KOTA (RIAUPOS.CO) -- Hari Bumi yang selalu diperingati pada 22 April, menjadi momentum khusus bagi pegiat lingkungan untuk menyampaikan aspirasi. Seperti, peningkatam kesadaran terhadap lingkungan.
Hal ini disampaikan Stakeholder Engagement WWF Central Sumatera Ratna Dewi kemarin. Dilanjutkannya, laju kerusakan bumi tidak lagi berbanding lurus dengan perbaikannya. ‘’Sebagai bagian dari mereka yang memanfaatkan bumi untuk kelangsungan hidupnya, manusia memang harus punya kepedulian dalam setiap aktivitasnya. Harus selalu mempertimbangkan efeknya terhadap bumi. Juga menjaga keharmonisan terhadap bumi,’’ ucapnya.
WWF katanya, selalu mengedukasi masyarakat untuk mengurangi sampah plastik. Kemudian menanam pohon. ‘’Kalau bisa satu orang pernah menanam pohon di halaman rumah atau manapun. Juga menghemat energi saat kemanapun, misalnya saat ke luar dari kamar ataupun rumah mematikan listrik dan berkontribusi terhadap gerakan penyelamatan bumi,’’ jelasnya.
Ratna melanjutkan, adopsi pohon asuh seperti yang dilakukan setiap pegiat lingkungan, turut menjaga sungai-sungai dan tidak menambah polusi udara. Intinya segala sesuatu yang dilakukan tingkat kepedulian harus berbanding lurus dengan cara memanfaatkan bumi.
‘’Jika kita memanfaatkan bumi, apa yang kita berikan juga sebanding dengan apa yang akan diberikan bumi. Kalau kita memberikan kerusakan, maka bumi juga akan memberikan kerusakan yang lebih dahsyat pada kita,’’ paparnya.
Menurutnya, WWF pun mendorong instansi mengedukasi mereka yang ada dalam intansi tersebut untuk mendorong keselarasan dengan alam. Semisal, mengurangi penggunaan kertas yang tidak diperlukan. Jika bisa memang berkomunikasi email dan lainnya akan bisa mengurangi penggunaan kertas.
‘’Kesimpulannya, apapun yang berlebihan itu tidak baik. Jika kita mengkonsumsi baik personal maupun publik yang berlebihan, pasti akan menyumbang kerusakan juga. Bahkan kerusakan karakter bagi diri sendiri,’’ ujarnya.
Jadi, lanjutnya, manusia Indonesia jika masih berlebihan akan semakin menunjukan bentuk kerakusan maupun keserahan diri. ‘’Apapun yang merusak alam itu pasti merusak manusia. Jadi apabila manusia merusak alam seseungguhnya sedang merusak diri sendiri. Itu harus dipahami,’’ lanjutnya.
Hukuman yang setimpal, harus sesuai dengan Undang-undang dan aturan yang ada. Untuk hukuman yang sifatnya pribadi urusannya dengan diri sendiri. ‘’Seperti yang saya bilang tadi, ketika merusak alam berarti merusak dirinya sendiri. Itu adalah hukuman yang sifatnya langsung mengenai diri sendiri yang tanpa disadari,’’ katanya.
Volunter Greenpeace Indonesia Doni, turut serta menanggapi. Kesadaran terhadap lingkungan harus dimulai dari sadar lingkungan di sekitar kita. Selain itu turut serta kegiatan penghijauan di hutan yang sudah terbakar. ‘’Setidaknya di sekitar rumah harus ada pohon yang dapat menyangga tanah dan air, seperti menanam pohon berakar tunggang,’’ jelasnya.
Kemudian, segala yang ada di bumi perlu dijaga, seperti hutan dan laut. Sehingga jika ada oknum yang tidak bertanggungjawab harus dihukum penuh sesuai dengan undang-undang yang ada. ‘’Tidak hanya ditegur namun ditindaklanjuti. Sekiranya dapat dipidanakan supaya jera dan tidak mengulangi,’’ tambahnya.
Menurutnya, hukum setimpal dengan tidak memilih siapa dia.(*3/rnl)
(Laporan Marrio Kisaz, Kota)