Belum lagi pembuktian terkait pelanggaran yang bersifat terstruktur, harus dibuktikan siapa saja aparat struktural, baik aparat pemerintah atau penyelenggara pemilu yang secara kolektif atau bersama-sama diduga telah memberikan keuntungan atau merugikan paslon tertentu.
’’Nah, kalau untuk mengungkap semua hal itu MK hanya menggelar sidang pembuktian sebanyak tujuh kali seperti pada PHPU Pilpres 2014, bagaimana mungkin waktu yang sempit bisa digunakan secara optimal oleh pemohon, termohon, pihak terkait, Bawaslu, serta pihak lainnya untuk meyakinkan Mahkamah,’’ tuturnya.
Said kemudian menyarankan, agar waktu 14 hari yang dimiliki MK dalam menuntaskan perkara PHPU Pilpres, dipertimbangkan untuk diperpanjang. Sebab, secara logis waktu tersebut memang tidak ideal untuk memeriksa begitu banyak bukti dokumen, saksi, ahli, dan sebagainya yang diajukan oleh para pihak.
’’Agar masa persidangan PHPU Pilpres dapat diperpanjang sehingga sidang pembuktian dapat digelar dengan frekuensi yang lebih ideal, maka satu-satunya cara yang dapat dilakukan adalah dengan menguji konstitusionalitas Pasal 475 ayat (3) UU 7/2017 melalui acara pemeriksaan cepat di Mahkamah Konstitusi,’’ ucapnya.