DAMPAK COVID-19

Tarif Tes PCR Maksimal Rp550 Ribu

Nasional | Senin, 16 Agustus 2021 - 11:09 WIB

Tarif Tes PCR Maksimal Rp550 Ribu
Presiden Joko Widodo (Jokowi) (INTERNET)

BAGIKAN



BACA JUGA


"Kalau masyarakat nggak mampu ya sama saja nggak bisa dilaksanakan. Malah dilanggar," tuturnya.

Selain itu, lanjut dia, dengan turunnya harga PCR ini bisa diikuti dengan penurunan harga testing lainnya. Seperti test antigen. Dengan begitu, bisa semakin mudah dijangkau masyarakat.   Terpisah, Anggota Komisi IX Saleh Daulay mengungkapkan, instruksi ini menunjukkan bahwa Presiden mendengar inspirasi rakyat. Kendati begitu, ia berharap, ini bukan sekadar respons reaktif yang ditunjukkan Presiden atas masukan yang masuk.


“Semoga bukan respons sesaat," ujarnya.

Pasalnya, harga tes PCR yang disebutkan oleh Presiden masih kisaran. belum ada angka pasti. Artinya, belum ada perhitungan detil yang dilakukan oleh pemerintah terkait ketetapan harga baru PCR.

"Kemenkes harus segera menghitung secara pasti," ungkap politikus PAN tersebut.

Menurutnya, perhitungan ini perlu dilakukan agar nantinya tak ada pihak yang rugi. Misalnya, dari sisi produsen. Bila harga terlalu rendah, bisa-bisa produsen malah tak mau produksi. Namun, jika angka yang dipatok terlalu mahal negara dan masyarakat yang akan keteteran. Negara harus menanggung biaya besar untuk tracing. Kemudian, masyarakat pun enggan melakukan testing mandiri karena harga yang melambung tinggi.

Padahal, testing mandiri ini sangat diharapkan bisa terjadi di lapangan."Dengan begitu jadi cepat tahu “posisi" virusnya. Kalau terdeteksi, ya dibatasi geraknya," paparnya.

Di sisi lain, Saleh turut menyoroti mengenai pelaksanaan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 4. Dia menilai, penerapan PPKM level 4 sudah berhasil. Walaupun tidak maksimal.

“Faktanya keterisian rumah sakit menurun, kasus aktif pun demikian. Namun belum maksimal," tuturnya.

Sebab, ketika wilayah PPKM menunjukkan kemajuan, di daerah lain justru kedodoran. Sejumlah daerah luar Jawa Bali dilaporkan tengan mengalami kenaikan kasus. Padahal, menurut dia, ketika wilayah darurat dikunci maka daerah lain harusnya bisa kian menurun.

Lalu, perlukan PPKM diperpanjang? Saleh tak menjawab secara gamblang. Dia hanya mengungkapkan, bahwa kalau pun diperpanjang tak perlu ganti nama lagi. Cukup ubah levelisasi sesuai dengan kondisi masing-masing daerah. Apabila kondisi pandemi di daerah tersebut sudah turun, maka level bisa diturunkan. Sebaliknya, bagi daerah luar Jawa Bali yang saat ini sedang memerah, maka harus diikutsertakan dalam PPKM level 4 ini.

Mengenai anggapan masyarakat soal PPKM yang suka “dicicil", menurutnya itu bisa jadi strategi pemerintah. Sebab, bila langsung diputuskan PPKM selama berbulan-bulan maka rakyat akan stres. Sementara, ketika diputuskan dalam beberapa minggu maka masyarakat pun akan bersemangat untuk patuh agar kondisi kasus cepat menurun.

Sementara itu hingga malam tadi pemerintah belum mengumumkan nasib PPKM level 4 apakah akan diperpanjang atau tidak. Seperti diketahui sebelumnya pemerintah memperpanjang pemberlakuan PPKM level 4 di sejumlah daerah dari 10 Agustus hingga 16 Agustus.

Dalam perpanjangan itu ada sejumlah pelonggaran yang ditetapkan pemerintah. Seperti diperbolehkannya kembali mal untuk beroperasi di kota-kota besar. Seperti di Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Dengan semakin menurunnya kasus baru Covid-19 di Indonesia, ada kemungkinan kebijakan pelonggaran kembali di lokasi PPKM level 4. Kemarin kasus positif baru di Indonesia tercatat ada 20.813 kasus. Kemudian angka kesembuhan berjumlah 30.361 kasus. Lalu jumlah kasus kematian baru ada 1.222 kasus.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah pun berpandangan bahwa standar yang ditetapkan Kemenkes melalui surat edaran bernomor HK.02.02/I/3713/2020 terlampau tinggi. Karena itu, dia tidak heran bila belakangan banyak masyarakat membanding-bandingkan tarif PCR test di Indonesia dengan di India. Sebab, angka yang dipatok Kemenkes lewat surat edaran tersebut sepuluh kali lipat lebih tinggi dari tarif PCR tes di India. Menurut Wana, surat edaran tersebut harus segera diubah. "Kemenkes segera merevisi Surat Edaran Nomor HK.02.02/I/3713/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan PCR," ungkapnya, kemarin.

Apalagi, setelah Presiden memerintahkan kepada menkes untuk menekan tarif tes PCR. Pihaknya juga memberi catatan atas perintah itu.

"Menurut kami poinnya bukan tentang berapa harga tarif, melainkan adalah transparansi dalam penetapan komponen tarif pemeriksaan PCR," ujar dia.

Wana menyatakan bahwa baseline pembentuk tarif yang telah disampaikan oleh presiden perlu dilihat lebih jauh. "Seperti pembelian reagen, keuntungan yang berhak diperoleh penyedia jasa,perlengkapan medis lainnya, dan sebagainya," beber dia. Tentu, lanjut dia, penyedia jasa harus untung. Namun demikian, jangan pula berlebihan. Lebih dari itu, ICE menilai bahwa masyarakat berhak tahu komponen pembentuk tarif PCR yang selama ini harus mereka bayarkan.

Untuk itu, ICW juga meminta supaya pemerintah lebih transparan ketika mengumumkan tarif tes PCR. "Hingga hari ini (kemarin, red), kita tidak pernah tahu kenapa harga PCR (sebelum Presiden minta tarifnya diturunkan) bisa sampai Rp900 ribu," jelasnya.

Itu tidak akan terjadi bila pemerintah lebih transparan membuka komponen pembentuk tarif PCR. "Dari perhitungan tersebutlah kita dapat mengetahui wajar tidaknya tarif yang ditetapkan oleh pemerintah," tambah Wana.

ICW, lanjut dia, sempat menelusuri besaran harga reagen PCR yang pernah dibeli pemerintah dan banyak digunakan penyedia jasa PCR test di Indonesia. Rata-rata, harganya Rp180 ribu-Rp375 ribu. Artinya, harga tes PCR seharusnya tidak terlalu jauh dari harga bahan baku tersebut," jelasnya.

ICW berpandangan, harganya bisa semakin terjangkau bila pemerintah memberikan subsidi untuk PCR test yang dilakukan secara mandiri. Mereka menilai, semakin terjangkau tarif PCR test, efeknya tidak hanya baik bagi masyarakat. Melainkan juga akan menguntungkan pemerintah. Sebab, masyarakat yang semula enggan memeriksakan diri karena tarif PCR test yang masih tinggi, tidak akan terlalu berat mengeluarkan uang untuk PCR test. "Mahalnya tarif pemeriksaan PCR di Indonesia tentu berdampak pada upaya pemerintah dalam memutus rantai penularan Covid-19," bebernya.(wan/mia/syn/ted)


Laporan: JPG (Jakarta)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook