PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Perambah hutan bertaubat. Beberapa dari mantan perambah hutan ini berbagi kisah dalam pengelolaan tanaman hutan. Bertempat di Kedai Kopikirapa Jalan Kundur pusat kota Pekanbaru, Senin (10/2/2020) malam.
Mereka sekarang beralih menjadi petani yang kini mengelola Hutan Lindung Sentajo dan Hutan Lindung Bukit Batabuh di Kuantan Singingi. Salah satunya Masdi Madyan.
Masdi kini menjadi Ketua Kelompok Pelaksana Indah Tani Piliang Sakato di Desa Lubuk Ramo. Ia mengungkapkan sebagai salah satu di antara yang dulu perambah hutan Riau, dan sudah beralih menjadi petani.
Di Desa Lubuk Ramo sendiri ada 5 kelompok tani, sedang totalnya ada sekitar 29 kelompok tani dari 11 desa yang turut dalam program dan mengelola dua hutan lindung tersebut.
Masdi bercerita dulu setiap kelompok tani awalnya beranggotakan 30 orang.“Saat ini sudah sekitar 60 orang per kelompok," ungkapnya.
Totalnya 2.500.000 bibit yang ditanam, semuanya tanaman hutan lokal dan bernilai ekonomi. Lima kelompok tani di Desa Lubuk Ramo menanam 500.000 bibit tanaman hutan. Tanaman tersebut antara lain karet, kabau, petai, jengkol, jernang dan gaharu.
Erwin Kesuma yang ketika itu Kepala Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kuantan Singingi Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau turut hadir. Ia menjelaskan program KPH swakelola tersebut merupakan yang terbesar se-Indonesia dengan luasan sekitar 5.000 hektare.
"Harapan nantinya menjadi sentra karet terbesar, buah-buahan dan tanaman kehidupan di Riau," katanya.
Pendamping program dari Yayasan Hutan Riau, Widya Astuti menjelaskan, program tersebut merupakan program Rehabililasi Hutan dan Lahan (RHL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Dilaksanakan melalui Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Indragiri Rokan.
Dijelaskannya setiap kelompok tani dipercaya mengelola 50-250 hektare tergantung kesepakatan. “Bersumber (dana, red) dari APBN. Besarannya bervariasi, kasarnya Rp5 juta per hektare. Jadi misal per kelompoknya mengerjakan 100 hektare, dananya sekitar Rp500 juta," jelas Widya.
Menurut Widya, kini masyarakat menerima manfaat dari program tersebut selain itu juga menjaga hutan dan kearifan lokal. “Tujuan akhirnya menjaga hutan dari deforestasi," ungkapnya.
Perlu diketahui, perambahan hutan itu membuat fungsi lindung seperti sumber air bagi puluhan ribu warga di sekitarnya terancam. Selain itu menjadi salah satu penyebab banjir.
Laporan: Eko Faizin
Editor: Hary B Koriun