PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Pemberdayaan masyarakat menjadi bagian dari program Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) yang dilaksanakan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Indragiri Rokan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPDASHL KLHK).
Salah satu program pemberdayaan masyarakat sekaligus mendukung pemulihan lingkungan, dilakukan dengan bangunan Konservasi Tanah dan Air atau KTA.
Salah satu penerapan teknik KTA yang digunakan adalah dengan metode sipil teknis yang pada dasarnya merupakan perlakuan fisik mekanik yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi, dan meningkatkan kemampuan penggunaan tanah.
Metode sipil teknis dalam konservasi tanah dan air antara lain meliputi bangunan Dam Pengendali (DPi), Dam Penahan (DPn), Embung Air, Pengendali Jurang (gully plug/GP), dan Sumur Resapan Air (SRA).
''Tahun 2020 ada 130 Unit bangunan Konservasi Tanah dan Air yang dibangun di wilayah kerja BPDASHL Indragiri Rokan. Ada 16 unit DPn dan 82 unit GP di 5 Nagari atau desa di Sumatera Barat. Sedangkan di Provinsi Riau, ada 5 unit bangunan DPn dan 27 unit GP di Kabupaten Kampar,'' ungkap Kepala BPDASHL Indragiri Rokan KLHK, Tri Esti Indrarwati, Rabu (18/11/2020).
Upaya mengurangi degradasi lahan kata Esti memerlukan teknis RHL yang tepat. Penerapan teknis RHL tidak hanya bersifat vegetatif akan tetapi bisa dilakukan dengan sipil teknis seperti yang dilakukan saat ini.
Tujuan dilakukannya kegiatan KTA adalah untuk menurunkan jumlah aliran permukaan dan meningkatkan jumlah air tersimpan, mengendalikan daya rusak aliran permukaan dan memperbaiki kualitas aliran permukaan.
''KTA juga dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi ekosistem, baik hutan maupun lahan, sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga dengan baik,'' jelasnya.
Adapun jenis bangunan KTA yang dibangun di wilayah kerja BPDASHL Indragiri Rokan, adalah DPn dan GP. Dam Penahan adalah bendungan kecil dengan konstruksi bronjong batu, pasangan batu spesi atau trucuk bambu/kayu yang dibuat pada alur jurang dengan tinggi maksimum 4 meter. Sedangkan bangunan pengendali jurang (gully plug/GP) adalah bendungan kecil yang lolos air yang dibuat pada parit-parit, melintang alur parit dengan konstruksi batu, kayu atau bambu.
''Seluruh pembangunan KTA ini melibatkan masyarakat yang tergabung dalam kelompok kerja. Total ada enam kelompok kerja yang merupakan masyarakat tempatan. Ini juga bagian dari program pemulihan ekonomi nasional,'' kata Esti.
Penentuan calon lokasi oleh BPDASHL Indragiri Rokan, dilakukan dengan memperhatikan berbagai aspek, serta harus memenuhi beberapa persyaratan teknis. Pengumpulan data pendukung antara lain meliputi struktur tanah stabil pada lokasi badan bendung, kekeruhan air pada alur sungai, aksesibilitas, ketersediaan bahan di lapangan, ketersediaan tenaga kerja, sampai pada tanggapan masyarakat sekitar atas pembangunan KTA.
''Ke depan bagi Nagari atau desa yang membutuhkan bangunan KTA, dapat mengajukan proposal kepada BPDASHL Indragiri Rokan,'' tutup Esti.
Editor: Hary B Koriun