PROGRAM PERUMAHAN

Pro-Kontra Program Tapera yang Wajib Diikuti Pekerja Pemerintah, Swasta dan Mandiri

Nasional | Minggu, 07 Juni 2020 - 01:55 WIB

Pro-Kontra Program Tapera yang Wajib Diikuti Pekerja Pemerintah, Swasta dan Mandiri
Ilustrasi.

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Program tabungan perumahan rakyat (tapera) yang wajib diikuti mulai Januari 2021 terus mendapat sorotan. Program tersebut dinilai bakal makin membebani kalangan pengusaha dan karyawan. Pro kontra pun terus berlanjut sejak program ini menjadi UU Tapera beberapa waktu lalu.

CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengatakan, tapera akan menambah beban pengusaha atas banyaknya iuran lembaga pembiayaan. Saat ini saja sudah ada iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Seperti halnya dua lembaga tersebut, iuran tapera yang besarnya 3 persen dari gaji akan ditanggung secara patungan oleh pekerja dan pemberi kerja. Pekerja dibebani 2,5 persen. Sisanya yang 0,5 persen ditanggung pemberi kerja. 


’’Nyatanya, tidak sedikit pekerja yang menolak sehingga malah seluruhnya menjadi beban pengusaha,” ujar Ali, Jumat (5/6/2020).

Meski mengadopsi sistem gotong royong, kata Ali, tapera tidak terlalu bermanfaat bagi pekerja yang sudah memiliki rumah. Selain itu, manfaat pembiayaan perumahan hanya diberikan kepada mereka yang masuk kategori masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Padahal, masyarakat menengah memiliki hak yang sama untuk memiliki rumah.

Manfaat pembiayaan perumahan yang dimaksud bisa berupa pembelian rumah baru, dana pembangunan rumah di atas tanah milik pribadi, serta perbaikan/atau renovasi rumah.

Ali khawatir program tapera hanya mengakomodasi kepentingan tertentu. 

“Apalagi, pengelolaan dana dilakukan dengan menunjuk manajemen investasi yang bertendensi ke arah komersial,” ujarnya.

Sikap keberatan juga ditunjukkan kalangan pelaku usaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, program tapera memang sangat berpotensi menambah beban pekerja dan pemberi kerja.

”Dari awal kita sudah keberatan. Apalagi itu kan awalnya hanya untuk PNS, tapi sekarang semua wajib iuran, termasuk swasta,” tuturnya.

Hariyadi menilai program tersebut cenderung tidak efektif. Dia mencontohkan, jika pekerja yang bersangkutan sudah memiliki rumah, kewajiban iurannya menjadi tidak efisien.

”Kan tujuan awalnya untuk membantu yang belum punya rumah. Lantas, jika sudah punya rumah, masak iya harus ikut membayar iuran?” urainya.

Apindo menyebutkan bahwa peran BP Tapera dalam memfasilitasi pekerja formal untuk memiliki rumah dapat dilaksanakan BPJS Ketenagakerjaan. 

”Fasilitas perumahan melalui perbankan yang disediakan di BPJS Ketenagakerjaan belum sepenuhnya dimanfaatkan peserta,” tegasnya.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook