TELUKKUANTAN (RIAUPOS.CO) - Komisi I DPRD Kuansing menggelar rapat dengar pendapat (hearing) dengan beberapa Ketua Himpaudi kecamatan dan Dinas Pendidikan, terkait pungutan Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) PAUD sebesar lima persen.
Ketua Komisi I DPRD Kuansing Jefri Antoni ST didampingi beberapa anggota lainnya, memimping hearing yang dilaksanakan di ruang hearing DPRD Kuansing, Kamis (3/2).
Sementara dari Disdik, dihadiri Kepala Disdik Kuansing Masrul Hakim, Kabid PAUD dan Pendidikan Non Formal Hernita, dan beberapa ketua Himpaudi kecamatan.
Jefri Antoni mengatakan, hearing ini membahas tentang adanya pungutan sebesar lima persen dari BOP PAUD yang dikeluhkan beberapa pengurus PAUD di Kuansing.
Dijelaskan Jefri, dalam hearing dengan Disdik itu, Kabid PAUD dan Pendidikan Non Formal Hernita menjelaskan, bahwa memang ada pungutan sebesar lima persen dari BOP PAUD.
"Jadi kata Kabid PAUD pada hearing itu, pungutan lima persen itu betul," ujar Jefri Antoni saat dikonfimasi wartawan usai hearing, Kamis (3/2).
Masih kata Jefri, namun pungutan itu kata Kabid PAUD dipergunakan untuk kegiatan parenting. Karena penyelenggaraan pendidikan anak usia dini haruslah dilengkapi dengan program yang berbasis keluarga (parenting).
"Pungutan ini katanya dikelola per kecamatan. Karena siswa PAUD tak sama, ada yang hanya tujuh atau delapan orang. Maka tak mungkin digelar parenting per PAUD. Maka dikelola per kecamatan," katanya.
Jefri pun mengaku juga menanyakan tentang Juknis penggunaan BOP PAUD, apakah diperbolehkan untuk hal itu, Kabid PAUD menjawab bisa.
Kata Kabid PAUD, tutur Jefri, penggunaan dana bantuan harus memenuhi tiga kegiatan. Pertama, kegiatan pembelajaran dan bermain sebesar 50 persen, kegiatan pendukung paling banyak 35 persen dan sisanya kegiatan lainnya. "Kegiatan pertemuan dengan orang tua (parenting) masuk dalam kegiatan pendukung," katanya.
Menurut Jefri, selama pungutan itu untuk kegiatan yang terdapat dalam Juknis BOP PAUD, itu tidak masalah. Meski begitu, ia berharap BOP PAUD yang bersumber dari APBN ini digunakan sesuai aturan yang ada.
"Selama ada Juknisnya tak masalah. Mungkin kemarin ada oknum yang tidak bisa menjelaskan sehingga beritanya menjadi liar," ungkapnya.(jps)