Sulitnya Identifikasi Korban

Nasional | Jumat, 02 November 2018 - 15:21 WIB

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Proses identifikasi korban jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 berada di tingkat kesulitan yang tinggi. Hingga, Kamis (1/11) Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri belum bisa menambah jumlah korban yang teridentifikasi. Bagian tubuh korban yang ditemukan belum representatif untuk diidentifikasi menggunakan metode struktur gigi dan sidik jari. 

Kondisi itu seakan menggambarkan betapa parahnya tubrukan atau crash yang terjadi pada pesawat. Bahkan, diprediksi crash yang terjadi pada Lion Air JT-610 lebih dahsyat dibanding pesawat Air Asia QZ 8501 yang jatuh di Selat Karimata, Pangkalan Bun, Kalimantan. Kepala Bidang DVI Polri Kombespol Lisda Cancer menuturkan, jenazah korban yang berupa body part atau bagian tubuh hanya memungkinkan penggunaan metode tes DNA. Artinya, body part yang ada memang tidak ada bagian gigi dan sidik jari. 

”Ini yang terjadi,” jelasnya. 
Baca Juga :Kirim Flight Recorder Super Tucano ke Luar Negeri

Bahkan, secara wujud body part yang diterima tim DVI ini hanya bagian-bagian kecil. Seperti, kulit, daging atau tulang. Bila dibandingkan dengan kondisi jenazah korban kecelakaan pesawat Air Asia QZ 8501 yang jatuh 2014 lalu, kondisi jenazah korban jatuhnya Lion Air lebih parah. 

”Saat Air Asia, masih banyak jenazah yang utuh. Tapi, Lion Air ini jenazah korban sama sekali tidak ada yang utuh,” tuturnya. 

Namun begitu, dia tidak bisa menyimpulkan apakah kondisi ini terjadi karena parahnya crash yang terjadi pada Lion Air JT 610. ”Apa yang menyebabkan, saya tidak bisa menyimpulkan. Nanti itu berhubungan dengan kewenangan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT, red),” ungkapnya. 

Sementara mantan Direktur Eksekutif DVI Kombespol (Purn) Anton Castilani menuturkan, kondisi jenazah korban sebuah kecelakaan itu berbanding lurus dengan parahnya tubrukan yang terjadi dalam kecelakaan tersebut. 

”Semakin rusak semakin tinggi dahsyat kecelakaannya,” jelasnya. 

Kemungkinan hal itu terjadi karena gaya sentrifugal atau percepatan yang terjadi pada pesawat Lion Air JT 610 lebih besar. 

”Tapi, untuk mengetahui bagaimana kecelakaan tentunya perlu kerja sama antara DVI dengan KNKT dan lainnya,” ujarnya.

Sebenarnya, mengetahui betapa parahnya kecelakaan berdasarkan kondisi jenazah ini bisa dilakukan. Namun, selama ini belum pernah dilakukan secara riil. 
”Sebab, biasanya ini untuk kepentingan perusahaan pembuat pesawat, dalam konteks perbaikan desain agar lebih aman,” paparnya.

Dia menuturkan, kejadian kecelakaan ini memberikan kesadaran betapa pentingnya data antemortem bagi penumpang pesawat. Bila tidak bisa sepenuhnya untuk penumpang, setidaknya perlu untuk membuat regulasi mewajibkan data antemortem bagi yang berprofesi high risk, seperti TNI, Polri atau pegawai yang pekerjaannya memiliki potensi kecelakaan. 

”Perlu data base antemortem agar saat terjadi sesuatu, tidak kesulitan lagi mencari antemortem,” jelasnya. 

Sementara Wakarumkit RS Polri Kombespol Haryanto menjelaskan bahwa dari 189 korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 610, baru didapatkan 152 sampel DNA hingga kemarin. Dengan begitu, masih ada 37 keluarga penumpang yang belum bisa diambil sampel DNA-nya. 

”Ini kemungkinan karena dua sebab,” ujarnya. 

Pertama, lanjutnya, dikarenakan satu keluarga menjadi korban di pesawat Lion Air JT 610. Kedua, keluarga yang bisa diambil sampel DNA tidak datang. 
”Data dari tim Antemortem itu setidaknya ada dua keluarga, yang semua keluarga inti menjadi korban. dari ayah ibu dan anak,” tuturnya.

Satu keluarga berisi empat orang dan satu keluarga lainnya berisi tiga orang. Total, ada tujuh orang dari dua keluarga yang menjadi korban. 

”Kami masih berupaya,” papar polisi dengan tiga melati di pundaknya tersebut.

Gaji Pilot Asing 

Rp135-165 Juta 

Lion Air membantah jika gaji pilot asing di maskapai mereka disebut hanya Rp 3,7 juta per bulan. ”Untuk pilot asing sekitar Rp135 juta hingga Rp165 juta,” terang Corporate Communication Strategic Lion Air Danang Mandala Prihantoro kepada Jawa Pos (JPG), kemarin. 

Dia menjelaskan, angka sebesar itu sudah termasuk segala macam tunjangan. Gaji yang diterima pilot tidak hanya gaji pokok. Ada juga tambahan yang berasal dari jumlah penerbangan pada bulan tersebut. Selain itu, pilot juga mendapatkan asuransi dari maskapai sesuai dengan perjanjian kerja yang ditandatangani di awal. Danang menjelaskan, gaji pilot asing lebih besar dari pilot dalam negeri. Untuk gaji pilot ‘’lokal,’’ gaji pokoknya sekitar Rp 30 juta perbulan. Jika dtambah dengan tunjangan jam terbang bisa mencapai Rp80 juta.

Gaji pilot asing di Lion Air sempat memicu kontroversi. Sebab, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto menyebut bahwa gaji pilot asing yang dilaporkan Lion Air ke pihaknya hanya Rp3,7 juta perbulan. Jumlah itu jauh lebih kecil daripada gaji kopilot yang tercatat mencapai Rp20 juta. 

’’Jumlah gaji itu berdasar laporan perusahaan,’’ katanya.

Mengapa Lion Air melaporkan gaji pilot asing hanya Rp3,7 juta sebulan? Sayang, Danang tak bisa menjelaskan secara detil. Dia hanya menyebutkan bahwa masalah tersebut kini sedang ditelusuri. Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Pilot Indonesia (IPI) Rama Noya menjelaskan, besaran pendapatan pilot tergantung masing-masing maskapai. 

”Pendapatan pilot itu ada dua. Dari gaji dan jam terbang,” ungkapnya. Di Indonesia, menurut Rama, pilot terpacu untuk memperbanyak jam terbang. ”Itu yang membuat waktu istirahat pilot kurang,” katanya.

Di luar negeri, kata Rama, gaji pokok pilot lebih besar dari pada tunjangan terbang. Dia berharap ada regulasi untuk mengatur hal tersebut. Jika gaji pokok lebih besar, maka pilot tidak lagi mengejar jam terbang. ”Pengaturan jam terbang akan lebih mudah,” katanya. 

Rama juga mengatakan, Indonesia kekurangan posisi kapten pilot. Di sisi lain, jabatan first officer atau copilot cukup banyak. Ini mempengaruhi bisnis pelaku usaha penerbangan. Bagi mereka yang mengejar pertumbuhan armada, akan mencari pilot dari luar negeri. ”Mereka mengejar pilot yang siap jadi. Untuk posisi kapten, banyak dari luar negeri,” ucapnya. Pilot asing sebenarnya dibatasi oleh Direktorat Perhubungan Udara. Untuk pilot asing, maksimal mendapat izin kerja hanya dua tahun.(idr/lyn/oni/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook