JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Sejumlah tokoh nasional mendorong Presiden Jokowi untuk segera menerbitkan Perppu KPK (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi). Perppu membatalkan UU KPK hasil revisi.
"Kami hadir di sini mendukung usaha Bapak Presiden untuk menolak Undang-Undang tentang Perubahan atas UU KPK," kata ekonom dan cendekiawan senior Emil Salim, saat memberikan keterangan pers di Jakarta, Jumat (4/10).
Menurut Emil UU Perubahan atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK berpotensi sangat kuat untuk melemahkan lembaga antirasuah itu.
Emil menilai, dalam revisi UU KPK tersebu, wewenang KPK dalam memberantas korupsi seperti dikebiri. Misalnya, mengenai tindakan penyadapan yang harus memperoleh izin terlebih dahulu dari dewan pengawas. Juga ada pasal yang menyatakan bahwa penyidik KPK harus berasal dari kepolisian.
Secara tegas Emil menyatakan poin-poin revisi tersebut justru membatasi ruang gerak KPK dalam bekerja.
"Dengan demikian, jelas bahwa revisi UU KPK tidak bertujuan memperkuat KPK, tetapi memperlemah, membawa kita kembali ke masa zaman korupsi," ucapnya.
Emil menilai kinerja KPK dalam memberantas korupsi di Tanah Air telah berjalan baik. Hal itu terbukti dengan banyaknya tokoh nasional yang terjerat, seperti mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, mantan Ketua DPR RI Setya Novanto, serta sejumlah menteri dan anggota legislatif.
Dengan prestasi gemilang itu, kata Emil, sudah sepantasnya KPK diperkuat, salah satu caranya dengan menganulir pengesahan revisi UU KPK dengan Perppu KPK.
Di tempat yang sama, mantan Ketua KPK RI Taufikurrahman Ruki menyatakan revisi UU KPK yang dilakukan oleh DPR terkesan terburu-buru, tanpa adanya kajian yang mendalam.
Tentang keberadaan Dewan Pengawas KPK misalnya. Menurut Ruki, dewan pengawas bukan merupakan penegak hukum, melainkan lembaga yang bersifat administratif teknis dengan tugas melakukan pengawasan.
Dengan demikian, lanjut Ruki, dewan pengawas tidak seharusnya memiliki tugas untuk memberikan izin pengawasan, sebagaimana tertuang dalam revisi UU KPK.
"Dewan pengawas itu sifatnya administratif teknis, dan dia melakukan pengawasan pos bukan memberikan izin. Nah, ini juga 'kan menjadi semacam kegaduhan," katanya.
Ruki mendesak agar Presiden segera menerbitkan Perppu KPK. "Presiden harus mengeluarkan perppu guna memperbaiki hasil revisi terhadap UU KPK. Ini harus, kalau tidak, pemberatansan korupsi bisa dikatakan mundur," ucapnya.
Hadir juga di acara itu di antaranya ahli hukum Albert Hasibuan, penulis Mochtar Prabottinggi, budayawan Toety Heraty, tokoh agama Franz Magnis-Suseno, dan aktor Slamet Rahardjo Djarot.
Pada Kamis (26/9), mereka bersama 35 tokoh senior nasional lainnya sudah bertemu Presiden Jokowi di Istana Negara untuk membahas sejumlah hal, termasuk kemungkinan diterbitkannya Perppu KPK. (Antara/jpnn)
Sumber: Jpnn.com
Editor: Erizal