JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Aksi penyerangan dan tindak kekerasan terhadap insan media kembali terjadi. Terbaru, kantor media Harian Radar Bogor diserang sekelompok massa yang diduga anggota PDIP Kota Bogor pada Rabu (30/5) lalu. Imbasnya sejumlah fasilitas kantor rusak dan beberapa karyawan mengalami luka.
Ketua Bidang Advokasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Tri Agung Kristanto menyayangkan tindakan tersebut. Menurutnya, tidaklah dibenarkan, jika masyarakat melakukan protes terhadap pemberitaan dengan cara melancarkan aksi kekerasan. Tri menambahkan, peristiwa itu sekaligus menunjukkan masih banyaknya masyarakat yang belum memahami mekanisme dan prosedur kerja jurnalistik.
“Masyarakat belum memahami betul terkait bagaimana mereka harus bersikap terhadap pemberitaan,” ujarnya kepada Jawa Pos (JPG), Kamis (31/5).
Tri menjelaskan, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, masyarakat atau pembaca boleh tidak puas atau tidak sepakat dengan konten yang disampaikan sebuah media. Namun, dalam pasal 5 UU Pers juga diatur mengenai mekanismenya. Di mana pembaca bisa melakukannya dengan prosedur hak jawab.
“Atau bisa dengan melakukan dialog yang difasilitasi dewan pers. Semestinya arahnya ke sana,” imbuhnya.
Untuk diketahui, peristiwa penyerangan dan pengerusakan terjadi setelah massa PDIP tidak puas dengan isi pemberitaan Radar Bogor edisi Rabu (30/5). Khususnya terhadap berita berjudul “Ongkang-Ongkang Kaki Dapat Rp112 Juta” yang berisi soal gaji jajaran Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Di mana Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri menjabat sebagai ketua Dewan Pengarah. Tri menambahkan, kejadian ini harus menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk tidak mengulanginya. Sebab, bisa berpotensi pidana yang merugikannya. Meski demikian, dia juga mengingatkan agar perusahaan media bisa menghasilkan produk jurnalisme yang sesuai dengan kaidah jurnalistik.
“Salah satunya dengan tidak bersifat tendensius,” tuturnya.
Kekecewaan atas tindakan penyerangan kantor Radar Bogor juga disampaikan Direktur Lembaga Bantuan Hukum Pers, Nawawi Bahrudin. Nawawi mengecam aksi premanisme tersebut. Menurutnya, tindakan itu tidak sejalan dengan semangat demokrasi. “Yang sangat mengancam demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia,” ujarnya, Kamis (31/5).
Dia menambahkan, aksi itu juga sudah termasuk tindak pidana. Sebab telah terjadi tindak kekerasan kepada orang serta pengrusakan alat-alat kantor. Oleh karenanya, kepolisian tetap harus melakukan proses hukum tanpa harus menunggu adanya pengaduan dari korban mengingat itu delik umum. “Kami menuntut Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian untuk segera memerintahkan anggotanya mengusut tuntas,” imbuhnya.
Selain itu, sebagai partai, PDIP juga diharapkan melakukan pendidikan politik kepada masyarakat untuk bisa berlaku demokratis dan bertindak sesuai koridor hukum.(far/jpg)