RADIKALISME

Radikalisme dan Anti-Pancasila Jadi Topik FGD Polres Kuansing

Kuantan Singingi | Sabtu, 28 Agustus 2021 - 23:03 WIB

Radikalisme dan Anti-Pancasila Jadi Topik FGD Polres Kuansing
Polres Kuansing melaksanakan Focus Group Discustion (FGD) membahas radikalisme dan anti-Pancasila, Jumat (27/8/2021). (POLRES KUANSING FOR RIAUPOS.CO)

TELUKKUANTAN (RIAUPOS.CO) -  Mencuatnya paham radikalisme dan anti-Pancasila di beberapa daerah di tanah air, menjadi topik hangat dalam Focus Group Discustion (FGD) yang dilaksanakan Polres Kuansing, Jumat (27/8/2021) di Aula Sanika Satyawada Polres Kuansing.

FGD bertema  sinergitas elemen  masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanganan paham radikalisme dan anti-Pancasila pada masa pandemi Covid-19 di wilayah Kuansing ini dihadiri Waka Polres Kuansing Kompol Antoni Lumban Gaol SH MH, para kasat, Ustad H Irsyad Azizi Lc MA, Babhinkamtibmas Polres, 30 orang anggota Banser, 30 orang anggota Senkom, serta tokoh masyarakat maupun kalangan mahasiswa.


Waka Polres Kuansing Kompol Antoni Lumban Gaol  mengatakan, dalam perkembangan zaman sekarang, bangsa Indonesia kembali dihadapkan dengan masalah radikalisme dan anti-Pancasila yang mengancam stabilitas dan persatuan bangsa.

Penyebaran paham radikalisme dan anti-Pancasila mengikuti pesatnya perkembangan teknologi. Masa pandemi Covid-19 menjadi celah bagi masuknya ideologi dan pemahaman radikal serta anti pancasila oleh kelompok-kelompok tertentu yang ingin memecah belah bangsa Indonesia.

"Karena itu, persoalan ini harus sama-sama di cegah dan di antisipasi," kata Wakapolres Kuansing.

Ustaz H Irsyad Azizi Lc MA, salah seorang ulama di Kuansing, menilai, harus dilakukan upaya secara terus-menerus dan bersama-sama memberikan pemahaman tentang radikalisme untuk memberantas terorisme.

Radikalisme dan terorisme cendrung mengenai agama radikal dalam artian negatif yang akarnya dari terorisme. Makanya bersama-sama menjaga sanak saudara agar tidak masuk kedalam radikalisme atau pun menjadi teroris yang jelas sangat di larang agama.

"Upaya membersikan radikalisme harus dari akarnya sehingga dapat mencegahnya. Radikalisme, sering melecehkan agama dan itu masih banyak terjadi. Pihak kepolisian harus permasalahan tersebut dengan cepat," jelas Ustaz H Irsyad Azizi .

Kasat Intelkam Polres Kuansing AKP Riand Samudro SIk MSi menilai, paham radikal tercermin pada sikap ekstrim yang menghendaki perubahan secara cepat dan mendasar terhadap hal-hal yang di anggap fundamental oleh seseorang atau sekelompok radikalis.

"Bahayanya, menurut dia, sikap ektrim ini biasanya diimplementasikan melalui tindakan-tindakan teror, ancaman dan anarkisme terhadap negara, aparat, serta masyarakat yang memiliki pemahaman berseberangan," ujar AKP Riand Samudro.

Dari hasil penelitian, menurutnya, kemiskinan dan kesenjangan sosial merupakan salah satu faktor pemicu utama gerakan radikal. Berdasarkan data di Dinas Sosial Kuansing jumlah penduduk Kuansing di tahun 2020 mencapai 339.062 jiwa dengan perbandingan penduduk miskin mencapai 81.800 jiwa atau 24 persen.

Dalam waktu18 bulan Covid-19 di Indonesia, penyebaran paham-paham radikal dan anti Pancasila mengalami pergeseran metode yang semula dilakukan dengan tatap mungka dan membentuk kelompok-kelompok ekslusif (tertutup), saat pandemi mereka memanfaatkan platfrom digital dan media sosoial.

"Penyebaran paham radikal melalui media sosial dinilai sangat efektif dalam membentuk para pelaku teror lone wolf," kata AKP Riand Samudro.

Ditambahkannya, bahaya radikalisme negatif dan sikap anti-Pancasila, memberikan stigma negatif terhadap suatu kelompok atau golongan yang dapat menimbulkan konflik horizontal. Memunculkan kebencian dan tindak kekerasan yang menyebabkan korban jiwa.

Sumber: Desriandi Candra (Telukkuantan)
Editor: Hary B Koriun









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook