JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti pembebasan bersyarat terhadap 23 narapidana korupsi, khususnya mantan Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai, pembebasan bersyarat yang didapatkan Pinangki dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) melengkapi keistimewaan proses hukum mantan jaksa tersebut.
“Jangan lupa, selain kado berupa kebebasan menghirup udara segar di luar lembaga pemasyarakatan, masyarakat tidak akan pernah lupa betapa bobroknya Kejaksaan Agung saat menangani perkaranya,” kata Kurnia kepada JawaPos.com, Kamis (8/9/2022).
“Mulai dari mencuatnya gagasan ingin memberikan bantuan hukum kepada Pinangki, resistensi Korps Adhyaksa dari Komisi Kejaksaan, sengkarut koordinasi dengan KPK, hingga tuntutan yang sangat ringan,” sambungnya.
Selain itu, penting bagi masyarakat ingat bahwa Pinangki tidak hanya terlibat dalam satu jenis kejahatan, melainkan tiga sekaligus, di antaranya penerimaan suap, permufakatan jahat dan pencucian uang. Dengan kondisi seperti itu, tentu tuntutan ringan, diskon hukuman dan percepatan keluarnya Pinangki dari lembaga pemasyarakatan sulit diterima akal sehat masyarakat.
Menurut Kurnia, spesifik permasalahan pembebasan bersyarat Pinangki, sumber persoalannya ada tiga, yakni kejanggalan proses hukum di Kejaksaan, rendahnya hukuman di lembaga kekuasaan kehakiman, dan substansi perubahan UU Pemasyarakatan yang menghapus ketentuan Justice Collaborator sebagai syarat memperoleh pembebasan bersyarat.
“Jika saja semua berjalan normal, Kejaksaan profesional, pengadilan objektif, dan UU Pemasyarakatan serta PP 99/2012 masih berlaku, maka kami yakin Pinangki akan mendekam, setidaknya 20 tahun lamanya di dalam penjara,” tegas Kurnia.
Mantan Jaksa Pinangki Sirna Malasari mendapatkan hak pembebasan bersyarat, Selasa (6/9/2022). Pinangki merupakan satu dari 22 narapidana kasus korupsi yang diberikan hak pembebasan bersyarat dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS).
Pinangki merupakan mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaann dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan. Pinangki ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima hadiah atau janji berkaitan dengan Djoko Tjandra.
Setelah berstatus sebagai tersangka, Pinangki langsung ditangkap dan ditahan tim penyidik Kejagung pada Selasa, 11 Agustus 2020. Pinangki divonis 10 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 2021 lalu.
Dalam putusan tingkat pertama, Pinangki Sirna Malasari terbukti menerima uang senilai USD 500 ribu dari yang dijanjikan sebesar USD 1 juta oleh Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa di Mahkamah Agung (MA). Uang tersebut diyakini diterima Pinangki melalui mantan politikus Nasdem, Andi Irfan Jaya.
Pinangki juga terbukti melakukan pencucian uang. Dia membelanjakan uang hasil suap itu untuk membeli satu unit mobil BMW X5 seharga Rp1.753.836.050; pembayaran apartemen di Amerika Serikat senilai Rp412.705.554 dan pembayaran dokter kecantikan di Amerika Serikat sejumlah Rp419.430.000.
Pinangki juga dinilai telah melakukan perbuatan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra dalam pengurusan fatwa MA. Hakim meyakini, mereka menjanjikan uang sebesar USD 10 juta kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung.
Pinangki terbukti melanggar Pasal 5 ayat 2 jo. Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, Pinangki juga terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Pinangki juga terbukti melanggar Pasal 15 Jo Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jo. Pasal 88 KUHP.
Namun di tingkat banding pada Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, hukuman Pinangki dipangkas menjadi 4 tahun penjara, pada 14 Juni 2021. Alasan PT DKI Jakarta mengkorting hukuman Pinangki menjadi 4 tahun pidana penjara, karena dinilai menyesali perbuatannya dan mengiklaskan dipecat dari profesinya sebagai Jaksa.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman