BELANJA DARING

Tetap Harus Berhati-hati

Liputan Khusus | Minggu, 04 September 2022 - 10:20 WIB

Tetap Harus Berhati-hati
Rizal Edy Halim (INTERNET)

(RIAUPOS.CO) - Meski hampir semua toko daring menyediakan fitur keamanan belanja, namun kerugian terkait pelanggaran hak-hak konsumen masih saja terjadi. Pada semester I tahun 2022 hingga 12 Agustus lalu, setidaknya terdapat 792 pengaduan konsumen yang masuk ke Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Adapun potensi kerugian terkait pelanggaran hak-hak konsumen sebesar Rp1,2 triliun.

Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rizal Edy Halim menjelaskan pengaduan paling tinggi masih ada pada jasa keuangan dan e-commerce (belanja daring) dengan masing-masing total pengaduan sebanyak 327 dan 139. Sementara pada urutan ketiga berkaitan dengan perumahan.


“Sebanyak 792 pengaduan ini paling besar jasa keuangan dan e-commerce, dan ketiga jasa perumahan. Masih didominasi jasa keuangan dan e-commerce. Total potensi kerugian konsumen yang diderita mencapai Rp 1,2 triliun per 12 Agustus 2022,” katanya dalam konferensi pers virtual di YouTube BPKN, baru-baru ini. 

Secara total, penerimaan pengaduan ke BPKN dari 2017 hingga 12 Agustus 2022 ada sebanyak 7.835 pengaduan. Dalam paparan Rizal, pengaduan paling banyak ada pada tahun 2021 dengan total 3.256 pengaduan.

Secara total, pengaduan paling banyak selama kurang lebih 6 tahun ini, paling banyak dari jasa keuangan, kedua perumahan dan e-commerce. Diikuti dengan jasa telekomunikasi dan jasa transportasi.

Rizal mengatakan, terkait dengan pengaduan perumahan sebagian besar pengaduannya tentang legalitas dari sebuah lahan atau tanah. Tentu hal itu erat dengan isu mafia tahan.”Jadi kalau tadi ada sektor perumahan, sebagian besar itu berkaitan dengan lahan atau tanah dan itu beririsan dengan mafia tanah,” lanjutnya.

Ia juga mengungkap saat ini isu yang tengah dihadapi oleh konsumen hingga Agustus 2022 ini, pertama berkaitan dengan investasi bodong, robot, trading dan asuransi. Kemudian, bedak bayi, kemasan plastik berbahaya, mafia tanah berkuasa, kenaikan harga tiket jasa angkutan udara dan krisis pangan global.

Sedangkan pada tahun 2021 lalu, BPKN menerima sebanyak 3.256 aduan konsumen dengan jumlah terbanyak di antaranya sektor jasa keuangan sebanyak 2.158 aduan, e-commerce 508 aduan, perumahan 254 aduan, lain-lain 137 aduan, dan sektor lain sebanyak 199 aduan dengan total kerugian konsumen mencapai Rp2,45 triliun.

“Yang terus kami coba advokasi adalah dengan melakukan pendampingan pada korban, termasuk soal jual beli kavling bodong di Batam. Selain itu juga kami memberi rekomendasi terkait harga tiket pesawat yang banyak dikeluhkan masyarakat,” ujarnya.

Lebih lanjut, Rizal mengungkapkan, isu terkini yang tengah dihadapi oleh BPKN pada Agustus 2022 ada pada persoalan investasi bodong, robot trading, asuransi, bedak bayi terkontaminasi, kemasan plastik berbahaya, mafia tanah, kenaikan harga tiket pesawat, hingga krisis pangan global.

Ia menambahkan, masyarakat sebagai konsumen diimbau agar melaporkan aduan kepada BPKN apabila merasa dirugikan oleh suatu produk atau jasa, alih-alih menyebarluaskan keluhan melalui media sosial.

“Kalau ada sesuatu tolong sampaikan ke BPKN, jangan sampai terjebak pada Pasal 14 Ayat 1 UU ITE karena nanti pencemaran nama baik. Itu sering terjadi karena konsumen marah sehingga lupa posting sesuatu yang berisiko,” katanya.

Harus Ada Pengawasan Ekstra
Sekretaris Komisi III DPRD Riau Sewitri yang membidangi dunia usaha dan penanaman modal turut menanggapi fenomena jual beli daring yang saat ini mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Menurut dia, hal itu tidak terlepas dari kemajuan teknologi beberapa tahun ke belakang. Sehingga membuat aktivitas masyarakat jadi semakin lebih mudah termasuk dalam hal berbelanja.

“Pertama kita lihat ini sebagai sebuah fenomena yang akan semakin berkembang pesat. Saat ini apa-apa semua serba online. Apa saja. Belajar online, les online, kuliah sekarang ada yang online ada yang offline, beli makan, beli baju, bahkan beli mobil bisa online sekarang,” ucap Sewitri mengawali wawancara.

Dikatakan dia, dari DPRD Riau sendiri memang selaku melalukan pemantauan dan pengawasan terkait fenomena tersebut. Meski begitu, pihaknya sampai saat ini masih sangat jarang menerima pengaduan masyarakat terkait belanja daring ini. Padahal, memang kerugian yang dialami masyarakat ketika tertipu dalam berbelanja daring fakta adanya. 

Diakui Sewitri, kemajuan teknologi mendatangkan banyak manfaat. Apalagi dari segi bisnis. Ia bercerita ketika dulu seseorang ingin jadi pengusaha, harus belajar dan praktek langsung terlebih dahulu. Saat ini semua bisa dipelajari secara daring. Baik melalui saluran Youtube dan berbagai saluran internet lainnya. Begitu juga dengan kebutuhan modal. Di era saat ini, untuk berjualan bisa tanpa modal.

“Bahkan bisa tanpa modal. Ya cuman tetap harus ada modal dikitlah, seperti kuota dan perangkatnya (smartphone). Tapi kan umumnya masyarakat sudah punya ya. Jadi saya pernah ketemu pengusaha yang awalnya, dia cuman mempromosikan produk barang dari luar negeri. Diambil fotonya ditarok di aplikasi e-Commerce dalam negeri. Pas ada yang pesan, dia tinggal meneruskan pesanan,” ungkapnya.

Kemudahan di atas, sambung dia, membuat banyak orang memanfaatkan smartphone yang dimiliki untuk mendapatkan keuntungan dari berdagang daring. Namun tidak sedikit juga yang memanfaatkan untuk melakukak kejahatan. Seperti penipuan. Bahkan sampai ada yang merugi jutaan rupiah. Hal ini tentunya membutuhakn pengawasan ekstra. Baik dari instansi penegak hukum, lembaga pengawas konsumen hingga instansi terkait semisal Kementerian Perdagangan dan turunannya.

Secara regulasi, sambung dia, sudah sangat banyak Undang-undang yang menjerat oknum penipu yang memanfaatkan teknologi digital demi mendapat keuntungan. Sebut saja KUHAP tentang pasal penipuan. Termasuk juga UU ITE yang mengatur lebih spesifik tentang aktivitas dunia dalam jaringan. Namun yang jadi persoalan belum semua masyarakat paham dengan kerawanan yang terjadi ketika memutuskan dalam berbelanja daring.(nda)

“Tidak semua masyarakat paham. Kita sebut saja contoh, beli baju. Pada aplikasi toko dipostinglah model pakaiannya. Ternyata pas sampai tidak sesuai yang ada difoto. Ini tidak sedikit loh masyarakat yang tidak tahu cara komplain, cara retur. Kemana harus melapor dan sebagainya. Nah ini yang menurut saya ada peran dari pemerintah daerah. Semisal Dinas Kominfo, Dimas Perdagangan. Buatlah sebuah program yang memberikan edukasi kepada masyarakat,” sarannya.(nda)
 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook