Tito menjamin, tim ini bisa bekerja lebih efisien, mengingat akan lebih mudah menembus ke internal kepolisian dibanding pihak luar. ’’Investigasi Polri itu dipimpin langsung oleh orang ketiga di Polri (Irwasum). Ini penting karena unsur internal ini bisa menembus batas-batas dalam institusi sendiri. Namun, mungkin kelemahannya dianggap protektif,’’ ujar Tito di silang Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Kamis (13/6/2019).
Selain itu, tim investigasi Polri juga bekerja paralel dengan Komnas HAM sebagai lembaga resmi yang ditunjuk undang-undang di luar kepolisian. Kerja tim ini dianggap bisa efisien untuk mengungkap kasus 21-22 Mei. ’’Kami percayakan kepada Komnas HAM dan tim investigasi untuk bisa menembus ke dalam institusi sendiri. Karena TGPF untuk menembus sangat sulit untuk meminta outsider. Tapi insider lebih mudah,’’ imbuh Tito.
Lebih lanjut, Tito menerangkan, tim investigasi Polri tengah mendalami para korban, baik petugas maupun masyarakat. Sampai saat ini belum bisa disimpulkan korban ini merupakan perusuh atau warga biasa yang tidak terlibat aksi, namun terkena imbas.
Hasil kerja antara tim investigasi Polri dan Komnas HAM akan diumumkan bersama sekitar 23 Juni mendatang. Namun, tenggat waktu itu bisa mundur, mengingat proses mengungkap faktanya cukup sulit.
’’Saya lupa tanggalnya, tanggal 23-an kalau investigasi diselesaikan. Kalau seandainya belum (selesai), maka akan berlanjut (investigasinya). Soalnya ada meliputi uji balistik dan lain-lain. Dan, ini akan disampaikan bersama,’’ sambung Tito.
Sementara itu, Ketua Komnas HAM Achmad Taufan Damanik enggan berpendapat mengenai urgensi TGPF aksi 21-22 Mei. Dia menyerahkan semua keputusan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) selaku yang berwenang terhadap pembentukan TGPF.
’’Kami tidak mau mencampuri itu. Kami kerja saja dengan mandat yang kami miliki, tim yamg kita miliki, koordinasi terus dengan Polri. Kami juga koordinasi dengan NGO,’’ kata Taufan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/6/2019).