Kegiatan itu dihadiri sekitar 1.700 orang dari berbagai agama dan kepercayaan. Komunitas Gusdurian menjadi salah satu inisiator. Aan Anshori, pegiat Gusdurian Jombang, menyatakan bahwa forum tersebut adalah upaya untuk melawan terorisme dan mengklarifikasi kesalahpahaman antara umat Kristen dan Islam.
Aan mengaku cukup sulit meyakinkan pihak gereja untuk menggelar doa bersama itu. Dia memakluminya sebagai bentuk trauma dan kewaspadaan. Dengan sejumlah pendekatan, gereja akhirnya setuju. ’’Begitu terlaksana, tanggapan mereka, oh ternyata tidak ada apa-apa ya,’’ ujarnya.
Hal tersebut dibenarkan Ketua Majelis Jemaat GKI Diponegoro Daniel Theopilus Hage. Menurut dia, kegiatan itu diinisiatori rekan lintas agama. Pihaknya hanya menyediakan tempat. ’’Mereka mengatakan, ayo, Pak, kita tunjukkan bahwa kita berani,’’ ujar Daniel.
Dia menambahkan, tidak ada perubahan untuk jam ibadah di GKI Diponegoro setelah insiden bom. Meski begitu, pihaknya tetap menyediakan kegiatan untuk menyembuhkan trauma para jemaat. Dia ingin menunjukkan bahwa teror bom tidak menggoyahkan semangat umat dalam beribadah. ’’Minggu-minggu besok ini, kegiatan kebaktian akan berjalan di semua jam ibadah,’’ ujar Daniel.(dwi/din/c16/ayi)
Sumber: JPC
Editor: Fopin A Sinaga