Polisi Hancurkan Mesin Dompeng di Kuantan Mudik

Kuantan Singingi | Rabu, 26 Januari 2022 - 15:30 WIB

Polisi Hancurkan Mesin Dompeng di Kuantan Mudik
Sejumlah personel polisi menghancurkan mesin dompeng di wilayah Kuantan Mudik, Selasa (25/1/2022). (HUMAS POLRES KUANSING FOR RIAUPOS.CO)

TELUKKUANTAN (RIAUPOS.CO) - Penindakan terhadap pelaku Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) terus dilakukan pihak kepolisian. Kali ini, aparat kepolisian menghancurkan mesin dompeng yang ada di Kuantan Mudik, Selasa (25/1/2022).

Penindakan praktik PETI di wilayah hukum Polsek Kuantan Mudik dipimpin Kepala SPK I Polsek Kuantan Mudik Aipda Raja Fiktori, Kanit Reskrim Aipda Anton, Bripka Asril, Bripka Yocky S, Bripka Wildan, Brigadir Ardiansyah P, dan Briptu Fahrurrozy.


"Pelaku menggunakan jenis kapal ponton di aliran Sungai Kuantan antara Desa Rantau Sialang dengan Desa Luai Kuantan Mudik," kata Kapolsek Kuantan Mudik Iptu Ferry Fadillah SH usai razia.

Masih, kata Kapolsek, selain meresahkan masyarakat, aktivitas ilegal ini juga merusak lingkungan. 

Saat melakukan patroli katanya, personel Polsek menemukan satu unit kapal PETI yang sedang parkir dan tidak ada pelaku atau pemiliknya. Maka dilakukan penindakan terhadap satu unit kapal PETI tersebut dengan cara dirusak mesin dan peralatan PETI.

"Tujuannya agar tidak dapat digunakan lagi," katanya.

Selain itu, polisi juga mengamankan barang bukti berupa satu mesin Robin, satu gulung slang tembak, satu lembar karpet dan satu buah dulang.

Hal senada disampaikan Kasi Humas Polres Kuansing AKP Tapip Usman SH. Ia mengatakan penindakan terhadap praktik PETI terus dilakukan secara tegas.

"Sebagaimana instruksi pimpinan dan aduan dari masyarakat sekitar lokasi penambangan ilegal ini," katanya.

Ia menghimbau kepada masyarakat agar tidak melakukan penambangan tanpa izin. Karena disamping melanggar Undang-undang (UU) pidana dan UU Nomor 3 tahun 2020 tentang Minerba.

"Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.

Di samping itu katanya, juga kegiatan tersebut dapat merusak lingkungan hidup dan sangat berbahaya terhadap kesehatan masyarakat dari hulu sungai hingga hilir.

Laporan: Juprison (Telukkuantan)

Editor: Erwan Sani









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook