JAKARTA (RIAUPOS.CO) - SATU dari dua black box pesawat Lion Air PK LQP sudah ditemukan, Kamis pagi (1/11). Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto menduga kuat kotak hitam yang sebenarnya berwarna oranye itu adalah flight data recorder (FDR). Isinya data-data penerbangan seperti ketinggian, arah, dan kecepatan pesawat. FDR punya kapasitas merekam selama 25 jam dari penerbangan. Sehingga data penerbangan sebelumnya pun bisa terbaca dari FDR.
Selain FDR, ada pula cocpit voice recorder (CVR) yang berisi rekaman percakapan pilot dengan copilot dan kru kabin, suara di kokpit, serta percakapan dengan petugas menara pengawas. Balai Pengkajian dan Penerapan Teknlogi (BPPT) yang menemukan titik FDR dengan peralatan canggih di Kapal Baruna Jaya I itu yakin bisa mendeteksi pula lokasi CVR, hari ini (2/11).
Sekitar pukul 18.20, FDR yang dimasukan ke dalam kotak khusus berisi air itu tiba di dermaga JICT oleh Kapal RIB Taifib. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, bersama Ketua KNKT Soerjanto, dan Kepala Balai Teknlogi Survei Kelautan BPPT M. Ilyas menjelaskan temuan yang bisa menjadi petunjuk penyebab Lion Air penerbangangan Jakarta-Pangkal Pinang itu celaka.
”Semoga dengan diperolehnya FDR ini kami harapkan, kita bisa meneliti lebih jauh,” kata Menteri Budi.
Kepala KNKT Soerjanto menuturkan, FDR yang ditemukan itu sudah lepas dari cangkang. Hanya menyisakan crash protection box yang berisi kartu memori. Nah di kartu itulah data-data penerbangan tersimpan. Sehingga bisa dianalisis untuk menemukan petunjuk utama penyebab kecelakaan pesawat Lion Air. Perlu waktu dua hingga tiga pekan untuk menganalisis data. Dia memastikan penyelidikan yang sepenuhnya di Indonesia itu akan independen.
”Tidak ada kaitannya Airbus dengan ini ya. Kami menyelidikinya masalah kenapa kecelakaan ini ya independen,” tegas dia.
Dia yakin bahwa benda yang dari kejauhan terlihat seperti tabung itu adalah FDR. Tapi, untuk memastikan perlu ada penelitian lebih lanjut di laboratorium.
Temuan Black Box
Kepala Balai Teknologi Survei Kelautan BPPT M Ilyas mengungkapkan sejak hari kedua pencarian atau Selasa (30/10) sebenarnya sinyal dari black box itu sudah diketahui. Tapi, para peneliti masih belum sepenuhnya yakin. Hingga berulangkali dipastikan petugas di Kapal Baruna Jaya I yang membawa alat multibeam echosounder hydrosweeps DS, side scan sonar edgetech 4125, G-882 marine magnetometer, dan remote operated vehicle (ROV)-Seaeye 12196 Falcon.
”Sinyal itu dipastikan dengan ping locator milik KNKT Indonesia dan Singapura. Ada sumber frekuensi dari black box. Kami pastikan lagi dengan transponder,” kata Ilyas.
Caranya, menurut Ilyas, dengan mengirimkan sinyal berkekuatan 37,5 kilohertz sesuai dengan sinyal yang dimiliki black box. Dengan alat penerima sinyal itu bisa dideteksi lokasinya dengan metode triangulasi data. Jadi, pengecekan dengan cara menembakan sinyal itu dari tiga lokasi berbeda. Titik lokasi itu lantas diberikan kepada penyelam dari TNI dan Basarnas.
Penyelam yang membawa ping locator milik KNKT mendeteksi ke area yang lebih kecil. Cara kerjanya semakin dekat dengan lokasi semakin terdengar suara ping. Hingga akhirnya anggota Batalyon Intai Amfibi 1 Marinir Sertu Hendra Syahputra menemukan FDR di kedalaman 35 meter. Lokasi koordinat temuan itu di S 05 48 48.051 - E 107 07 37.622 dan koordinat S 05 48 46.545 - E 107 07 38. Temuan itu sekitar pukul 10.30.
Hari ini (2/11), tim dari BPPT masih punya pekerjaan besar untuk mencari VCR. Lokasinya sebenarnya sudah diketahui kemarin. Tapi, lokasi perkiraan itu berada sekitar 250 meter dari pipa pertamina. Sehingga kapal Baruna Jaya pun harus bergeser hingga 600 meter dari lokasi yang diduga VCR yang ditandai dengan inisial C 31 itu. Sesuai standart, kapal hanya boleh lego jangkar dengan jarak lebih dari 550 meter dari pipa.
”Sudah tidak terdengar lagi pingnya. Tidak terdekteksi kapal kami. Dan tadi (kemarin, red) juga turun dengan rubber boat, dengan ping loacater dan KNKT singapura dan Indonesia tidak ada bunyi,” ujarnya.
Sore kemarin ada penyelaman oleh anggota TNI dan Basarnas dengan membawa ping locater untuk mencari lokasi VCR. ”Mudah-mudahan diketahui, sudah ada bunyi. Berarti masih di situ,” kata Ilyas.
Strategi yang akan dilakukan tim di kapal BPPT itu hari ini dengan tetap menurunkan jangkar 600 meter dari pipa Pertamina. Tapi, dengan ROV yang punya kabel sepanjang 1.200 meter itu bisa menjelajah ke lokasi tersebut.
”Bunyi ping tidak terdengar itu bisa jadi karena lumpur. Informasi dari penyelam lumpur bisa selutut,” ungkap dia.
Pecahan Pesawat Memanjang 30 Meter
Temuan black box oleh Kapal Baruna Jaya milik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dibarengi deteksi cukup signifikan dari KRI Rigel 933. Kamis (1/11) kapal tersebut mendapati serpihan dalam jumlah banyak pada koordinat 05 48’ 46.42”S, 107 07’ 36.88”E di area pencarian. Serpihan itu memanjang seperti badan pesawat dengan panjang kurang lebih 30 meter. Hanya saja semuanya dalam bentuk pecahan.