KETUA PENYUSUN KURIKULUM BMR, DR JUNAIDI

Arab Melayu Tidak Dihapus, Tapi Dilebur

Liputan Khusus | Minggu, 31 Januari 2016 - 13:05 WIB

Arab Melayu Tidak Dihapus, Tapi Dilebur
Tulisan Arab Melayu Untuk Nama Jalan

RIAUPOS.CO - Beberapa tahun lalu, setiap sekolah wajib memberikan mata pelajaran Arab Melayu. Namun belakangan, aksara Arab Melayu tersebut sudah hampir tidak ada lagi. Tidak hanya itu, Arab Melayu juga disebut sebagai hal yang mulai langka diketahui anak muda masa kini. Apakah benar Arab Melayu yang merupakan bagian dari budaya Melayu sudah dihapus?

‘’Jangan salah dulu. Arab Melayu itu tidak dihapus tapi hanya dilebur menjadi muatan lokal di sekolah dan menjadi bagian dari Budaya Melayu Riau (BMR),’’ terang Ketua Penyusun Kurikulum BMR, Dr Junaidi kepada Riau Pos menanggapi terkait pernyataan dihapusnya mata pelajarab Arab Melayu di sekolah.

Baca Juga :Mengaji Aksara Arab Melayu

Dijelaskannya, penggabungannya tersebut dilakukan karena Arab Melayu sendiri bukan menjadi suatu keahlian siswa melainkan hanya harus mengetahui. Pasalnya, jika hanya Arab Melayu saja yang dikhususnya menjadi mata pelajaran, budaya Melayu lainnya menjadi hal yang kurang dipelajari. Padahal, menurut akademisi Ilmu Budaya di Universitas Lancang Kuning (Unilak) Riau ini, Arab Melayu hanya bagian kecil dari budaya Melayu. Selanjutnya, mata pelajaran BMR juga tidak hanya fokus pelajaran Arab Melayu, karena kepentingan mengetahuinya tidak besar. ‘’Coba jika dia ahli Arab Malayu, buat apa. Tapi karena ini warisan budaya Melayu, mereka harus mengetahui aksara itu,’’ terangnya.

Meksi menyebutkan Arab Melayu tidak terlalu penting, namun Arab Melayu dalam BMR juga termasuk hal yang penting. Makanya, mata pelajaran tersebut disebutknya wajib diajarkan ke seluruh tingkat pendidikan di Riau sebagai negeri Melayu. Hal ini juga diperkuat dengan penerbutan peraturan daerah dan peraturan Gubernur yang sudah ada sejak tahun 2013 yang lalu. Namun begitu, Djunaedy sendiri tidak mengetahui apakah seluruh tingkatan sekolah di Riau sudah mengajarkan BMR di sekolahnya. Pasalnya, tidak ada ketentuan sangsi yang jelas dan peran serta Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi untuk mengawasi penerpan ini. Selain itu, adanya kendala penerapan kurikulum 2013 juga menjadi salah satu hambatan sekolah menerapkan mata pelajaran yang sudah di perdakan dan pergubkan tersebut.

‘’Harusnya memang seluruh sekolah ada, karena sudah ada perdanya dan pergubnya. Kenyatanan dilapangan, masih ada sekolah yang tidak mengajarkan itu. Apalagi sekolah yang menerapkan K13. Sayangnya, sangsi khusus tidak ada dan itu yang harusnya ada penguatan. Apakah ini akan menjadi pertimbangan nanti saya tidak tahu,’’ terangnya.(kun)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook