PANDANGAN PENGAMAT PENDIDIKAN

Soal Pancasila, Milenial Butuh Lebih Banyak Praktik ketimbang Teori

Nasional | Jumat, 01 Juni 2018 - 15:40 WIB

Soal Pancasila, Milenial Butuh Lebih Banyak Praktik ketimbang Teori
Ilustrasi. (JPG)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Praktik tentang pengamalan nilai-nilai Pancasila lebih dibutuhkan oleh generasi saat ini ketimbang teori-teori tentang dasar negara Indonesia tersebut.

"Anak milenial tidak bisa diajari satu arah tapi harus dua arah. Semakin didikte dia akan melawan. Begitu juga dengan mengajarkan Pancasila jangan kebanyakan teori, tapi lewat praktik. Teori tetap ada, tapi tidak banyak," kata Pengamat Pendidikan Robertus Budi Setiono menyikapi aksi radikalisme yang mulai masuk ke dunia pendidikan, di Jakarta, Jumat (1/6/2018).

Baca Juga :Jemput Suara Milenial, KPU Kampar Gelar Kemah Demokrasi

Dia menerangkan, guna menangkal radikalisme, dimulai dari rekrutmen guru. Jangan sampai sekolah meloloskan guru yang menganut paham radikal. Pasalnya paham radikal dengan mudah ditularkan kepada siswa.

Adapun peran orangtua dan lingkungan sosial pun menjadi faktor penentu anak terkontaminasi dengan radikalisme atau tidak.

"Terkadang di sekolah anak-anak sudah ditanamkan tentang sikap Pancasilais tapi begitu sampai di rumah dibengkokkan lagi oleh orangtuanya. Ini yang membuat anak galau dan mencari jawaban sendiri. Dan ini berbahaya bila si anak malah mendapatkan jawaban sesat," sebutnya.

Direktur Global Sevilla School itu pun mencontohkan salah satu penerapan Pancasila yang diajarkan kepada anak-anak sejak usia dini, yakni perayaan hari-hari besar keagamaan, misalnya, buka puasa bersama, lebaran, dan natal.

Dalam agenda itu, anak-anak dari berbagai suku, agama, dan ras berbaur jadi satu. Saat bukber atau lebaran, anak-anak serta ortu non muslim ikut menyiapkan kebutuhan acara. Sebaliknya, saat natal, yang muslim ikutan sibuk.

"Dari sini diajarkan ke anak-anak kalau kita itu satu walaupun berbeda-beda. Ini salah satu pembentukan karakter Pancasila sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Jadi, enggak usah anak-anak disuruh banyak menghafal teori tapi minim praktik," sebutnya.

Lebih jauh, dia pun mengimbau masyarakat jangan mengkotak-kotakkan anak-anak. Dunia mereka masih sangat polos. Biarkan mereka tahu tentang 5 agama sehingga paham arti keberagaman.

"Yang suka membeda-bedakan itu kan orang dewasa. Anak-anak enggak tahu, jadi tolong jangan rusak mereka. Sebab radikalisme sangat mudah merasuki generasi milenia yang masa kanak-kanaknya sudah tertanam paham radikal," tuntas Anggota Dewan Pendidikan Jakarta Timur itu. (esy)

Sumber: JPNN

Editor: Boy Riza Utama









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook