Jakarta (RIAUPOS.CO) - Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, pemerintah dinilai hanya mementingkan kelompok pengusaha. Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menyebut, penerbitan Perppu tersebut sangat menabrak hal-hal yang prinsipil.
''Ini menggambarkan pola pikir yang benar-benar propengusaha dengan menabrak hal-hal prinsipil. Paling tidak dari segi hukum ada dua kesalahan,'' kata Bivitri, Senin (2/1).
Pertama, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa UU Cipta Kerja Omnibus Law inkonstitusional bersyarat. Sehingga perlu adanya perbaikan, sampai tenggat waktu dua tahun.
''Artinya, UU itu tidak bisa dilaksanakan, tidak punya daya ikat, jadi buat apa keluarkan Perppu untuk revisi sebagian ini? Ini menguatkan amatan kami di lapangan bahwa pemerintah memang mengabaikan putusan MK itu dan melaksanakan terus UU Cipta Kerja itu,'' tegas Bivitri.
Kedua, tidak ada hal kegentingan yang memaksa. Menurut Bivitri, pemerintah menerbitkan Perppu Cipta Kerja pada masa libur tahun baru dan juga masa reses DPR RI. Sehingga, tidak ada hal kegentingan untuk menerbitkan Perppu Cipta Kerja.
''Ini sama saja presiden ingin mengambil jalan pintas saja, supaya keputusan politik pro pengusaha ini cepat keluar, menghindari pembahasan politik dan kegaduhan publik. Ini langkah culas dalam demokrasi. Pemerintah benar-benar membajak demokrasi,'' cetus Bivitri.
Senada juga disampaikan Direktur Pusat Studi dan Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari. Menurut Feri, penerbitan Perppu tersebut inkonstitusional dan menabrak aturan hukum.(jpg)