AOA Lion Air JT610 Sempat Diganti di Bali

Nasional | Kamis, 08 November 2018 - 12:42 WIB

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Penyelidikan kasus kecelakaan jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP terus dilakukan. Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menemukan fakta angle of attack (AOA) indicator pesawat tersebut diganti di sewaktu di Bali. Di sisi lain, proses evakuasi korban diperpanjang hingga tiga hari nanti.

Sebelumnya KNKT telah menemukan fakta bahwa pada empat penerbangan sebelumnya, pesawat jenis Boeing 737 MAX 8 itu rusak. Empat penerbangan tersebut termasuk saat kejadian nahas pada 29 Oktober lalu. Permasalahan tersebut terletak pada penunjuk kecepatan atau air speed indicator.

Baca Juga :Cuaca Buruk di Bandara Hang Nadim, Pesawat Putar Balik ke SSK II

”Saat di Bali pada 28 Oktober, AOA sempat diganti,” tutur Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono, Rabu (7/11).

AOA sensor yang dilepas di Bali menurut Soerjanto sudah dibawa ke kantor KNKT. Selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan di pabrik pembuatnya di Chicago.

Selain itu dari flight data recoder (FDR) menunjukkan saat penerbangan dari Bali ke Jakarta pesawat mengalami perbedaan AOA indicator. Di sisi kiri atau pada bagian kapten pilot berbeda 20° dari sisi kanan atau first officer (FO). Saat di udara, tidak bisa diketahui bagian yang benar antara sisi kanan atau kiri. Namun pilot berhasil mendaratkan pesawatnya di Jakarta.

”Keberhasilan pilot menerbangkan pesawat yang mengalami kerusakan ini menjadi dasar KNKT memberikan rekomendasi kepada Boeing untuk disampaikan kepada airline di seluruh dunia jika menghadapi situasi yang sama,” ungkapnya.

Terkiat kerusakan tersebut, baik Plt Dirjen Perhubungan Udara Pramintohadi Sukarno dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi tidak memberikan respon saat dihubungi Jawa Pos kemarin. Padahal Kementerian Perhubungan mengklaim bahwa pihaknya rutin melakukan rampcheck.

Sejauh ini, KNKT tidak hanya melakukan penyelidikan pada kondisi fisik atau rekaman FDR. Namun juga melakukan wawancara dan pengumpulan dokumen ke beberapa pihak. Mereka tidak hanya memeriksa kru pesawat yang terbang dari Bali ke Jakarta. Tetapi juga wawancara dnegan kru yang tugas dari Manado ke Bali.

”Kami sudah melaksanakan wawancara dengan teknisi yang melakukan perbaikan di Manado, Bali, dan Jakarta,” ujar Soerjanto.

Data lain yang diperlukan KNKT adalah mengenai percakapan pilot dan FO. Data tersebut berada di cockpit voice recorder (CVR). Alat tersebut belum ketemu hingga berita ini ditulis. ”Saat dilakukan pencarian dengan pinger locator, sinyalnya lemah sekali. Kemungkinan tertimbun lumpur,” ungkapnya.

Untuk itu kemarin KNKT mendatangkan kapal penyedot lumpur dari Balikpapan. Diperkirakan dalam dua hari ke depan, kapal tersebut akan berada di lokasi jatuhnya pesawat PK-LQP. ”Pencarian CVR untuk mengetahui tindakan yang dilakukan dan koordinasi antar pilot,” bebernya.

Selain itu KNKT juga merencanakan rekonstruksi penerbangan PK-LQP di engineering simulator milik Boeing di Seattle. Tujuannya untuk melihat kejadian kecelakaan pesawat dengan nomer penerbangan JT-610 tersebut.

Kasubkom Investigasi Keselamatan Penerbangan Nurcahyo Utomo juga menambahkan saat simulasi akan menggunakan data dari FDR. Indonesia atau Singapura memang memiliki simulator. Namun KNKT ingin simulasi tersebut seperti pesawat sesungguhnya sehingga harus dilakukan di kantor Boeing. “Engineering simulator benar-benar bisa mensimulasikan seperti di pesawat,” ujar Nurcahyo.

Di sisi lain, evakuasi penumpang pesawat Lion Air PK-LQP diperpanjang tiga hari. Sebelumnya Kepala Basarnas Muhammad Syaugi  telah memperpanjang selama tiga hari. ”Khusus untuk tim Basarnas,”ujar Syaugi.

Saat ini, ada 220 personel termasuk 60 penyelam yang ikut dalam evakuasi. Tim pencariakan fokus mencari korban dengan locus radius 250 meter pada koordinat yang selama ini menjadi pusat pencarian. ”Operasi ini sudah berlangsung sepuluh hari, dan tren dari hasil penyisiran di permukaan maupun di dasar laut sudah menurun,” ungkapnya.(idr/lyn/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook