (sebelum Idulfitri), serta penyaluran program Perlinsos lainnya. Kebijakan itu diperkirakan berpotensi meningkatkan realisasi sebesar Rp14,12 triliun.
"Pemerintah akan mengadakan Program Hari Belanja Online Nasional di akhir bulan Ramadan (Harbolnas Ramadan), yang rencananya diselenggarakan selama 5 hari (H-10 s/d H-6 Idulfitri)," tambah mantan Menperin itu.
Kegiatan itu akan menggandeng asosiasi, platform digital, pelaku UMKM, produsen lokal, dan para pelaku logistik lokal. Untuk Harbolnas Ramadan ini, pemerintah akan memberikan subsidi biaya ongkos kirim (ongkir) gratis, untuk pembelian produk lokal dan produksi UMKM dalam negeri. Belum cukup di situ, pemerintah juga akan menyalurkan bansos beras bagi masyarakat selama Ramadan, melalui program penyaluran bantuan beras sebesar masing-masing 10 kg untuk para penerima kartu sembako. Penyaluran akan dilakukan pada akhir bulan Ramadan (pada masa peniadaan mudik berlaku).
Keputusan pemerintah atas pembayaran THR secara penuh ini disambut baik oleh serikat buruh dan pekerja. Sejak awal, wacana pembayaran THR 2021 secara dicicil mendapat penolakan tegas dari buruh dan pekerja. Mengingat, untuk THR tahun lalu saja, banyak perusahaan yang masih belum melunasi pembayarannya.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, ada 54 perusahaan masih berutang pembayaran THR tahun lalu.
"Salah satunya di tekstil dan garmen. Belum lagi di sektor labour intensive lain," ujarnya.
Ia merinci, berdasarkan data Serikat Pekerja Nasional (SPN), setidaknya ada 10 ribu pekerja yang belum dibayar THR 2020-nya secara penuh. Fakta tersebut sejalan dengan data posko pengaduan THR Kementerian Ketenagakerjaan. Di mana, tercatat sebanyak 336 perusahaan diadukan oleh 453 pekerja karena dinilai melakukan pelanggaran terkait pembayaran THR. Detailnya, 226 pengaduan akibat THR tidak dibayarkan, 146 pengaduan terkait THR belum dibayarkan, 78 pengaduan karena THR terlambat bayar, dan 3 pengaduan THR belum disepakati.
Melihat fakta tersebut, serikat pekerja tegas menolak THR tahun 2021 dibayar secara dicicil. Ia meminta, Menteri Ketenagakerjaan tak lagi menerbitkan surat edaran yang mengizinkan perusahaan membayar THR secara dicicil seperti tahun lalu. Apalagi sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto sudah meminta pengusaha berkomitmen membayar THR karyawan secara penuh tahun ini. "Masa sekarang mau dicicil lagi, kapan dilunasinnya kalau dicicil kembali?" keluhnya.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menyatakan, bahwa skema pembayaran THR keagamaan tahun 2021 masih dibahas. Pembahasannya melibatkan Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) dan Tripartit Nasional (Tripnas). Diakuinya, kondisi ekonomi saat ini memang belum pulih seperti sedia kala. Meski begitu, THR tetaplah merupakan kewajiban pengusaha kepada pekerja/buruh yang harus ditunaikan.
"THR adalah kewajiban pengusaha yang dibayarkan kepada pekerja. Ini adalah pendapatan non upah yang biasanya diberikan pada saat-saat momentum Hari Raya Keagamaan," ungkapnya.
Terkait adanya laporan pengusaha yang belum membayarkan THR tahun 2020, Ida mengaku telah mendapat laporan tersebut. Saat ini, semua laporan sudah ditindaklanjuti oleh disnaker provinsi dan disnaker kabupaten/kota.
"Untuk laporan pengusaha yang belum membayarkan THR tahun 2020 itu juga sudah ditindaklanjuti oleh pengawas pusat dan pengawas provinsi," tegas politikus PKB tersebut.
Sementara itu, dari sisi pelaku usaha, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menyatakan siap mengupayakan dan mendorong anggotanya memenuhi permintaan untuk membayar THR buruh secara penuh pada tahun ini.
"Kami mendukung permintaan pemerintah dan kami di Kadin sudah menyampaikan ke seluruh asosiasi dan anggota Kadin untuk bisa membayar penuh THR," ujar Ketua Umum Kadin Rosan Roeslani.
Sementara, untuk perusahaan yang tidak mampu, asosiasi berharap perusahaan dapat berunding dengan baik dan terbuka terhadap para pekerja agar dapat tercapai solusi yang terbaik. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan bahwa dari laporan berbagai asosiasi pengusaha dari berbagai sektor, diketahui bahwa perusahaan memiliki kemampuan kas yang berbeda-beda. Seperti misalnya sektor usaha tekstil dan pariwisata yang sebagian masih keberatan jika harus membayar sekaligus THR karyawan.
"Sebaiknya, perusahaan yang arus kasnya bermasalah diberikan kelonggaran melalui perundingan bipartit. Bagi yang sanggup bayar ya harus bayar secara penuh," ujarnya.
Hariyadi mengatakan, Apindo tetap berharap semua pengusaha dapat melaksanakan imbauan pemerintah terkait pembayaran THR tahun ini. Sektor-sektor yang kasnya belum pulih diharap mendapat perbaikan di kuartal kedua 2021.
"Seperti sektor tekstil dan mamin yang sudah mulai bangkit dari tekanan. Masih ada optimisme di kuartal dua mudah-mudahan lebih baik," pungkasnya.(dee/mia/agf/jpg)